Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian tindakan kelas ini adalah Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Mata Pelajaran Biologi Kompetensi Dasar Sistem Ekskresi Melalui Penggunaan Model Pembelajaran Quantum Learning Pada Kelas XI IPA-3 Semester 2 Di SMA Negeri 8 Surakarta Tahun Pelajaran 2011/2012. Penelitian ini menggunakan metode Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang dilaksanakan sebanyak dua siklus, masing-masing siklus dilalui dengan empat tahapan, yaitu: (1) perencanaan tindakan; (2) pelaksanaan tindakan; (3) observasi tindakan; dan (4) refleksi tindakan. Subjek penelitian adalah seluruh siswa kelas XI IPA-3 SMA Negeri 8 Surakarta Tahun Pelajaran 2011/2012 dengan jumlah siswa sebanyak 25 anak yang terdiri dari 13 laki-laki dan 12 perempuan. Teknik pengumpulan data menggunakan lembar observasi, dokumentasi dan test. Berdasarkan deskripsi dan hasil yang dicapai dengan penelitian tindakan kelas dapat disimpulkan bahwa Penggunaan Model Pembelajaran Quantum Learning dapat Meningkatkan Hasil Belajar Mata Pelajaran Biologi Kompetensi Dasar Sistem Ekskresi Pada Kelas XI IPA-3 Semester 2 Di SMA Negeri 8 Surakarta Tahun Pelajaran 2011/2012. Hal tersebut dapat dilihat dari hasil penelitian yang menunjukkan peningkatan dari setiap siklus dengan data sebagai berikut 32% (8 dari 25 siswa) belum mencapai KKM sebesar 70 dan 68% atau 17 siswa pada kondisi awal. Sementara pada siklus I jumlah siswa yang mendapatkan nilai diatas standar ketuntasan (70) sebanyak 15 (60%) dan 10 siswa (40%) belum mencapai KKM. Sedangkan pada siklus II sebanyak 92% atau 23 siswa dinyatakan tuntas sedangkan 2 siswa (8%) dinyatakan belum tuntas.
Kata kunci : Quantum Learning, Hasil Belajar.
Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan salah satu kunci untuk memperbaiki kualitas sumber daya manusia sehingga perbaikan kualitas pendidikan harus senantiasa ditingkatkan. Salah satu aspek yang mempengaruhi kualitas pendidikan adalah model pembelajaran. Model pembelajaran penting untuk diperhatikan karena dengan model pembelajaran yang tepat dapat membawa dampak positif dalam menciptakan proses pembelajaran yang berkualitas. Guru berkewajiban meningkatkan dan mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi secara berkelanjutan sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni. Guru perlu memiliki kreatifitas agar dapat membuat suasana kelas dan pembelajaran menjadi nyaman, menyenangkan, dan bermakna sehingga siswa merasa belajar merupakan sesuatu yang menarik dan ditunggu-tunggu.
Salah satu kompetensi dari Ilmu Pengetahuan Alam ( IPA ) yang diberikan di Sekolah Menengah Atas adalah mata pelajaran Biologi, yang diberikan di kelas X, XI, dan XII. Biologi merupakan mata pelajaran inti sehingga siswa dituntut memiliki hasil belajar yang tinggi agar mampu bersaing untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan selanjutnya. Selama semester genap ( 2 ) ini peneliti selaku guru mata pelajaran biologi mengajar cenderung masih bersifat konvensional, guru memberi penjelasan dan siswa mencatat disertai tanya jawab seperlunya kemudian dilanjutkan dengan latihan soal atau tugas. Penggunaan metode ceramah dalam pembelajaran masih sangat dominan. Dari hasil observasi yang peneliti lakukan pada kelas XI IPA-3 sampai pada petengahan semester genap penggunaan metode konvensional ini dapat menghambat daya kritis siswa karena segala informasi yang disampaikan guru biasanya diterima secara mentah tanpa dibedakan apakah informasi itu salah atau benar. Dengan demikian, sulit bagi siswa untuk mengembangkan kreativitas yang dimilikinya secara optimal. Proses pembelajaran demikian membuat siswa kurang berminat dalam belajar Biologi.
Situasi dan kondisi pembelajaran tersebut berpengaruh pada tingkat pencapaian hasil belajar siswa. Peneliti menetapkan kelas XI IPA-3 sebagai subjek penelitian karena di kelas tersebut terdapat masalah mengenai hasil belajar siswa. Batas nilai ketuntasan di SMA Negeri 8 Surakarta adalah 70 namun rata-rata nilai Materi Kompetensi Dasar Sistem Pencernaan mata pelajaran Biologi siswa di kelas XI IPA-3 hanya 66. Dari hasil ulangan harian menunjukkan bahwa 32% (8 dari 25 siswa) belum mencapai KKM sebesar 70 dan 68% atau 17 siswa harus mengikuti program remedial. Ini menunjukkan bahwa hasil belajar Biologi masih sangat rendah.
Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa siswa kelas XI IPA-3 mengenai pembelajaran Biologi dapat disimpulkan bahwa adanya permasalahan hasil belajar tersebut disebabkan oleh:1) Berdasarkan substansi materi, Biologi merupakan pelajaran yang bersifat hafalan dan pemahaman. Sedang jika model pembelajaran yang diterapkan bersifat konvensional akan menjadikan siswa hanya sebagai ”mesin penghafal”. Padahal hasil akhir dari pembelajaran yang diharapkan adalah siswa tidak hanya hafal akan materi yang disampaikan namun siswa dapat memahaminya secara menyeluruh. 2) Kurangnya perhatian guru dalam meningkatkan kerja sama antar siswa dalam proses pembelajaran, sehingga siswa masih bersifat individual dalam belajar. 3) Penyediaan fasilitas pembelajaran sekolah ini sudah sangat baik seperti tersedianya LCD Proyektor pada kelas XI . Namun pada kenyataannya guru belum menggunakan sarana yang tersedia dengan optimal, hal ini terbukti dengan sistem pembelajaran yang diterapkan belum menggunakan laptop dan LCD.
Dengan melihat hasil belajar Biologi pada semester ganjil tersebut, peneliti selaku guru mata pelajaran Biologi pada kelas XI IPA-3 berusaha untuk lebih meningkatkan hasil belajar pada semester genap ini yaitu pada Kompetensi Dasar Sistem Ekskresi. Adanya permasalahan hasil belajar tersebut diperlukan suatu model pembelajaran yang sesuai dengan standar kompetensi dan efektif untuk proses pembelajaran yang bermakna dan menyenangkan, salah satu model yang akan peneliti gunakan adalah model pembelajaran Quantum Learning. Model pembelajaran Quantum Learning merupakan model pembelajaran yang membuat proses belajar menjadi sederhana (simple), menyenangkan (fun), dan efektif. Model pembelajaran ini diharapkan dapat melahirkan siswa-siswa yang tidak hanya memiliki keterampilan akademis, tetapi juga memiliki keterampilan hidup (life skill). Kelas diibaratkan sebagai sebuah konser musik, seperti sebuah konser musik, semua siswa harus memainkan perannya masing-masing dengan terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran sehingga siswa dapat mengingat materi pelajaran yang diberikan dalam waktu yang lama (ingatan jangka panjang).
Kelas harus mempresentasikan masyarakat kecil, di mana siswa berinteraksi. Bentuk-bentuk kegiatan belajar kolaboratif, bekerja dengan team dalam melakukan eksplorasi alam, inkuiri dan tugas-tugas proyek berbasis masalah, merupakan aktivitas belajar yang dapat menghidupkan kelas dan memberi kontribusi terhadap pembentukan kepribadian anak secara utuh. Berdasarkan latar belakang tersebut, peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian tindakan kelas dengan judul ” Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Mata Pelajaran Biologi Kompetensi Dasar Sistem Ekskresi Melalui Model Pembelajaran Quantum Learning Pada Siswa Kelas XI IPA-3 Semester 2 Di SMA Negeri 8 Surakarta Tahun Pelajaran 2011/2012”
Rumusan Masalah.
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: ”Apakah Hasil Belajar Mata Pelajaran Biologi Kompetensi Dasar Sistem Ekskresi Dapat Meningkat Melalui Model Pembelajaran Quantum Learning Pada Siswa Kelas XI IPA-3 Semester 2 Di SMA Negeri 8 Surakarta Tahun Pelajaran 2011/2012?”.
Tujuan Penelitian.
Tujuan penelitian tindakan kelas disini adalah untuk menjawab permasalahan yang telah dirumuskan dalam rumusan masalah di atas. Tujuan dari penelitian ini yaitu Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Mata Pelajaran Biologi Kompetensi Dasar Sistem Ekskresi Melalui Penggunaan Model Pembelajaran Quantum Learning Pada Siswa Kelas XI IPA-3 Semester 2 Di SMA Negeri 8 Surakarta Tahun Pelajaran 2011/2012.
Manfaat Penelitian.
