BHAGAWAT GITA. Nama kitab ini maknanya “Nyanyian Tuhan” atau lebih tegasnya disebut “pepujian bhagawan atau Kresna yang dianggap penjelmaan Tuhan yang memberi pelajaran kepada umat manusia”. Dalan dunia sastra, Bhagawad Gita merupakan buku mistik. Konon Bhagawad Gita merupakan puisi terpanjang di dunia. Adapun usianya, sulit dipastikan sudah berapa ratus tahun, dan sebenarnya Bhagawad Gita merupakan petilan dari kitab Maha Bharata. Sedang Maha Bharata adalah buku sejarah tentang kisah keturunan Bharata. Konon buku itu adalah karangan Resi V(W)iyasa atau Begawan Abiasa, dimana ia juga mencipta pelajaran-pelajaran kebatinan termasuk Wedanta. Sedang Abiasa sendiri bukanlah nama asli, akan tetapi bermakna “orang yang menjelaskan atau memaparkan”. Konon ilmu ini tidak diajarkan melalui tulisan akan tetapi dengan lisan kepada murid-muridnya.
Menurut penelitian Rama Prasad, Bhagawad Gita mulai ada sekitar 3137 sebelum kelahiran Isa Al Masih, konon berdasarkan perhitungan bulan margasirsa. Sementara anggapan peneliti lain bernama Jinarajadasa, Bhagawad Gita ada sejak abad pertama atau dimulainya tahun masehi. Bila demikian, yang manakah pembenaran itu diperoleh, dari Prasad ataupun Jinarajadasa tentang syair atau puisi yang terdiri dari dua ratus ribu baris, 700 syair kembar dalam sebutan saloka, hingga jumlahnya mencapai 1400 baris seloka.
Dari isi syair tersebut banyak berkisah tentang pikiran serta pertimbangan dari tokoh penting dalam perang di kurusetra yang lebih dikenal di perang Bharatayudha. Dalam muatan edisi empat di majalah ini tak ada salahnya menyampaikan atau mengenang tentang “perang”, terlebih kaum muslim baru saja menunaikan puasa bulan ramadlan serta bertepatan dengan peringatan HUT RI ke 68. Yang konon rakyat Indonesia, yang terdiri dari berbagai nusa, suku, agama dan ras bersatu melawan penjajahan asing. Namun, sejauh mana keasingan itu ada dalam diri manusia di jaman yang katanya telah merdeka ini. Apakah keasingan itu berada dalam kelangkaan dan kelangkaan itu ada pada diri kita ?.
Ketika hati, perasaan serta akal pikir bersatu untuk mengungkapkan dengan nilai sastra, tulisan merupakan keabsolutan. Maka tidak bisa disalahkan bila ada yang beranggapan bahwa dengan tulisan/sastra bisa untuk penghancuran atau membangun dari sudut-sudut pemaham tertentu. Akan tetapi dalam hal ini, sejauh mana Bhagawad Gita memaknainya dari syair yang memuat pemikiran dan pertimbangan antara Kresna dan Arjuna saat perang di Bharatayudha. Karena perang Bharatayudha adalah perang keturunan dari darah Wangsa Kuru Bharata, mereka “berebut” dalam “kekuasaan”, antara Kurawa dan Pandhawa selama delapan belas hari di kurusetra.
