Terbaru

6/recent/ticker-posts

METODE SIMULASI DALAM PEYUSUNAN PTK



Simulasi telah lama digunakan dalam pendidikan. Simulasi digunakan untuk pendidikan militer dalam latihan perang bagi personal militer. Simulator penerbangan misalnya dikembangkan untuk melatih pilot militer maupun pilot komersial. Simulator ruang angkasa digunakan untuk melatih astronut, demikian pula simulator otomobil dipakai untuk melatih para sopir.
Pemanfaatan simulasi untuk pembelajaran dikelas, menurut Tornyay dan Thompson (1982:23), juga bukan hal yang baru. Game atau permainan sebagai salah satu jenis simulasi, digunakan dalam pembelajaran menulis pada awal tahun 1775 (Knight, 1949). James (1908) telah mendorong guru untuk membuat belajar lebih berorientasi pada aktivitas. Akhir-akhir ini, para pendidik berargumentasi bahwa variasi pengalaman dan aktivitas dalam belajar bagian yang penting dari keseluruhan situasi belajar (Carlson,1969).

Simulasi menjadi penting seiring dengan perubahan pandangan pendidikan, dari proses pengalihan isi pengetahuan kearah proses pengaplikasian teori ke dalam realita pengalaman kehidupan. Lebih lanjut, pengenalan teknik simulasi lebih merupakan kegiatan untuk membantu siswa dalam mengembangkan keterampilan menemukan dan memecahan masalah. Sehingga pada giliranya melalui simulasi, dapat meningkatkan efektivitas keterampilan siswa dalam menemukan dan memecahkan masalah untuk saat yang akan datang. Teknik simulasi dapat memberikan pengalaman langsung kepada siswa, akan menjadi bagian dari suasana pendidikan. Secara formal penggunaan simulasi dalam pendidikan sekitar tahun 1959 (Rossi dan Briddle, 1966). Pada tahun 1964, sekolah tinggi Bisnis telah menetapkan simulasi manajemen sebagai bagian dari kurikulum yang standar (Dale dan Klassen, 1964). Teknik simulasi digunakan dalam pendidikan medis sejak pertengahan tahun 1960-an (Barrows,1968; Hoban, 1978). Pendidik di lingkungan sekolah perawat juga telah menggunakan teknik simulasi bertahun-tahun, meskipun istilah tersebut baru digunakan pada tahun-tahun akhir ini (Tornyay dan Thompson, 1982: 24). Sebagai misal dalam latihan keterampilan dasar setting laboratorium, latihan memahami perasaan pasien, latihan hubungan interpersonal, dan latihan keterampilan mengintervensi keadaan darurat.
A. Pengertian Simulasi
Beberapa buku yang menguraikan simulasi, kurang konsisten dalam menggunakan istilah simulasi. Istilah simulasi sering dipertukarkan dengan istilah game atau permainan. Robinson (1966) menyatakan bahwa simulasi sering berganti nama game. Coleman (1970) mendefinisikan simulasi dan game secara berbeda. Tornyay dan Thompson (1982:24), menyebutkan beberapa penulis berikut ini memberikan petunjuk dalam mengembangkan definisi yang dapat membantu untuk mengklarifikasi dan membedakan istilah simulasi dan game (Clarlson, 1969; Tansey dan Unwin, 1969; Raser, 1969; Abt, 1971; Curtis dan Rothert, 1972; Cruickshank,1977; Rockler,1978; McKe-achie,1978; Thiagarajan dan Stolovich, 1978; Cooper, 1979).
Simulation: A realistic representation (model) of structure or dynamics of a real thing or process with which the participant, as an active part of the experience, interacts with person or thing in the environment, applies previously learned knowledge to make respones (decicions and action to deal with a problem or situation, and recieves feedback about responses without the direct real-life consequences. Game: An activity governed by precise rules that involves varying degrees of chance or risk and one or more players who compete (with self, the game, one another, or a computer) through the use of knowledge, skill, strength, or luck in an attempt to reach a specified goal (gain an intrinsic or extrinsic rreward) Simulation Game: An activity that incorporates the characteristic of both a simulationand a game; a game that also models some real life situation or proces.