Penelitian tindakan kelas ini diharapkan dapat memberikan manfaat, antara lain : Bagi Siswa, hasil penelitian tindakan kelas ini akan memotivasi siswa sehingga siswa merasa senang belajar Biologi dan dapat memperoleh pengalaman belajar. Bagi Guru, hasil penelitian tindakan kelas ini memberikan masukan bagi guru untuk menggunakan model pembelajaran Quantum Learning dalam proses belajar mengajar di kelas sebagai upaya meningkatkan hasil belajar siswa.
KAJIAN TEORI
Hakikat Hasil Belajar
Hasil belajar merupakan hal penting dalam proses belajar mengajar karena merupakan petunjuk untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan siswa dalam belajar mengajar yang telah dilaksanakan. Sebagai cara untuk menilai kemampuan individual, diwujudkan dalam bentuk nilai yang diberikan kepada siswa berdasarkan kriteria-kriteria yang telah ditetapkan. Di sekolah, hasil belajar dapat dilihat dari penguasaan siswa akan mata-mata pelajaran yang ditempuhnya. Tingkat penguasaan pelajaran atau hasil belajar dalam mata pelajaran tersebut di sekolah dilambangkan dengan angka-angka atau huruf, seperti angka 0-10 pada pendidikan dasar dan menengah dan huruf A, B, C, D pada pendidikan tinggi.
Ngalim Purwanto (2002: 106) menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi proses dan hasil belajar adalah: 1) Faktor yang ada pada diri orang itu sendiri yang disebut faktor individual, meliputi: faktor pertumbuhan, kecerdasan, latihan, motivasi, faktor pribadi. 2) Faktor yang ada diluar individu yang kita sebut faktor sosial, meliputi: faktor keluarga, guru, alat mengajar, lingkungan dan kesempatan, motivasi. Berdasarkan pendapat di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa siswa di dalam melaksanakan proses belajar mengajar dipengaruhi oleh beberapa faktor baik dari dalam diri siswa itu sendiri maupun dari luar. Faktor-faktor yang menyangkut keadaan diri siswa baik keadaan fisik maupun psikologis serta keadaan yang berada di luar diri siswa seperti lingkungan, sangat berpengaruh terhadap hasil belajar yang dicapai.
Evaluasi Hasil Belajar.
Usaha untuk mengetahui hasil belajar peserta didik dapat dilakukan melalui evaluasi. Menurut Slameto (2001: 15-16) evaluasi dapat berfungsi untuk: 1) Mengetahui kemajuan kemampuan belajar siswa.20 Mengetahui status akademis seorang siswa dalam kelompok atau kelasnya.3) Mengetahui penguasaan, kekuatan, dan kelemahan seoarang siswa atas suatu unit pelajaran.4) Mengetahui efesiensi metode mengajar yang digunakan guru.5) Menunjang pelaksanaan bimbingan dan penyuluhan di sekolah yang bersangkutan.6) Memberi laporan kepada siswa dan orang tua siswa.7) Hasil evaluasi dapat digunakan untuk keperluan promosi siswa.8) Hasil evaluasi dapat digunakan untuk keperluan perencanaan pendidikan.9) Merupakan bahan masukan bagi siswa, guru, dan program pengajaran.10) Sebagai alat motivasi belajar mangajar.
Tujuan evaluasi hasil belajar dapat terwujud pelaksanaannya perlu menyesuaikan prosedur dengan menggunakan teknik yang cocok menurut jenis yang diperlukan. Materi yang disampaikan guru dapat dikuasai dengan baik oleh siswa diketahui dengan melihat hasil belajarnya yang diambil melalui tes hasil belajar. Menurut Ngalim Purwanto (2006: 33), “Tes hasil belajar atau achievement test adalah tes yang dipergunakan untuk menilai hasil pelajaran yang telah diberikan oleh guru kepada muridnya, atau oleh dosen kepada mahasiswa, dalam jangka waktu tertentu”. Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa tes hasil belajar adalah teknik atau cara dalam rangka melaksanakan kegiatan evaluasi untuk mengukur kemampuan siswa dalam menjawab dan menyelesaikan pertanyaan yang berkaitan dengan sesuatu yang dipelajarinya.
Hakikat Model Pembelajaran Quantum Learning.