Di pertempuran pertama berlangsung, Arjuna mengendarai kereta perang dengan sais Sri Kresna. Disitulah muncul perasaan keraguan, kebimbangan yang dialami oleh Arjuna. Bagaimana tidak, yang dihadapi adalah masih saudara serta guru-gurunya. Namun dalam Bhagawad Gita terbagi dalam 18 bagian atau pasal mengenai keraguan perang yang dialami Arjuna. Dalam tulisan ini memang tidak akan ditulis secara keseluruhan, kecuali hanya diambil dari percakapan kedua antara dialog Kresna dan Arjuna, itupun tidak terlalu lengkap. Mengingat didalam pasal pertama merupakan dialog antara Destarata dengan Sanjaya, yang menceritakan suasana di kurusetra, yang tengah berlangsung perang saudara. Percakapan antara Kresna dan Arjuna antara lain:
Arjuna:
“Krisna, bagaimana dalam pertempuran ini aku dapat memanah Bisma dan Drona yang keduanya kujunjung tinggi. Sungguh lebih baik aku tidak membunuh guruku sendiri dan menuntut di alam kehidupan dunia dengan makan dan meminta-minta. Meski mereka mengejar-ngejar kami, tetap aku tak menikmati kebahagiaan yang dilekati dengan darah mereka. Jalan apa yang harus kutempuh, kita membunuh mereka atau mereka membunuh kita, karena mereka berhadapan dengan kita sebagai musuh. Karena sekarang hatiku diliputi rasa kasihan dan batinku kabur untuk menanuaikan dharmaku, maka aku meminta nasehatmu, apa yang harus kulakukan ? Berikanlah aku kepastian. Aku muridmu, memohon kepastian. Tunjukkanlah jalan, karena aku tak kuasa mengusir rasa sedih yang menguasai diriku walaupun aku dapat memperoleh kerajaan yang makmur tanpa lawan dan berkuasa pula atas para sura (malaikat penghuni sorga).
Kresna:
Dengan senyum berdiri ditengah medan perang berkatalah Kresna pada Arjuna: Meskipun kata-katamu itu benar, namun engkau berduka untuk yang engkau tak perlu sedihkan. Ketahuilah, Arjuna, orang-orang arif bijaksana tidak akan merasa sedih atas orang-orang yang hidup dan mati. Karena tak pernah ada masa, dimana aku tidak berada dan tak akan pernah akan datang masa, dimana kita semua tak berada.
Seperti pendukung raga yang mengalami masa kanak-kanak dan dewasa, usia yang lanjut menginginkan pada satu masa raga yang baru, maka bagi orang bijaksana hal demikian itu tidak menggoncangkan hatinya. Ketahuilah, roh (atma) yang bercampuran dengan jasmani , maka timbullah dingin dan panas, suka dan duka, datang dan pergi, akan tetapi semuanya itu tidak berjalan lama. Oleh sebab itu pertahankan segala derita dengan sabar, Arjuna.
Siapa yang tidak goncang menghadapi semua ini, menganggap susah dan senang sama saja dialah yang masuk menerima keabadian. Ada dan tiada sama saja bagi siapa saja yang sesungguhnya sudah mengetahui sejatinya kebenaran. Insyaflah bahwa roh tidak dapat dihancurkan dan meliputi alam semesta. Tak ada seorangpun juga dapat menghancurkannya. Yang tidak kekal adalah raga kita, yang kekal adalah yang mengisi raga kita. Atma bersifat abadi dan tak dapat diukur luasnya. Siapa yang membuat atma membunuh dan dibunuh, dia sesungguhnya belum mengetahui sejatinya kebenaran.
Dia tidak pernah dilahirkan atau mati, pula tak akan lenyap setelah ada, dia tetap ada sedari purba dan akan tetap ada selamanya, dia tak dapat dibunuh meskipun raga yang dipakainya dibunuh. Maka siapa yang dapat menginsyafi, bahwa roh tak dapat hancur, kekal, bagaimana orang dapat membunuhnya dan bagaimana dia dapat membunuh orang?. Seperti manusia menanggalkan pakaian tua dan mengenakan pakaian yang baru, demikian pun pendukung raga, roh melepaskan raga yang usang dan beralih keraga yang baru.
Tak ada pedang yang tajamnya melukai dia, tak ada api betapa panas dapat membakar dia, tak ada air betapa banyaknya membasahi dia, tak ada angin betapa kencangnya mengeringkan dia. Roh itu kekal, tak dapat dibakar, tak dapat dibasahi, tak dapat dikeringkan. Senantiasa abadi, ada dimana-mana, tak berubah sifatnya, tetap tegak, kuat kokoh………
Arjuna:
Bagaimanakah orang yang kuat, kokoh dalam kebijakannya dan setia dalam semadi ? Cara bagaimana bercakap-cakapnya, cara bagaimana duduknya, cara bagaimana langkahnya ?
