Pergeseran paradigma dalam pranata pendidikan yang semula terpusat
menjadi desentralistis membawa konsekuensi dalam pengelolaan pendidikan,
khususnya di tingkat sekolah. Kebijakan tersebut dapat dimaknai sebagai
pemberian otonomi yang seluas-luasnya kepada sekolah dalam mengelola
sekolah, termasuk di dalamnya berinovasi dalam pengembangan kurikulum
dan model-model pembelajaran.
Otonomi yang luas itu, hendaknya diimbangi dengan perubahan yang
berorientasi kepada kinerja dan partisipasi secara menyeluruh dari
komponen pendidikan yang terkait. Kondisi ini gayut dengan perubahan
kurikulum yang sedang diluncurkan dewasa ini oleh pemerintah, yakni
kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP). Konsekuensi yang harus
ditanggung oleh sekolah adalah restrukturisasi dalam pengelolaan sekolah
(capacity building), profesionalisme guru, penyiapan infrastruktur,
kesiapan siswa dalam proses belajar dan iklim akademik sekolah.
Kebijakan penerapan KTSP dan pemberian otonomi pendidikan juga
diharapkan melahirkan organisasi sekolah yang sehat serta terciptanya
daya saing sekolah. Sejalan dengan perkembangan teknologi informasi dan
pembelajaran berbasis teknologi informasi yang sangat pesat, hendaknya
sekolah menyikapinya dengan seksama agar apa yang dicita-citakan dalam
perubahan paradigma pendidikan dapat segera terwujud. Kecenderungan yang
telah dikembangkan dalam pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi
(TIK) dalam pembelajaran adalah program e-learning.
Beragam istilah dan batasan telah dikemukakan oleh para ahli
teknologi informasi dan pakar pendidikan. Secara sederhana e-learning
dapat difahami sebagai suatu proses pembelajaran yang memanfaatkan
teknologi informasi berupa komputer yang dilengkapi dengan sarana
telekomunikasi ( internet, intranet, ekstranet )
dan multimedia (grafis, audio, video) sebagai media utama dalam
penyampaian materi dan interaksi antara pengajar (guru/dosen) dan
pembelajar (siswa/mahasiswa).
Model pembelajaran berbasis TIK dengan menggunakan e-learning
berakibat pada perubahan budaya belajar dalam kontek pembelajarannya.
Setidaknya ada empat komponen penting dalam membangun budaya belajar dengan menggunakan model e-learning di sekolah ;
Pertama, siswa dituntut secara mandiri dalam belajar dengan berbagai
pendekatan yang sesuai agar siswa mampu mengarahkan, memotivasi,
mengatur dirinya sendiri dalam pembelajaran.
Kedua, guru mampu mengembangkan pengetahuan dan ketrampilan,
memfasilitasi dalam pembelajaran, memahami belajar dan hal-hal yang
dibutuhkan dalam pembelajaran.
Ketiga tersedianya infrastruktur yang memadai, dan
Keempat administrator yang kreatif serta penyiapan infrastrukur dalam memfasilitasi pembelejaran.
Permasalahan yang dihadapi sekolah saat ini adalah pada tingkat
kesiapan peserta belajar, guru, infrastruktur sekolah, pembiayaan,
efektifitas pembelajaran, sistem penyelenggaraan dan daya dukung sekolah
dalam menyelenggarakan pembelajaran berbasis TIK. Lalu, apakah mungkin
program e-learning dapat dilaksanakan di sekolah? Ini yang menjadi
esensi dari kebermaknaan e-learning di sekolah.
Menyiapkan program e-learning
Pengalaman menunjukan dalam menyiapkan program e-learning tidaklah
sesulit dalam bayangan kita, asalkan kita memiliki kemauan dan komitmen
yang kuat untuk menuju ke arah itu. Tanpa komitmen dan dukungan secara
teknis maka program e-learning di sekolah tidak mungkin akan terealiasi.
Ada tip tentang kunci sukses terealisasinya program e-learning, sejalan
dengan pendapat yang dikemukakan oleh (Bates, 2005) dalam journal of
e-learning volume 5 tahun 2005, yakni adanya
perencanaan dan leadership yang terarah dengan mempertimbangkan
efektifitas dalam pembiayaan, integritas sistem teknologi serta
kemampuan guru dalam mengadapsi perubahan model pembelajaran yang baru
yang sudah barang tentu didukung kemampuan mencari bahan pembelajaran
melalui internet serta mempersiapkan budaya belajar bagi siswa.
Adaempat langkah dalam manajemen pengelolaan program e-learning yakni ;
¯ pertama menentukan strategi yang jelas tentang target audience,
pembelajarannya, lokasi audience, ketersediannya infrastruktur, budget
dan pengembalian investasi yang tidak hanya berupa uang tunai.
