Terbaru

6/recent/ticker-posts

CONTOH PTK SD: Penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif sebagai Upaya Meningkatkan Prestasi Belajar Ilmu Pengetahuan Alam



A. JUDUL PENELITIAN :
Penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif sebagai Upaya Meningkatkan Prestasi Belajar Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)
B. BIDANG ILMU : Pendidikan
C. PENDAHULUAN :
Diskusi yang dilakukan peneliti dengan guru kelas IV, V, dan VI tentang pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) di Sekolah Dasar Negeri Lidah Kulon II Kecamatan Lakarsantri Kotamadya Surabaya menunjukkan bahwa pembelajaran IPA di sekolah mengalami banyak kendala. Kendala tersebut bersumber dari siswa, guru, dan ketersediaan sarana dan prasarana.
Kendala dari siswa, yaitu setiap guru membuka pelajaran IPA hanya sedikit siswa yang memperhatikan penjelasan guru. Siswa cenderung berbicara dengan teman sebangku atau gaduh serta masih memikirkan mainannya seperti: kelereng, yoyo, wayangan (gambar tokoh-tokoh kartun) dan gasing (anak-anak menyebut dengan istilah beyblade, yaitu mainan yang terbuat dari seng tutup botol minuman, dibentuk bundar dan berputar jika diberi gaya melalui karet). Dengan demikian aspek kesiapan belajar siswa masih rendah. Hal ini ditunjukkan dengan perhatian siswa yang rendah, pada hal memperhatikan merupakan aspek penting proses pembelajaran.
Keterampilan bertanya siswa juga masih rendah berkaitan dengan pembelajaran IPA. Hasil diskusi menunjukan bahwa hanya satu, dua orang saja yang bertanya. Hal tersebut dilakukan jika guru memberi kesempatan untuk bertanya. Masih jarang pertanyaan itu muncul dari inisiatif siswa. Jadi, dapat disimpulkan bahwa keterampilan bertanya siswa masih rendah dan hal ini perlu ditingkatkan, karena keterampilan bertanya juga merupakan aspek penting proses pembelajaran.
Kendala dari guru, menurut penuturan para guru, model pembelajaran IPA di sekolah hanya dilakukan melalui ceramah dan pemberian tugas menyelesaikan soal-soal, karena sekolah miskin peralatan praktik IPA. Para guru juga mengakui miskin dalam hal pendekatan pembelajaran yang digunakan, sehingga pembelajaran IPA menjadi monoton sehingga pada gilirannya siswa menjadi bosan serta perhatian terhadap IPA menjadi rendah. Jadi, dapat dikatakan aktivitas kelas masih terfokus pada guru dan bukan pada siswa.
Kendala sarana dan prasarana. Dari diskusi diperoleh informasi yang mengejutkan, yaitu peralatan praktik IPA (disebut kit IPA) hanya tersedia satu buah. Pada hal kit tersebut digunakan oleh 5 (lima) sekolah, yaitu SDN Lidah Kulon I, II, III, IV, dan V yang letaknya saling berjauhan ( 3 km), sehingga dalam praktiknya tidak pernah digunakan. Di samping itu tidak semua siswa mempunyai buku IPA yang disarankan oleh guru. Khusus untuk pembelajaran IPA di kelas VI, guru mengalami kendala mengajarkan topik bahasan kelistrikan, yaitu hubungan seri dan paralel karena keterbatasan perangkat pembelajaran. Dengan demikian ketersediaan buku penunjang dan peralatan masih terbatas merupakan kendala tersendiri dalam pembelajaran IPA.
Di samping itu keterampilan proses sains dalam pembelajaran IPA, yaitu mengamati, menggolongkan, mengukur, menggunakan alat, mengkomuni-kasikan hasil, menafsirkan, memprediksi, dan melakukan percobaan semuanya belum muncul dalam proses pembelajaran IPA. Hal ini dikarenakan keterbatasan perangkat pembelajaran IPA.
Dari hasil diskusi tersebut menunjukkan banyaknya kendala dalam pembelajaran IPA. Oleh karena itu masalah yang dirasa penting diprioritaskan. Dari diskusi disepakati untuk memperbaiki pembelajaran IPA di kelas VI tentang pokok bahasan kelistrikan disertai dengan perangkat pembelajarannya. Pendekatan yang dipilih yaitu melalui pembelajaran kooperatif. Hal ini ditempuh dengan alasan: (1) siswa belajar secara berkelompok sehingga mempunyai pemahaman yang relatif sama, (2) kelas VI akan memasuki ujian akhir sekolah yang biasanya menghadapi soal keterampilan proses sains pada saat ujian untuk mata pelajaran IPA, (3) dengan pembelajaran kooperatif diharapkan keterampilan proses sains dapat diajarkan kepada siswa, (4) guru akan memperoleh model pendekatan baru dalam pembelajaran IPA, (5) sekolah memperoleh seperangkat pembelajaran sains dengan pembelajaran kooperatif untuk topik bahasan listrik, (5) guru dapat menularkan kepada teman sejawat dalam hal pembelajaran kooperatif, dan (6) guru mendapat pengalaman bagaimana melakukan penelitian tindakan kelas.