Kresna:
Jika dia menolak segala hawa nafsu yang datang dalam hatinya dan merasa puas dengan keadaan DIRINYA sendiri, maka orang itulah yang dinamakan pikirannya kokoh-kuat. Dia yang dalam kecelakaan tak gentar dan keinginan untuk menikmati kesenangan dunia telah menyingkir, akan bebaslah dari segala angkara murka, hawa nafsu dan ketakutan, dan dia dapat dinamai Muni, seorang yang berpikir bijaksana dan tetap. Demikian pun orang yang tidak terikat pada segala sesuatu, segala kesenengan dan kesedihan boleh datang kepadanya. Kesukaan dan kebencian kepada dirinya, tetap tak merubahnya.
Dan sebagaimana seekor kura-kura menarik segala bagian anggotanya kedalam rumahnya, demikian pula ia dapat menarik segala nafsunya, maka pikirannyapun akan benar. Segala kebendaan yang biasanya menawan hati tak memberi umpan pada godaan godaan itu. Jika tidak mau merasakan apa-apa, maka perasaan itupun tak akan datang padanya, karenba dia akan merasa sesuatu yang lebih agung daripada perasaan hawa nafsu. Ingatlah baik-baik, Arjuna. Bahwa arus hawa nafsu sering kali menjatuhkan juga orang-orang alim yang sungguh sungguh berusaha membulatkan pikirannya dan menghanyutkan pikiran baik itu dengan kekerasan. Jika dia sudah dapat menindas segala hawa nafsu itu maka dia bersemadi untuk mempersatukan jiwanya dengan aku sebagai tujuannya, karena siapa yang bekuasa atas pikirannya, dia berpikir benar.
Manusia yang memikirkan kebendaan yang menyenangkan panca inderanya, maka timbullah kecenderungan atas semua itu. Dan dari kecenderungan itu, terlahirlah keinginan, dan dari keinginan timbullah angkara murka. Dari angkara murka timbul kesesatan, dari kesesatan timbul kekacauan, pikiran lalu timbul ingatan kabur dan kekaburan ingatan ini merusak budi pekerti dan rusaknya budi pekerti, menyebabkan hancur luluhnya dia.
Akan tetapi siapa yang dapat mengendalikan diri sendiri, bergerak ditengah tengah keduniaan dengan mengunakan panca inderanya, namun bebas dari nafsu keinginann dan kebencian, maka ketenangan dan damai dalam hatinya akan tercapailah. Dalam damai segala derita akan terhapus , sebab jika hati senang, maka budi muncul dalam keseimbangan jiwa. Siapa yang tak mengendalikan diri, dia tak kan mencapai kebajikan yang murni dan siapa yang tak diam memikir, dia tak kan merasa tenteram dan bagaimana orang akan mengecapi kebahagaiaan, kalau tak ada ketentraman ?.
Jika pikiran melayang layang dan tak dapat dipusatkan kesatu arah, maka ingatannya seperti kapal terombang ambing oleh badai atau taufan. Oleh karenanya jika pikirannya terlepas sama sekali dari ikatatan pada kebendaan maka dia dapat mempersatukan kesadarannya. Malam gelap untuk semua makhluk, akan tetapi siapa yang akan mengendalikan diri sendiri, dia seperti berjaga-jaga itu seorang bijaksana dapat melihat, meskipun dalam gelap gulita.
Jika semua nafsu bisa dimasukkan kedalam dirinya seperti berkumpulnya air dari segala sudut kedalam samodra(laut) dan tetap nafsu-nafsu itu tak bergerak, maka dia maencapai ketentraman, tidak demikian dengan orang yang menurutu hawa nafsunya. Manusia yang melemparkan segala hawa nafsu dan berkelana dengan tanpa keinginan, tanpa ingat akan menarik keuntungan untuk diri sendiri, tanpa ahamkara (untuk pribadi), dia akan mendapatkan ketentraman dalam jiwanya. Dia akan berada dalam Tuhan, Arjuna. Siapa mencapai ini, dia tak berkelana pula. Jika tiba ajalnya ia tetap dalam Tuhan, dia mencapai nirwana, bersatu.