Simulasi adalah tiruan perbuatan yang hanya pura-pura. Simulasi dari kata simulate yang artinya pura-pura atau berbuat seolah-olah; dan simulation artinya tiruan atau perbuatan yang pura-pura. Menurut kamus Inggris-Indonesia ( Echols dan Shadily, 1975:527), simulation artinya pekerjaan tiruan atau meniru, sedang simulate, artinya menirukan, pura-pura atau berbuat seolah-olah. Dengan demikian simulasi adalah peniruan atau perbuatan yang bersifat menirukan suatu peristiwa seolah-olah seperti peristiwa yang sebenarnya. Permainan drama adalah permainan simulasi dimana peristiwa yang diperankan oleh para pemegang peran menggambarkan peristiwa yang seolah-olah peristiwa yang sebenarnya. Dalam dunia penerbangan, sebelum menerbangkan pesawat yang sebenarnya, para calon pilot terlebih dahulu dilatih dengan menggunakan pesawat tiruan yang disebut simulator.
B. Manfaat Simulasi
Beberapa penulis menyebutkan manfaat simulasi, diantaranya adalah berikut ini. Simulasi dapat meningkatkan motivasi dan perhatian anak terhadap topik, dan belajar anak, serta meningkatkan keterlibatan langsung dan partisipasi aktif siswa dalam belajar. Meningkatkan kemampuan siswa dalam belajar kognitif, meliputi informasi faktual, konsep, prinsip dan keterampilan membuat keputusan. Belajar siswa lebih bermakna.
Meningkatkan afektif, atau sikap dan persepsi anak terhadap isu yang berkembang di masyarakat. Meningkatkan sikap empatik dan pemahaman adanya perbedaan antara dirinya dengan orang lain. Afeksi umum anak meningkat, kesadaran diri dan pandangan terhadap orang lain lebih efektif. Struktur kelas dan pola interaksi kelas berkembang, hubungan guru—siswa hangat, mendorong kebebasan anak dalam mengeksplorasi gagasan, peran guru minimal sedang otonomi anak meningkat, meningkatkan tukar pendapat dari pandangan anak yang berbeda-beda.
C. Tujuan simulasiUntuk melatih keterampilan tertentu, baik yang bersifat profesional maupun bagi kehidupan sehari-hari. Untuk memperoleh pemahaman tentang suatu konsep atau prinsip. Untuk latihan memecahkan masalah. Mengembangkan sikap, dan pemahaman terhadap orang lain. Untuk meningkatkan partisipasi belajar yang optimal. Untuk meningkatkan motivasi belajar siswa, karena simulasi sangat menarik dan menyenangkan anak. Melatih anak untuk bekerjasama dalam kelompok secara efektif. Menimbulkan dan memupuk kreatifitas siswa. Melatih anak untuk memahami dan menghargai peran temannya.
D. Prinsip-Prinsip Simulasi
Beberapa prinsip yang perlu diperhatikan guru manakala menggunakan simulasi untuk pembelajaran.
a. Simulasi dilakukan oleh kelompok siswa.
b. Tiap kelompok mendapat kesempatan melaksanakan simulasi yang sama atau dapat juga berbeda.
c. Semua siswa harus terlibat langsung menurut peranan masing- masing. Penentuan topik disesuaikan dengan tingkat kemampuan kelas, dibicarakan oleh siswa dan guru.
d. Dalam simulasi seyogyanya dapat dicapai ketiga domain psikis.
e. Hendaknya yang diusahakan terintegrasinya beberapa ilmu. Petunjuk simulasi hendaknya dibuat secara jelas dan mudah dipahami anak terutama bagi pemegang peran.
f. Simulasi adalah latihan keterampilan motorik maupun sosial yang dapat memberikan pengalaman belajar bagi siswa dalam menghadapi keadaan yang sebenarnya.
g. Pelaksanaan simulasi perlu menggambarkan situasi yang lengkap, proses yang rinci dan urut yang sesuai dengan situasi yang sesungguhnya.
E. Bentuk-Bentuk Simulasi
Menurut Gilstrap dengan melihat sifat tiruannya, simulasi itu dapat berbentuk: (1) Role Playing, (2) Sosiodrama, dan (3) simulation game atau permainan. Sedang menurut Hayan dalam bukunya “Ways of Teaching”, simulasi merupakan salah satu metode yang termasuk dalam kelompok Role Playing. Bentuk-bentuk Role Playing lainnya adalah Sosiodrama, Permainan, dan Dramatisasi. Secara rinci, bentuk-bentuk simulasi tersebut adalah berikut ini.
1. Peer teaching
Peer teaching dapat dikategorikan sebagai simulasi mengingat peer teaching adalah latihan mengajar yang dilakukan seorang mahasiswa dimana dia bertindak seolah-olah sebagai guru dan teman sekelasnya seolah-olah sebagai murid suatu sekolah tertentu. Peer teaching ini banyak dipraktekan siswa atau mahasiswa di sekolah calon guru, untuk meningkatkan keterampilan mengajarnya, sebelum mengajar siswa yang sebenarnya pada saat praktek.