D. PERUMUSAN MASALAH
Dari latar belakang masalah di atas dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut: bagaimana meningkatkan keterampilan bekerjasama dan keterampilan proses sains siswa? Untuk mengatasi masalah tersebut dilakukan tindakan dengan menggunakan pendekatan pembelajaran kooperatif untuk pokok bahasan listrik. Pendekatan tersebut diawali dengan analisis kurikulum SD, membuat perangkat pembelajaran (modul untuk siswa, modul untuk guru, dan tes), ujicoba modul, guru model, pelaksanaan modul di kelas dan pengumpulan data, analisis data, dan pembuatan laporan.

E. TINJAUAN PUSTAKA
Menurut Hammes (1996) hasil belajar Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) siswa Sekolah Dasar (SD), yang ditunjukkan oleh Nilai Ebtanas Murni (NEM), sekarang Ujian Akhir Nasional (UAN), biasanya paling rendah di antara matapelajaran lainnya. Berbagai penyebab rendahnya prestasi belajar ini telah diidentifikasi, antara lain adalah minimnya pengetahuan IPA guru SD, aktivitas kelas terfokus pada guru, ketersediaan buku penunjang, dan peralatan yang masih terbatas.
Aktivitas kelas terfokus pada guru menurut Hammes sejalan dengan yang dikemukakan Weber (1999) bahwa kegiatan belajar mengajar (KBM) IPA SD tidak terstruktur, tidak ada kegiatan, guru banyak ceramah, dan proses pengembangan keterampilan dan pengamatan siswa kurang. Padahal menurut Joyce, et al. (1992) pengajaran sains di sekolah seharusnya diintegrasikan dengan pengajaran tentang berfikir dan keterampilan.
Sejalan dengan Hammes, penelitian Hinduan (2001) menemukan bahwa kelemahan pengajaran IPA, terutama di SD bersumber dari: (1) siswa, mengalami kesulitan dalam memahami konsep sains yang diajarkan, (2) kurikulum, bahwa kurikulum sains terkemas dalam satu paket dengan beberapa konsep sains yang lain sehingga guru tidak mempunyai waktu yang cukup untuk mengajarkan konsep sains secara rinci, di sisi lain mereka dituntut harus menyelesaikan materi pengajaran tepat waktu, dan (3) faktor guru, secara umum guru mengalami kesulitan strategi pengajaran yang harus digunakan untuk mengajarkan sains, karena kebanyakan guru SD adalah lulusan Sekolah Pendidikan Guru (SPG) dan Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD) yang tidak siap mengajarkan sains di SD. Di samping itu adanya hasil pengamatan yang menunjukkan bahwa lulusan PGSD tidak dapat mengajar sains dengan baik, khususnya dalam mengintegrasikan materi pelajaran dengan strategi pengajaran yang harus digunakan. Dengan demikian temuan Hinduan ini memperkuat apa yang dikemukakan Hammes.
Memahami IPA tidak hanya mengetahui fakta-fakta, tetapi juga harus memahami proses IPA, yakni memahami bagaimana mengumpulkan fakta-fakta dan memahami bagaimana menghubungkan fakta-fakta untuk menginterpretasikannya. Dalam kurikulum berbasis kompetensi keterampilan proses sains yang digunakan dalam sains antara lain: mengamati, menggolongkan, mengukur, menggunakan alat, mengkomunikasikan hasil melalui berbagai cara (seperti lisan, tertulis, dan diagram), menafsirkan, memprediksi, dan melakukan percobaan (Depdiknas, 2001). Dengan demikian memahami produk IPA saja belumlah lengkap jika tanpa memahami prosesnya.
Ahli sains menggunakan prosedur empirik dan analitik untuk memahami gejala-gejala alam. Prosedur-prosedur tersebut disebut dengan proses ilmiah atau proses sains. Keterampilan proses sains merupakan keterampilan yang dilakukan oleh saintis dalam melakukan penyelidikan. Sejumlah pakar mengklasifikasi keterampilan proses sains menjadi keterampilan proses sains dasar dan keterampilan proses sains terpadu (Funk, et al. 1979). Keterampilan proses sains dasar meliputi pengamatan, klasifikasi, komunikasi, prediksi, melakukan percobaan, dan inferensi.
Keterampilan proses sains perlu dikembangkan pada peserta didik melalui pembelajaran. Pembelajaran harus dirancang dengan kaya aktivitas tangan (hands-on activity) dan aktivitas berpikir (minds-on activity), sehingga dapat memberi kesempatan kepada peserta didik berfikir untuk menemukan fakta-fakta, membangun konsep, teori-teori dengan keterampilan proses sains dan sikap ilmiah peserta didik sendiri. Dengan demikian keterampilan berpikir perlu diajarkan kepada peserta didik.