` Demikian dialog Kresna dengan Arjuna dipercakapan kedua (Sankhya-Yoga) dalam Bhagawad Gita. Setidaknya memberi gambaran, perang batin, kebimbangan, keraguan bagian dari sifat manusia yang ditokohkan sebagai Arjuna, dan Sri Kresna sebagai pembimbing sang penerang jalan
Menurut penelitian Rama Prasad, Bhagawad Gita mulai ada sekitar 3137 sebelum kelahiran Isa Al Masih, konon berdasarkan perhitungan bulan margasirsa. Sementara anggapan peneliti lain bernama Jinarajadasa, Bhagawad Gita ada sejak abad pertama atau dimulainya tahun masehi. Bila demikian, yang manakah pembenaran itu diperoleh, dari Prasad ataupun Jinarajadasa tentang syair atau puisi yang terdiri dari dua ratus ribu baris, 700 syair kembar dalam sebutan saloka, hingga jumlahnya mencapai 1400 baris seloka.
Dari isi syair tersebut banyak berkisah tentang pikiran serta pertimbangan dari tokoh penting dalam perang di kurusetra yang lebih dikenal di perang Bharatayudha. Dalam muatan edisi empat di majalah ini tak ada salahnya menyampaikan atau mengenang tentang “perang”, terlebih kaum muslim baru saja menunaikan puasa bulan ramadlan serta bertepatan dengan peringatan HUT RI ke 68. Yang konon rakyat Indonesia, yang terdiri dari berbagai nusa, suku, agama dan ras bersatu melawan penjajahan asing. Namun, sejauh mana keasingan itu ada dalam diri manusia di jaman yang katanya telah merdeka ini. Apakah keasingan itu berada dalam kelangkaan dan kelangkaan itu ada pada diri kita ?.
Ketika hati, perasaan serta akal pikir bersatu untuk mengungkapkan dengan nilai sastra, tulisan merupakan keabsolutan. Maka tidak bisa disalahkan bila ada yang beranggapan bahwa dengan tulisan/sastra bisa untuk penghancuran atau membangun dari sudut-sudut pemaham tertentu. Akan tetapi dalam hal ini, sejauh mana Bhagawad Gita memaknainya dari syair yang memuat pemikiran dan pertimbangan antara Kresna dan Arjuna saat perang di Bharatayudha. Karena perang Bharatayudha adalah perang keturunan dari darah Wangsa Kuru Bharata, mereka “berebut” dalam “kekuasaan”, antara Kurawa dan Pandhawa selama delapan belas hari di kurusetra.
Di pertempuran pertama berlangsung, Arjuna mengendarai kereta perang dengan sais Sri Kresna. Disitulah muncul perasaan keraguan, kebimbangan yang dialami oleh Arjuna. Bagaimana tidak, yang dihadapi adalah masih saudara serta guru-gurunya. Namun dalam Bhagawad Gita terbagi dalam 18 bagian atau pasal mengenai keraguan perang yang dialami Arjuna. Dalam tulisan ini memang tidak akan ditulis secara keseluruhan, kecuali hanya diambil dari percakapan kedua antara dialog Kresna dan Arjuna, itupun tidak terlalu lengkap. Mengingat didalam pasal pertama merupakan dialog antara Destarata dengan Sanjaya, yang menceritakan suasana di kurusetra, yang tengah berlangsung perang saudara. Percakapan antara Kresna dan Arjuna antara lain:
Arjuna:
“Krisna, bagaimana dalam pertempuran ini aku dapat memanah Bisma dan Drona yang keduanya kujunjung tinggi. Sungguh lebih baik aku tidak membunuh guruku sendiri dan menuntut di alam kehidupan dunia dengan makan dan meminta-minta. Meski mereka mengejar-ngejar kami, tetap aku tak menikmati kebahagiaan yang dilekati dengan darah mereka. Jalan apa yang harus kutempuh, kita membunuh mereka atau mereka membunuh kita, karena mereka berhadapan dengan kita sebagai musuh. Karena sekarang hatiku diliputi rasa kasihan dan batinku kabur untuk menanuaikan dharmaku, maka aku meminta nasehatmu, apa yang harus kulakukan ? Berikanlah aku kepastian. Aku muridmu, memohon kepastian. Tunjukkanlah jalan, karena aku tak kuasa mengusir rasa sedih yang menguasai diriku walaupun aku dapat memperoleh kerajaan yang makmur tanpa lawan dan berkuasa pula atas para sura (malaikat penghuni sorga).