¯ Kedua menentukan peralatan misalnya hoste vs installed LMS dan Commercial or OS-LMS,
¯ ketiga adalah adanya hubungan dengan perusahan yang mengembangkan
penelitian berkaitan dengan program e-learning yang dikembangkan di
sekolah.
¯ Ke empat menyiapkan bahan-bahan yang akan dibutuhkan bersifat
spesifik, usulan yang dapat diimplementasikan serta menyiapkan short
response time.
Kesemuanya itu, hendaknya perlu dipikirkan masak-masak dalam konteks investasi jangka panjang.
Membudayakan belajar berbasis TIK
Berkembangnya teknologi pembelajaran berbasis TIK mulai tahun 1995
an, salah satu kendalanya adalah menyiapkan peserta didik dalam budaya
belajar berbasis teknologi informasi serta kurang trampilnya dalam
menggunakan perangkat komputer sebagai sarana belajar, serta masih
terbatasnya ahli dalam teknologi multimedia khususnya terkait dengan
model-model pembelajan. Untuk mempersiapkan budaya belajar berbasis TIK
adalah keterlibatan orang tua murid dan kultur masyarakat akan teknologi
serta dukungan dari lingkungan merupakan faktor yang tidak bisa
diabaikan. Pembentukan kominitas TIK sangat mendukung untuk membudayakan
anak didik dengan teknologi. Model ini telah dikembangkan di Jepang
tepatnya di Shuyukan High School dengan membentuk club yang dinamai
(Information Science Club), yakni sebagai wadah siswa untuk
bersinggungan dengan budaya teknologi.
Kompetensi guru dalam pembelajaran Ada tiga kompetensi dasar yang harus dimiliki guru untuk menyelenggarakan model pembelajaran e-learning.
- Pertama kemampuan untuk membuat desain instruksional (instructional design) sesuai dengan kaedah-kaedah paedagogis yang dituangkan dalam rencana pembelelajaran.
- Kedua, penguasaan TIK dalam pembelajaran yakni pemanfaatan internet sebagai sumber pembelajaran dalam rangka mendapatkan materi ajar yang up to date dan berkualitas, dan
- ketiga adalah penguasaan materi pembelajaran (subject metter) sesuai dengan bidang keahlian yang dimiliki.
Langkah-langkah kongkrit yang harus dilalui oleh guru dalam
pengembangan bahan pembelajaran adalah mengidentifikasi bahan pelajaran
yang akan disajikan setiap pertemuan, menyusun kerangka materi
pembelajaran yang sesuai dengan tujuan instruksional dan pencapainnya
sesuai dengan indikator-indikator yang telah ditetapkan. Bahan tersebut
selanjutnya dibuat tampilan yang menarik mungkin dalam bentuk power
point dengan didukung oleh gambar, video dan bahan animasi lainnya agar
siswa lebih tertarik dengan materi yang akan dipelajari serta diberikan
latihan-latihan sesuai dengan kaedah-kaedah evaluasi pembelajaran
sekaligus sebagai bahan evaluasi kemajuan siswa. Bahan pengayaan
(additional matter) hendaknya diberikan melalui link ke situs-situs
sumber belajar yang ada di internet agar siswa mudah mendapatkannya.
Setelah bahan tersebut selesai maka secara teknis guru tinggal
meng-upload ke situs e-learning yang telah dibuat.
Dalam penetapan kualitas pembelajaran dengan menggunakan model
e-learning telah dikembangkan oleh lembaga Qualitative Standards
Scholarship Assessed: An Evaluation of the Professoriate yang
dikembangkan oleh Glassick, Huber and Maeroff, (2005), dengan
nstrumen-indikator nstrument yang telah dikembangkan meliputi: kejelasan
tujuan pembelajaran, persiapan bahan pembelajaran yang cukup, penyiapan
metoda belajar yang sesuai, menghasilkan hasil pembelajaran yang
signifikan positif, efektifitas dalam mempresentasikan bahan pelajaran
serta umpan balik yang kritis dari peserta didik.
Beberapa hal yang perlu dicermati dalam menyelenggarakan program
e-learning / digital classroom adalah guru menggunakan internet dan
email untuk berinteraksi dengan siswa untuk mengukur kemajuan belajar
siswa, siswa mampu mengatur waktu belajar, dan pengaturan efektifitas
pemanfaatan internet dalam ruang multi media.
Dengan mencermati perkembangan teknologi informasi dalam dunia
pendidikan dan beberapa komponen penting yang perlu disiapkan serta
pengalaman penulis dalam mengembangkan program e-learning maka program
e-learning di sekolah bukanlah suatu hayalan belaka bahkan sesegera
mungkin untuk diwujudkan.
0 Komentar