Terbaru

6/recent/ticker-posts

Cerita Rakyat Jawa: SITU BAGENDIT

DI daerah Kabupaten Garut, terdapat sebuah situ atau danau yang amat luas, namanya Bagendit. Danau Bagendit sampai sekarang tetap ramai dikunjungi wisatawan, baik dalam maupun luar negri. Mereka datang ke Situ Bagendit tidak hanya karena keindahan panorama danaunya, tetapi juga tertarik karena legenda terjadinya Danau Bagendit. Seperti inilah legendanya.


    Konon pada masa berdirinya Kerajaan Sigaluh, di sebuah desa yang jauh dari pusat kerajaan, hidupah seorang janda muda yang amat kaya-raya. Begitu berlimpah harta yang diwariskan oleh almarhum suaminya yang merupakan kerabat kerajaan Sigaluh. Sawah dan ladangnya luas dan berada dimana-mana, sementara di dalam rumahnya emas dan perak juga tak terbilang banyaknya hingga sampai kekurangan tempat untuk menyimannya. Kemana pun janda kaya itu bepergian, dia selalu mengenakan aneka perhiasan yang mahal-mahal di sekujur tubuhnya, mulai dari telinga, leher, tangan, bahkan sampai kaki. Maka orang-orang pun kemudian menjulukinya Nyi Mas Inten.



    Namun sayang, Nyi Mas Inten tidak bisa bersyukur dengan keadaan dirinya itu.Bahkan dia masih merasa kurang dengan harta benda berlimpah yang dimilikinya itu. Akibatnya dia dikenal sangat kikir oleh warga desa di sekitarnya. Nyi Mas Inten tidak ingin harta bendanya berkurang sedikitpun karena diminta untuk sedekah maupun untuk keperluan masyarakat desa lainnya.
    “Aku bukan seorang raja yang harus menghidupi kalian. Salah sendiri kenapa kalian miskin!” hardik Nyi Mas Inten setiap kali datang warga desa meminta bantuan.                                         




Nyi Mas Inten pun kian hari semakin tidak suka rumah mewahnya didatangi warga. Baginya orang-orang desa yang miskin itu hanya membuat repot saja. Bahkan hanya untuk mengumpulkan sisa-sisa makanan dan buah-buahan yang jatuh pun, Nyi Mas Inten tidak memperbolehkan. Dia lebih suka sisa-sisa makan itu membusuk atau habis dimakan binatang daripada diberikan kepada warga desa yang kelaparan. Maka tidak mengherankan jika warga desa sangat membenci Nyi Mas Inten dan diam-diam menyumpah dan mengutuknya. Mereka pun menjuluki Nyi Mas Inten dengan nama Nyi Bagendit, yang artinya perempuan yang medit atau kikir.


Hari berganti hari, dan sang waktu pun berlalu dengan begitu cepatnya. Namun sifat dan kelakuan Nyi Bagendit tetap tak berubah, bahkan semakin menjadi-jadi, hingga terjadilah peristiwa itu.Pada suatu hari,di desa itu kedatangan seorang pengemis tua. Namun rupanya pengemis itu bukan sembarang pengemis, dia jelmaan dewa yang sengaja turun ke dunia untuk menyadarkan Nyi Bagendit.
   



“Kakek, kakek hendak kemana?” tegur seorang warga desa yang tak tega melihat ada seorang pengemis tua berjalan tertatih-tatih disengat matahari.
    “Aku hendak ke rumah yang megah bagai istana itu, Nyi. Tentu aku bisa mendapatkan sedikit makanan untuk bekal perjalanan” jawab pengemis itu.
    “Oh, Kakek hendak ke rumah Nyi Bagendit? Jangan, Kek. Nanti Kakek akan sakit hati” cegah warga desa itu. “Kalau hanya sekedar makan dan minum seadanya, Kakek bisa singgah ke rumahku” lanjut warga desa yang baik hati itu.
   





Pengemis itu pun dengan gembira menerima ajakan Ibu warga desa yang baik itu. Hati Kakek itu pun sangat terharu karena melihat kondisi warga desa yang sebetulnya juga tak mampu itu namun hatinya begitu baik. Sebagai gantinya Pengemis tua itu kemudian menasehati warga desa yang baik itu untuk segera mengungsi karena tak lama lagi akan ada bencana.
    “Mengungsi...?! Ada bencana, Kek?!” seru warga desa itu tak mengerti.
    “Benar. Percayalah padaku. Ajak kaum kerabatmu dan semua warga yang percaya untuk mengungsi ke tempat yang tinggi!”
“Kakek...?!”
    “Bergegaslah. Waktu tak banyak!” lanjut Pengemis tua itu lagi dan bergegas menuju ke rumah Nyi Bagendit.
   

Pengemis itu pun segera mengetuk pintu gerbang rumah Nyi Bagendit yang selalu tertutup rapat, namun tidak ada yang menghiraukannya. Para pelayan Nyi Bagendit pun sudah dipesan untuk tidak sembarang menerima kedatangan orang. Dan merasa kehadirannya tidak dihiraukan, pengemis itu semakin keras menggedor pintu gerbang
.Akhirnya Nyi Mas Inten atau Nyi Bagendit sendiri yang keluar dengan marah. 
    “Hai jembel, kenapa engkau mengganggu ketenangan kami!” teriak Nyi Bagendit dengan marah.
    “Nyi Mas, engkau orang yang sangat kaya. Berilah aku sedekah. Aku lapar” kata pengemis tua itu menghiba.
    “Apa katamu? Minta sedekah? Dasar jembel, tahunya hanya minta-minta. Kerja sendiri sana biar dapat upah untuk makan” 
    “Nyi Mas, aku sudah renta. Tak kuat lagi untuk bekerja. Lagian aku hanya minta sedekah sedikit saja untuk bekal perjalananku” jawab pengemis itu lagi.
   


Namun Nyi Mas Inten atau Nyi Bagendit tetap tak tergerak hatinya. Bahkan dengan kasar ia mengusir pengemis tua itu dengan menyiramkan air comberan. Meskipun demikian, pengemis itu ternyata tetap tak mau pergi. Akhirnya Nyi Bagendit memerintahkan para tukang pukulnya untuk menyeret pengemis tua itu menyingkir dari rumahnya.
   

Pengemis tua penjelmaan dewa itu akhirnya hilang kesabarannya, dari niatnyauntuk menyadarkan Nyi Bagendit, kini telah berubah untuk menghukumnya. 
    “Kau tak mungkin lagi diperbaiki, Bagendit. Terimalah azabmu” sambil berkata pengemis itu pun kemudian menancapkan tongkatnya.
    Kejaiban terjadi, begitu pengemis itu mencabut tongkatnya, maka dari lubang bekasnya memancar air yang semakin lama semakin deras dan semakin besar seolah menjebol bumi. Hanya dalam waktu sekejab saja rumah Nyi Bagendit yang bagaikan istana itu telah ditelan air berikut para penghuninya.                                       
   


Warga desa yang mengungsi di atas bukit dan melihat peristiwa yang mengerikan itu hanya bisa bersyukur karena selamat dari bencana berkat mempercayai kata-kata pengemis tua itu. Mereka akhirnya menamakan situ atau danau yang terbentuk itu dengan nama Situ Bagendit sebagai peringatan bagi siapa saja agar tidak berprilaku seperti Nyi Mas Inten atau Nyi Bagendit. 

Posting Komentar

0 Komentar