Kresna:
Dengan senyum berdiri ditengah medan perang berkatalah Kresna pada Arjuna: Meskipun kata-katamu itu benar, namun engkau berduka untuk yang engkau tak perlu sedihkan. Ketahuilah, Arjuna, orang-orang arif bijaksana tidak akan merasa sedih atas orang-orang yang hidup dan mati. Karena tak pernah ada masa, dimana aku tidak berada dan tak akan pernah akan datang masa, dimana kita semua tak berada.
Seperti pendukung raga yang mengalami masa kanak-kanak dan dewasa, usia yang lanjut menginginkan pada satu masa raga yang baru, maka bagi orang bijaksana hal demikian itu tidak menggoncangkan hatinya. Ketahuilah, roh (atma) yang bercampuran dengan jasmani , maka timbullah dingin dan panas, suka dan duka, datang dan pergi, akan tetapi semuanya itu tidak berjalan lama. Oleh sebab itu pertahankan segala derita dengan sabar, Arjuna.
Siapa yang tidak goncang menghadapi semua ini, menganggap susah dan senang sama saja dialah yang masuk menerima keabadian. Ada dan tiada sama saja bagi siapa saja yang sesungguhnya sudah mengetahui sejatinya kebenaran. Insyaflah bahwa roh tidak dapat dihancurkan dan meliputi alam semesta. Tak ada seorangpun juga dapat menghancurkannya. Yang tidak kekal adalah raga kita, yang kekal adalah yang mengisi raga kita. Atma bersifat abadi dan tak dapat diukur luasnya. Siapa yang membuat atma membunuh dan dibunuh, dia sesungguhnya belum mengetahui sejatinya kebenaran.
Dia tidak pernah dilahirkan atau mati, pula tak akan lenyap setelah ada, dia tetap ada sedari purba dan akan tetap ada selamanya, dia tak dapat dibunuh meskipun raga yang dipakainya dibunuh. Maka siapa yang dapat menginsyafi, bahwa roh tak dapat hancur, kekal, bagaimana orang dapat membunuhnya dan bagaimana dia dapat membunuh orang?. Seperti manusia menanggalkan pakaian tua dan mengenakan pakaian yang baru, demikian pun pendukung raga, roh melepaskan raga yang usang dan beralih keraga yang baru.
Tak ada pedang yang tajamnya melukai dia, tak ada api betapa panas dapat membakar dia, tak ada air betapa banyaknya membasahi dia, tak ada angin betapa kencangnya mengeringkan dia. Roh itu kekal, tak dapat dibakar, tak dapat dibasahi, tak dapat dikeringkan. Senantiasa abadi, ada dimana-mana, tak berubah sifatnya, tetap tegak, kuat kokoh………
Arjuna:
Bagaimanakah orang yang kuat, kokoh dalam kebijakannya dan setia dalam semadi ? Cara bagaimana bercakap-cakapnya, cara bagaimana duduknya, cara bagaimana langkahnya ?
Kresna:
Jika dia menolak segala hawa nafsu yang datang dalam hatinya dan merasa puas dengan keadaan DIRINYA sendiri, maka orang itulah yang dinamakan pikirannya kokoh-kuat. Dia yang dalam kecelakaan tak gentar dan keinginan untuk menikmati kesenangan dunia telah menyingkir, akan bebaslah dari segala angkara murka, hawa nafsu dan ketakutan, dan dia dapat dinamai Muni, seorang yang berpikir bijaksana dan tetap. Demikian pun orang yang tidak terikat pada segala sesuatu, segala kesenengan dan kesedihan boleh datang kepadanya. Kesukaan dan kebencian kepada dirinya, tetap tak merubahnya.