Sugiyanto (2008: 7-15) mengemukakan ada banyak model pembelajaran yang dikembangkan oleh para ahli dalam usaha mengoptimalkan hasil belajar siswa. Model pembelajaran tersebut antara lain terdiri dari: 1)Model Pembelajaran Kontekstual. Model pembelajaran kontekstual merupakan konsep belajar yang mendorong guru untuk menghubungkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa. 2) Model Pembelajaran Kooperatif. Model pembelajaran ini berfokus pada penggunaan kelompok kecil siswa untuk bekerja sama dalam memaksimalkan kondisi belajar untuk mencapai tujuan belajar.3) Model Pembelajaran Kuantum. Model pembelajaran kuantum merupakan rakitan dari berbagai teori atau pandangan psikologi kognitif dan pemrograman neurologi yang jauh sebelumnya sudah ada.4) Model Pembelajaran Terpadu, merupakan model pembelajaran yang memungkinkan siswa baik secara individual maupun kelompok aktif mencari, menggali, dan menemukan konsep serta prinsip secara holistik. 5) Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning – PBL). Merupakan model pembelajaran yang mengambil psikologi kognitif sebagai dukungan teoritisnya.Fokusnya guru memfungsikan diri sebagai pembimbing dan fasilitator.
Model Pembelajaran Quantum Learning.
Akhmad Sudrajat (2008: 1) mengemukakan, ”Quantum Learning ialah strategi, dan seluruh proses belajar yang dapat mempertajam pemahaman dan daya ingat, serta membuat belajar sebagai suatu proses yang menyenangkan dan bermanfaat”. Dalam Quantum Learning, beberapa teknik yang dipakai merupakan teknik meningkatkan kemampuan diri yang sudah populer dan umum digunakan. Bobby DePorter (2007: 14) mengatakan bahwa Quantum Learning berakar dari upaya Georgi Lozanov, seorang pendidik berkebangsaan Bulgaria. Ia melakukan eksperimen yang disebutnya sugesti (suggestology). Prinsipnya adalah bahwa sugesti dapat mempengaruhi hasil situasi belajar, dan setiap detil apa pun memberikan sugesti positif atau negatif. Untuk mendapatkan sugesti positif ada beberapa teknik yang dapat digunakan seperti membuat siswa merasa nyaman berada di kelas, memperdengarkan musik-musik klasik yang dapat meningkatkan daya konsentrasi siswa, mendorong partisipasi siswa untuk lebih aktif, juga menempelkan poster besar yang berisi informasi pada dinding kelas.
Prinsip sugesti (suggestology) hampir sama dengan proses pemercepatan belajar (accelerated learning), yaitu proses belajar yang memungkinkan siswa belajar dengan kecepatan yang mengesankan, dengan upaya yang normal, dan diiringi dengan kegembiraan. Suasana belajar yang efektif diciptakan melalui percampuran antara unsur hiburan, permainan, cara berpikir positif, dan emosi yang sehat. Jadi dapat disimpulkan dalam Quantum learning pemberian sugesti positif berupa penciptaan suasana belajar yang menyenangkan sangat diperlukan. Hal ini bertujuan agar dalam waktu yang relatif singkat proses pembelajaran yang berlangsung dapat mencapai efektifitas belajar yang maksimal yang ditandai dengan perolehan hasil belajar yang baik.
Bobby DePorter (2007: 6) mengatakan bahwa Quantum Learning bersandar pada konsep bawalah dunia mereka ke dunia kita, dan antarkan dunia kita ke dunia mereka. Hal ini menunjukkan, betapa pengajaran Quantum Learning tidak hanya menawarkan materi yang mesti dipelajari siswa. Tetapi jauh dari itu, siswa juga diajarkan bagaimana menciptakan hubungan emosional yang baik. Quantum Learning mencakup aspek penting dalam program neurolinguistik (NLP), yaitu suatu penelitian tentang bagaimana otak mengatur informasi. Program ini meneliti hubungan antara bahasa dan perilaku dan dapat digunakan untuk menciptakan jalinan pengertian siswa dan guru. Para pendidik dengan pengetahuan NLP mengetahui bagaimana menggunakan bahasa yang positif untuk meningkatkan tindakan-tindakan posistif.
Dengan Quantum Learning kita dapat mengajar dengan memfungsikan kedua belahan otak, yaitu otak kiri dan otak kanan pada fungsinya masing-masing. Eksperimen terhadap dua belahan otak tersebut telah menunjukkan bahwa masing-masing belahan bertanggung jawab terhadap cara berfikir, dan masing-masing mempunyai spesialisasi dalam kemampuan-kemampuan tertentu, walaupun ada beberapa pesilangan dan interaksi antara kedua sisi. Proses berpikir otak kiri bersifat logis, sekuensial, linear, dan rasioanal. Walaupun berdasarkaan realitas, otak kiri mampu melakukan penafsiran abstrak dan simbolis. Cara berfikirnya sesuai untuk tugas-tugas teratur seperti ekspresi verbal, menulis, membaca, asosiasi auditorial, menempatkan detail dan fakta, fonetik, serta simbolisme. Cara berfikir otak kanan bersifat acak, tidak teratur, intuitif, dan holistik. Cara berfikirnya sesuai dengan cara-cara untuk mengetahui yang bersifat nonverbal seperti perasaan, emosi, kesadaran yang berkenaan dengan perasaan, kesadaran spasial, pengenalan bentuk, pengenalan pola, musik, seni, kepekaan warna, kreativitas, dan visualisasi (Bobby DePorter, 2007: 36-38). Penggunaan kedua belahan otak sangat penting artinya sehingga orang yang memanfatkan kedua belahan otak ini cenderung seimbang dalam setiap aspek hidupnya.