Berpikir merupakan proses mental yang dapat menghasilkan mengetahuan. Dalam proses berpikir terjadi kegiatan penggabungan antara persepsi dan unsur-unsur yang ada dalam pikiran, kegiatan manipulasi mental karena adanya rangsangan dari luar untuk membentuk pemikiran, penalaran dan keputusan, serta kegiatan memperluas aturan yang telah diketahui untuk memecahkan masalah (Costa and Presseinsen, 1985). Di samping itu keterampilan berpikir dapat berkembang dan dapat dipelajari (Nickerson, et al., 1985).
Keterampilan berpikir dapat dikelompokkan menjadi keterampilan berpikir dasar dan keterampilan berpikir kompleks (Costa and Presseisen, 1985). Proses berpikir dasar merupakan gambaran dari proses berpikir rasional yang mengandung sekumpulan proses mental dari yang sederhana menuju yang kompleks (Novak, 1979). Aktivitas yang termasuk ke dalam keterampilan berpikir dasar adalah menghafal, membayangkan, mengelompokkan, menggeneralisasikan, membandingkan, mengevaluasi, menganalisis, mensintesis, mendeduksi, dan menyimpulkan.
Keterampilan berpikir tersebut perlu dikembangkan pada peserta didik sedini mungkin melalui pembelajaran di kelas. IPA sebagai salah satu mata pelajaran di SD merupakan sarana yang potensial untuk mengembangkan keterampilan berpikir siswa. Melalui konsep-konsep IPA dapat dirancang suatu kegiatan pembelajaran yang banyak melibatkan kegiatan observasi, klasifikasi, pengumpulan data, dan kegiatan lain secara berkelompok. Dalam kelompok tersebut siswa saling bekerjasama guna mengembang-kan keterampilan berpikir dalam rangka menemukan suatu konsep. Oleh karena itu pembelajaran harus dirancang sedemikian rupa sehingga dapat mengembangkan keterampilan berpikir siswa.
Kurikulum SD yang akan datang untuk mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (sains) dirancang berbasis kompetensi. Kompetensi umum sains di sekolah dasar yang harus dicapai di antaranya adalah mampu bersikap ilmiah dengan penekanan pada sikap ingin tahu, bertanya, dan bekerjasama (Depdiknas, 2001). Jadi, bekerjasama merupakan kompetensi umum yang harus dimiliki oleh lulusan siswa sekolah dasar dan hal ini hanya dapat dilakukan dengan cara berkelompok.
Model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai setidak-tidaknya tiga tujuan pembelajaran penting, yaitu (1) hasil belajar akademik, (2) penerimaan terhadap keragaman, dan (3) pengembangan keterampilan sosial. Kerja kelompok kooperatif sebagaimana digambarkan oleh Dewey dan Thelan berjalan melampaui hasil belajar akademik. Tingkah laku kooperatif dipandang sebagai dasar demokrasi dan sekolah dipandang sebagai laboratorium untuk mengembangkan tingkah laku demokrasi. Senada dengan Dewey dan Thelan, Allport menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif lebih banyak meningkatkan hasil belajar daripada pembelajaran individual atau kompetitif (Muslimin, dkk. 2000).
Teori perkembangan mengasumsikan bahwa interaksi antar siswa di sekitar tugas-tugas yang sesuai, meningkatkan penguasaan mereka terhadap konsep-konsep yang sulit. Selain unggul dalam membantu siswa memahami konsep-konsep sulit, model pembelajaran kooperatif sangat berguna untuk membantu siswa menumbuhkan kemampuan kerjasama.
Penerapan pendekatan pembelajaran kooperatif menunjukkan bahwa siswa lebih mudah menemukan dan memahami konsep-konsep yang sulit jika mereka saling mendiskusikan masalah tersebut dengan temannya. Siswa secara rutin bekerja dalam kelompok (empat orang dalam satu kelompok) untuk saling membantu memecahkan masalah-masalah yang kompleks. Penekanan pada hakekat sosial dalam belajar dan penggunaan kelompok sejawat untuk memudahkan cara berfikir yang sesuai, saling mengemukakan, dan saling meluruskan kekeliruan pengertian atau miskonsepsi-miskonsepsi di antara mereka sendiri merupakan unsur kunci dari konsepsi Piaget dan Vigotsky tentang perubahan kognitif (Pontecorvo, 1993).
Terdapat enam langkah utama atau tahapan dalam pelajaran yang menggunakan pembelajaran kooperatif. Langkah-langkah tersebut ditunjukkan pada Tabel 1.