2. Sosiodrama
Sosiodrama adalah salah satu bentuk simulasi, yakni suatu drama yang bertujuan untuk menemukan alternatif pemecahan masalah-masalah sosial yang timbul dalam hubungan antar anggota sosial. Masalah-masalah sosial yang cocok untuk sosiodrama misalnya, masalah konflik antara anggota keluarga, konflik antara buru dengan majikan, konflik antara masyarakat dengan pimpinannya, dan sejenisnya.
Bagi siswa, dengan metode simulasi utamanya melalui sosio-drama dapat belajar menemukan alternatif pemecahan masalah sosial yang berkembang dimasyarakat. Dengan disosiodramakan, siswa dapat mengimajinasikan masalah sehingga terdorong untuk menemukan alternatif pemecahannya.
F. Langkah-Langkah Pelaksanaan Simulasi
Wilkins (1982:142) menyebutkan langkah-langkah simulasi sebagai berikut.
a. Guru menjelaskan ciri dan tujuan simulasi.
b. Guru memberikan pengantar simulasi, menjelaskan peran-peran, memilih pemegang peran, menjelaskan prosedur dan membagikan bahan.
c. Pelaksanaan simulasi.
d. Guru memimpin diskusi tindak lanjut.
Joyce dan Weil (1992: 365) menyebutkan, pelaksanaan simulasi memiliki empat fase, yakni : (1) Fase orientasi, (2) fase latihan, (3) fase simulasi, dan (4) fase debriefing (pemantapan–tanyajawab atau wawancara).
a. Fase orientasi, berisi penjelasan guru tentang topik dan memberikan gambaran tentang simulasi.
b. Fase latihan, Guru menjelaskan skenario atau jalannya cerita, aturan main, pemegang peran, prosedur keputusan yang harus diambil, dan tujuan, membagi peran, dan memberikan kesempatan anak untuk berkordinasi dan berlatih sesuai dengan peran masing-masing.
c. Fase pelaksanaan simulasi. Siswa pemegang peran melaksanakan simulasi sesuai dengan jalan cerita yang sudah ditentukan. Selama simulasi berlangsung, guru berperan sebagai wasit dan pelatih. Secara periodik guru dapat menghentikan permainan siswa dan memberikan koreksi atau balikan, mengevaluasi penampilan pemegang peran dan mengklarifikasi kekeliruan dalam memainkan peran.
d. Fase debriefing, berisi guru mengkonsentrasikan perhatian anak pada: (1) persepsi dan reaksi anak terhadap peristiwa simulasi, (2) menganalisis proses simulasi, (3) membandingkan simulasi dengan realitas yang sebenarnya, (4) menghubungkan aktivitas simulasi dengan bahan belajar, (5) simulasi lanjutan.
G. Keuntungan Simulasi
Hoban dan Casberque (dalam Tornyay dan Thompson, 1982:39) menyebutkan penggunaan simulasi dalam pembelajaran, dapat memudahkan (1) belajar dan retensi hasil belajar, (2) transfer hasil belajar, (3) pemahaman siswa, (4) pembentukan sikap, dan (5) motivasi belajar. Wilkins (1990:138), menyebutkan keuntungan-keuntungan simulasi antara lain adalah berikut ini: (1) simulasi dapat melibatkan anak untuk melakukan sesuatu, sehingga meningkatkan partisipasi anak secara aktif, (2) simulasi dapat mendekatkan belajar anak dengan kenyataan-kenyataan sosial yang ada dimasyarakat yang sebenarnya, (3) simulasi dapat mengembangkan isu-isu yang dapat memberi petunjuk dalam mencapai keberhasilan diskusi, (4) simulasi melibatkan anak untuk berbuat sesuatu dalam belajarnya, (5) simulasi dapat melibatkan afektif anak, sebagaimana halnya aspek kognitif, (6) simulasi dapat mendorong motivasi anak dalam belajarnya terutama anak yang tidak memiliki motivasi dalam belajar secara tradisional.
Ornstein (1990:356) menyebutkan empat keuntungan penggunaan metode simulasi adalah: (1) simulasi merupakan alat motivasi belajar yang sangat baik, (2) keberhasilan simulasi menuntut penggunaan beberapa keterampilan dan teknik dan praktek, hubungan antara belajar dan hiburan, (3) simulasi penuh cara untuk membuat topik dari kehidupan, (4) keberhasilan simulasi sangat menyenangkan (rewarding) bagi guru. Mereka dapat duduk dibelakang menikmati permainan siswa yang penuh dengan keaktifan belajar. Pendek kata, simulasi memberi kesempatan kepada siswa untuk mendekatkan diri dengan pengalaman kehidupan yang nyata. Simulasi merupakan metode yang baik untuk pembelajaran moral, etik, klarifikasi nilai, dan pendidikan sikap.