Bobby DePorter (2007: 10) mengatakan bahwa kerangka rancangan belajar Quantum Learning yang diterapkan dikenal dengan istilah TANDUR yang meliputi: 1)TUMBUHKAN. Tumbuhkan minat dengan memuaskan “Apakah Manfaat BAgiKu(AMBAK)” dan manfaatkan kehidupan pelajar.2) ALAMI. Ciptakan atau datangkan pengalaman umum yang dapat dimengerti semua pelajar.3) NAMAI. Sediakan kata kunci, konsep, model, rumus, strategi sebuah masukan.4) DEMONSTRASIKAN. Sediakan kesempatan bagi pelajar untuk menunjukkan bahwa mereka tahu.5) ULANGI. Tunjukkan pelajar cara-cara mengulang materi dan menegaskan “Aku tahu dan memang tahu ini”.6) RAYAKAN. Pengakuan untuk penyelesaian, partisipasi, dan perolehan keterampilan dan ilmu pengetahuan.
Bobby DePorter (2007: 64-78) mengatakan metode Quantum Learning meliputi: 1)Buat suasana kelas yang bisa membawa kegembiraan yang diatur berdasarkan kesepakatan kelas. 2) Pemberian musik klasik dalam kegiatan belajar mengajar. Musik dapat merangsang otak kiri dan kanan untuk berpikir dan berinspirasi. Musik yang disarankan disini adalah musik klasik dan instrumental. 3) Pengalaman belajar hendaknya menggunakan sebanyak mungkin indera untuk berinteraksi dengan isi pembelajaran. Siswa belajar : 10% dari apa yang dibaca, 20% dari apa yang didengar, 30% dari apa yang dilihat, 50% dari apa yang di lihat dan dengar, 70% dari apa yang dikatakan, dan 90% dari apa yang dikatakan dan lakukan (Vernon A. Magnessen, 1983). Ini menunjukkan guru mengajar dengan ceramah, maka siswa akan mengingat dan menguasai hanya 20% karena siswa hanya mendengarkan. Sebaliknya jika guru meminta siswa untuk melakukan sesuatu dan melaporkannya maka akan mengingat dan menguasai sebanyak 90%.4) Guru harus selalu menghargai setiap usaha dan hasil kerja siswa serta memberikan stimulus yang mendorong siswa untuk berbuat dan berpikir kreatif. 5) Suasana belajar siswa, guru dapat mengarahkan kearah ke ranah kognitif, afektif dan psikomotorik. Suasana belajar juga melibatkan mental, fisik, emosi sosial siswa secara aktif supaya memberi peluang siswa untuk mengamati dan merekam data hasil pengamatan, menjawab pertanyaan dan mempertanyakan jawaban.
Kerangka Berfikir
Proses pembelajaran cara konvensional seperti guru memberi penjelasan dan siswa mencatat disertai tanya jawab kemudian dilanjutkan dengan latihan soal atau tugas akan menghambat daya kritis siswa karena segala informasi yang disampaikan guru biasanya diterima secara mentah tanpa dibedakan apakah informasi itu salah atau benar. Dengan demikian, sulit bagi siswa untuk mengembangkan kreativitas yang dimilikinya secara optimal. Hal ini ditandai dengan pencapaian hasil nilai rata-rata kelas dibawah batas tuntas. Permasalahan rendahnya hasil belajar siswa tersebut dapat diatasi dengan pemilihan model pembelajaran yang tepat.Oleh karena itu, guru harus membuat variasi atau kombinasi model dan metode mengajar inovatif. Dengan menggunakan model pembelajaran Quantum Learning diharapkan siswa akan merasakan suasana yang lebih menyenangkan, minat dan motivasi siswa untuk belajar pun meningkat sehingga hasil belajar dapat dimaksimalkan. Kerangka berfikir penelitian ini dilakukan dengan tiga tahapan yang dapat dibuat diagram alur sebagai berikut :
Baca Selengkapnya
0 Komentar