Tabel 1. Langkah-langkah Model Pembelajaran Kooperatif
No. Fase Tingkah Laku Guru
1. Fase 1:
Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa Guru menyampaikan tujuan pelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi siswa belajar
2. Fase 2:
Menyajikan informasi Guru menyajikan informasi kepada siswa dengan jalan demonstrasi atau lewat buku bacaan
3. Fase 3:
Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok-kelompok belajar Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan transisi secara efisien
4. Fase 4:
Membimbing kelompok bekerja dan belajar Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas mereka
5. Fase 5:
Evaluasi Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya
6. Fase 6:
Memberikan penghargaan Guru mencari cara-cara untuk menghargai baik upaya maupun hasil belajar individual dan kelompok

Melalui tindakan pembelajaran menggunakan modul dengan pendekatan pembelajaran kooperatif diduga dapat meningkatkan perolehan proses belajar IPA. Di samping itu modul bagi siswa (MBS) yang bercirikan kooperatif diduga pula dapat meningkatkan perhatian siswa, meningkatkan keterampilan bertanya siswa, meningkatkan hasil belajar siswa melalui penerapan pengetahuan, bekerjasama memecahkan masalah, menemukan sesuatu untuk dirinya, dan saling mendiskusikan masalah tersebut dengan teman sejawat.

F. TUJUAN PENELITIAN bagaimana
Tujuan penelitian ini adalah: (1) meningkatkan keterampilan bekerjasama dan keterampilan proses sains siswa, (2) memberikan alternatif pendekatan pembelajaran IPA kepada guru, dan (3) meningkatkan profesionalisme guru melalui penelitian tindakan kelas.

G. KONTRIBUSI PENELITIAN
Jika penelitian ini dilaksanakan akan mempunyai kontribusi bagi siswa, guru, dan sekolah. Bagi siswa yaitu adanya perubahan prestasi belajar, khususnya dalam keterampilan proses sains. Bagi guru, (1) guru dapat menggunakan metode dan perangkat pembelajaran yang tepat untuk matapelajaran IPA, (2) guru mendapat pengalaman bagaimana melakukan penelitian tindakan kelas, dan (3) meningkatkan profesionalisme guru. Bagi sekolah dengan adanya guru yang profesional akan meningkatkan mutu sekolah.