H. Rambu-Rambu Penggunaan dan Pelaksanaan Metode Simulasi
Ornstein, (1990:357) memberikan rambu-rambu dalam penggunaan dan pelaksanaan simulasi. Rambu-rambu yang dimaksud antara lain berikut ini. Setiap penggunaan dan atau pelaksanaan simulasi harus didasarkan atas tujuan pembelajaran. Tujuan penggunaan simulasi adalah memungkinkan siswa untuk memahami ciri-ciri masalah dan bagaimana memecahkan masalah.
Simulasi digunakan untuk pembelajaran berfikir dan sarana sosialisasi bagi siswa untuk kelas rendah. Simulasi harus dipandang sebagai kegiatan untuk mendapatkan pengalaman belajar. Penggunaan simulasi harus berhubungan dengan isi mata pembelajaran (keterampilan, pemahaman konsep, dan nilai), dan isi mata pembelajaran tersebut harus berkaitan dengan kenyataan hidup yang sebenarnya. Hanya variabel, hal, atau masalah yang yang signifikan yang disimulasikan. Dalam simulasi, peran yang dimainkan oleh siswa harus jelas. Jika hal-hal yang telah terjadi di masyarakat disimulasikan, maka variabel atau latarbelakang yang ada dalam situasi kehidupan masyarakat tersebut perlu diperkenalkan terlebih dahulu.
Pada saat sejumlah siswa pemain bersimulasi, dan yang lain sebagai pengamat, maka yang lain bertugas untuk mengkaji simulasi. Pemeranan simulasi harus singkat dan jelas. Guru harus mampu menjawab pertanyaan siswa, sebelum simulasi dimulai. Peran mudah dipahami dan mudah diperankan.
Pada akhir simulasi, diskusi adalah penting bagi siswa untuk klarifikasi keterampilan, konsep, dan nilai yang telah dipelajari. Akhir simulasi, diskusi tentang studi kasus, gambaran tentang pengalaman siswa, terapan tentang apa yang diamati dalam kehidupan nyata di masyarakat, saran-saran untuk belajar selanjutnya.
I. Peranan Guru dalam Simulasi
Peranan guru dalam simulasi sangat penting mengingat tugas guru adalah membangkitkan kesadaran anak tentang konsep dan prinsip yang disimulasikan. Di samping itu, guru dalam pelaksanaan simulasi mempunyai fungsi manajerial. Joyce dan Weil (1992:364) mengidentifikasi empat peranan guru dalam model pembelajaran melalui simulasi, yakni:explaining, refereeing, coaching, dan discussing.
Explaining. Siswa mampu melakukan peran-peran dalam simulasi, apabila memiliki pemahaman yang cukup mengenai peran. Demikian pula jalan cerita harus dipahami betul oleh pelaku atau pemegang peran. Pemahaman pelaku terhadap peran yang dimainkan maupun jalannya cerita tidak terlepas dari pentingnya peranan guru. Sebelum simulasi dimulai, guru perlu memberikan gambaran tentang jalannya cerita. Selain itu, gambaran tokoh-tokoh cerita beserta karakterisasinya. Gambaran yang disampaikan guru tersebut dimaksudkan untuk memancing daya imajinasi anak, khususnya bagi pemegang peran agar mampu menghayati peran masing-masing.
Refereeing Simulasi digunakan untuk menyediakan pengalaman belajar yang baik. Guru perlu mengontrol partisipasi siswa dalam bersimulasi agar simulasi mampu memberikan pengalaman belajar yang baik tersebut. Sebelum simulasi dilaksanakan, guru perlu menugaskan siswa memilih tim pemegang peran yang sesuai dengan kemampuan anak untuk memegang peran-peran tersebut. Guru perlu menghindari tugas yang sulit bagi anak dalam pemeranan.
Coaching. Guru bertindak sebagai pelatih saat diperlukan, memberikan nasehat agar anak mampu bersimulasi secara betul. Sebagai pelatih, guru akan mendukung dan menasehati tetapi tidak menggurui.
Discussing. Selama simulasi berlangsung, guru bertindak sebagai pemberi penjelasan, wasit, dan pelatih. Sesudah simulasi berakhir, guru perlu membuka diskusi berkaitan dengan signifikansi simulasi dengan kenyataan yang sebenarnya dimasyarakat atau dilapangan. Guru perlu menanyakan kepada siswa utamanya pemain tentang kesulitan dan pemahaman anak dalam bersimulasi, hubungan simulasi dengan matapelajaran yang sedang diikuti.

Posting Komentar

0 Komentar