Dan sebagaimana seekor kura-kura menarik segala bagian anggotanya kedalam rumahnya, demikian pula ia dapat menarik segala nafsunya, maka pikirannyapun akan benar. Segala kebendaan yang biasanya menawan hati tak memberi umpan pada godaan godaan itu. Jika tidak mau merasakan apa-apa, maka perasaan itupun tak akan datang padanya, karenba dia akan merasa sesuatu yang lebih agung daripada perasaan hawa nafsu. Ingatlah baik-baik, Arjuna. Bahwa arus hawa nafsu sering kali menjatuhkan juga orang-orang alim yang sungguh sungguh berusaha membulatkan pikirannya dan menghanyutkan pikiran baik itu dengan kekerasan. Jika dia sudah dapat menindas segala hawa nafsu itu maka dia bersemadi untuk mempersatukan jiwanya dengan aku sebagai tujuannya, karena siapa yang bekuasa atas pikirannya, dia berpikir benar.
Manusia yang memikirkan kebendaan yang menyenangkan panca inderanya, maka timbullah kecenderungan atas semua itu. Dan dari kecenderungan itu, terlahirlah keinginan, dan dari keinginan timbullah angkara murka. Dari angkara murka timbul kesesatan, dari kesesatan timbul kekacauan, pikiran lalu timbul ingatan kabur dan kekaburan ingatan ini merusak budi pekerti dan rusaknya budi pekerti, menyebabkan hancur luluhnya dia.
Akan tetapi siapa yang dapat mengendalikan diri sendiri, bergerak ditengah tengah keduniaan dengan mengunakan panca inderanya, namun bebas dari nafsu keinginann dan kebencian, maka ketenangan dan damai dalam hatinya akan tercapailah. Dalam damai segala derita akan terhapus , sebab jika hati senang, maka budi muncul dalam keseimbangan jiwa. Siapa yang tak mengendalikan diri, dia tak kan mencapai kebajikan yang murni dan siapa yang tak diam memikir, dia tak kan merasa tenteram dan bagaimana orang akan mengecapi kebahagaiaan, kalau tak ada ketentraman ?.
Jika pikiran melayang layang dan tak dapat dipusatkan kesatu arah, maka ingatannya seperti kapal terombang ambing oleh badai atau taufan. Oleh karenanya jika pikirannya terlepas sama sekali dari ikatatan pada kebendaan maka dia dapat mempersatukan kesadarannya. Malam gelap untuk semua makhluk, akan tetapi siapa yang akan mengendalikan diri sendiri, dia seperti berjaga-jaga itu seorang bijaksana dapat melihat, meskipun dalam gelap gulita.
Jika semua nafsu bisa dimasukkan kedalam dirinya seperti berkumpulnya air dari segala sudut kedalam samodra(laut) dan tetap nafsu-nafsu itu tak bergerak, maka dia maencapai ketentraman, tidak demikian dengan orang yang menurutu hawa nafsunya. Manusia yang melemparkan segala hawa nafsu dan berkelana dengan tanpa keinginan, tanpa ingat akan menarik keuntungan untuk diri sendiri, tanpa ahamkara (untuk pribadi), dia akan mendapatkan ketentraman dalam jiwanya. Dia akan berada dalam Tuhan, Arjuna. Siapa mencapai ini, dia tak berkelana pula. Jika tiba ajalnya ia tetap dalam Tuhan, dia mencapai nirwana, bersatu.
` Demikian dialog Kresna dengan Arjuna dipercakapan kedua (Sankhya-Yoga) dalam Bhagawad Gita. Setidaknya memberi gambaran, perang batin, kebimbangan, keraguan bagian dari sifat manusia yang ditokohkan sebagai Arjuna, dan Sri Kresna sebagai pembimbing sang penerang jalan
0 Komentar