H. METODE PENELITIAN
Penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas (classroom action research). Tahapan penelitian meliputi (1) diskusi dengan guru kelas untuk mengetahui masalah-masalah dalam pembelajaran IPA, (2) mengidentifikasi masalah dan menentukan prioritas masalah yang akan dikenai tindakan, (3) menentukan tindakan, (4) merencanakan tindakan, (5) pelaksanaan tindakan, dan (6) refleksi terhadap tindakan yang dilakukan. Paradigma penelitian dapat dilihat pada gambar paradigma penelitian.

a. Setting Penelitian
Penelitian tindakan kelas ini akan dilaksanakan di kelas VI Sekolah Dasar Negeri Lidah Kulon II Kecamatan Lakarsantri Kotamadya Surabaya. Jumlah siswa sebanyak 44 orang yang terdiri dari 26 orang siswa perempuan (59,09%) dan 18 orang siswa laki-laki (40,91%). Penelitian ini direncanakan dilakukan pada semester II tahun pelajaran 2002/2003. Subyek penelitian ini adalah siswa kelas VI yang dibagi menjadi 11 kelompok. Pembagian kelompok dilakukan secara acak dan setiap kelompok terdiri dari 4 (empat) orang siswa. Sebagai fokus penelitian ditentukan tiga kelompok secara acak, setiap kelompok diwakili dua orang, enam orang siswa inilah yang menjadi fokus penelitian, sedangkan siswa yang lain tetap diamati menggunakan catatan lapangan (field note).

b. Jenis Data
Ada tiga kelompok data yang diperoleh dalam penelitian ini.
1) Data hasil observasi, terdiri dari tiga jenis data, yaitu:
(a) Aktivitas guru dan siswa selama kegiatan pembelajaran,
(b) Keterampilan kooperatif siswa selama pembelajaran,
(c) Kemampuan guru mengelola kegiatan pembelajaran,
Data hasil observasi tersebut didapat melalui pengamatan di kelas menggunakan lembar observasi.

Catatan:
Sebelum guru melakukan tindakan kelas, guru dilatih menggunakan model perangkat pembelajaran kooperatif dengan teknik modeling. Prosedur yang dilakukan mencakup: (1) orientasi model pembelajaran yang disampaikan peneliti, (2) guru model (peneliti) melakukan pembelajaran simulasi, sedangkan guru mitra mengamati dan memberi pertanyaan atau masukan terhadap pelaksanaan model, dan (3) setelah mengamati guru model, guru mitra melakukan pembelajaran dengan topik yang sama seperti dilakukan oleh guru model.
2) Data hasil angket terdiri dari tiga, yaitu:
(a) Respon guru terhadap kegiatan dan komponen pembelajaran,
(b) Respon siswa terhadap kegiatan dan komponen pembelajaran.
Data hasil angket respon siswa terhadap keterbacaan perangkat pembelajaran didapat melalui angket sebelum tindakan dilakukan, sedangkan hasil angket yang lain didapat melalui angket yang diberikan kepada siswa dan guru setelah dilakukan tindakan pembelajaran menggunakan modul bercirikan kooperatif.
3) Data tes hasil belajar, yaitu tentang penguasaan konsep, keterampilan berfikir rasional, keterampilan sains untuk materi listrik. Tes tersebut diberikan sebelum dan sesudah kegiatan pembelajaran.
4) Data tentang keefektifan tindakan menggunakan pembelajaran kooperatif untuk mengajarkan materi listrik di SD kelas VI ditentukan berdasarkan keefektifan aktivitas guru dan siswa, keterampilan kooperatif siswa dalam kegiatan pembelajaran, kemampuan guru dalam mengelola kegiatan pembelajaran, pencapaian hasil belajar siswa, dan ketercapaian tujuan pembelajaran.
c. Analisis Data
Data hasil observasi, angket, dan keefektifan pembelajaran dianalisis dengan menggunakan statistik dekriptif, sedangkan hasil tes awal dan tes akhir dianalisis menggukan uji rata-rata.

I. JADWAL PELAKSANAAN
Agar kegiatan penelitian ini sesuai dengan waktu yang ditentukan, maka perlu dibuat jadwal kegiatan. Jadwal kegiatan penelitian dapat dilihat pada Tabel 2 berikut ini.
Tabel 2. Uraian dan Jadwal Kegiatan Penelitian
No Jenis Kegiatan Bulan Ke
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
1. Survai pendahuluan (diskusi dengan guru) untuk mengetahui masalah riil yang dihadapi
2. Kajian literatur
3. Analisis kurikulum pendidikan dasar (SD)
4. Pembuatan perangkat pembelajaran (modul untuk siswa dan guru)
5. Ujicoba perangkat, revisi, dan guru model
6. Pelaksanaan tindakan (siklus 1) dan merekam data (pengamatan, tes, analisis data, dan diskusi hasil)
7. Analisis data penelitian, diskusi, dan refleksi (menghasilkan siklus 2)
8. Penulisan Laporan
9. Seminar, penggandaan, & pengiriman laporan
J. PERSONALIA PENELITIAN
Personalia penelitian ini terdari dari 1 (satu) orang ketua penelitian dan 3 (tiga) orang anggota peneliti. Personalia penelitian dapat dilihat seperti berikut ini:
1. Ketua Peneliti :
a. Nama lengkap dan Gelar :.........................
b. Golongan Pangkat dan NIP : ...............................
c. Jabatan fungsional : ........................................
d. Jabatan Struktural : ..............................
e. Fakultas/Program Studi : .......................................
f. Perguruan Tinggi : ....................................
g. Bidang Keahlian : ....................................
h. Waktu untuk Penelitian ini : .............................


2. Anggota Peneliti :

a. Nama lengkap dan Gelar : .............................
b. Golongan Pangkat dan NIP : .............................
c. Jabatan fungsional : ...............................
d. Jabatan Struktural : -
e. Fakultas/Program Studi : .................................
f. Perguruan Tinggi : ..................................
g. Bidang Keahlian :..............................
h. Waktu untuk Penelitian ini : ..............................

3. Guru yang terlibat :
a) Nama : ........................
Bidang Studi : ................................
b) Nama : ......................
Bidang Studi : ....................................



K. LAMPIRAN-LAMPIRAN
1. Daftar Pustaka
Costa, A. L. and Presseisen, B. Z. (1985). Glossary of Thinking Skill, in A.L. Costa (ed). Developing Minds: A Resource Book for Teaching Thinking. Alexandria: ASCD.

Depdiknas. (2001). Kurikulum Berbasis Kompetensi Mata Pelajaran Sains Sekolah Dasar. Jakarta: Pusat Kurikulum Badan Penelitian dan Pengembangan Depdiknas.

Funk, J. J., et al. (1979). Learning Science Process Skills. Iowa: Kendal/Hunt Publishing Company.

Hammes, Otto. (1996). Science in Primary Educational Level. Makalah disampaikan pada Forum Komunikasi Integral Vertikal Pendidikan Sains di Cisarua Bogor tanggal 28-30 Oktober 1996.

Hinduan, A. Achmad. (2001). The Development of Teaching and Learning Science Models at Primary School and Primary School Teacher Education. Final Report. Departemen of National Education.

Joyce, et al. (1992). Models of Teaching, 4th Ed. Boston: Allyn and Bacon.

Muslimin, I., Fida, R., Mohamad, N., dan Ismono. (2000). Pembelajaran Kooperatif, Pusat Sains dan Matematika Sekolah Program Pascasarjana UNESA. Surabaya: University Press.

Nickerson, R.A., et al. (1985). The Teaching of Thinking. New Jersey: Lawrence Erlbaum Associates Publishers.

Novak, J.D. and Gowin, D.B. (1979). Learning How to Learn. Cambridge: Cambridge University Press.

Pontecorvo, C. (1993). Social interaction in the acquisition of knowledge. Educational Psychology Review, 5(3) 293-310.

Weber, Klaus. (1999). Struktur Pembelajaran IPA dengan Belajar Penemuan. Makalah disampaikan pada Seminar Nasional Calon Konsultan SEQIP di Wisma Universitas Terbuka Jakarta tanggal 30 Juni 1999 s.d. 7 Juli 1999.

Posting Komentar

0 Komentar