Menurut Gangel dikutip Rizki (2009:3), role playing adalah suatu metode mengajar merupakan tindakan yang dilakukan secara sadar dan diskusi tentang peran dalam kelompok. Pandangan senada dikemukakan oleh Blatner dikutip Rizki (2009:3), role playing adalah sebuah metode untuk mengeksplorasi hal-hal yang menyangkut situasi sosial yang kompleks. Di dalam kelas, suatu masalah diperagakan secara singkat sehingga siswa-siswa bisa mengenali tokohnya.
Semuanya berfokus pada pengalaman kelompok, bukan pada perilaku unilateral guru. Kelompok harus berbagi dalam menentukan masalah, membawakan situasi dalam role playing, mendiskusikan hasil, dan mengevaluasi seluruh pengalaman. Guru harus mengenalkan situasinya dengan jelas sehingga baik tokoh maupun penontonnya memahami masalah yang disampaikan. Dalam memilih tokoh, guru yang bijaksana akan mencoba menerima para sukarelawan daripada memberikan tugas. Siswa harus menyadari bahwa kemampuan berperan dalam permainan peran ini tidak kaku, tetapi spontan bebas memeragakan tokoh yang muncul dalam situasi tersebut. Para pemain mungkin dilatih di depan umum sehingga penonton tahu apa yang diharapkan atau mungkin juga pemain dilatih secara pribadi sehingga penonton dapat menafsirkan arti dari perilaku mereka. Biarkan kreativitas dari pemainnya berkembang dalam memerankan tokoh dan jangan terlalu kaku pada situasinya.
Permainan peran dalam bentuk role playing sebagai sebuah model pembelajaran memiliki akar dalam dimensi pendidikan personal dan sekaligus sosial. Kegiatan tersebut dimaksudkan untuk membantu individu-individu menemukan makna personal dalam dunia sosialnya sekaligus memecahkan dilema personal dengan bantuan kelompok sosial tersebut. Dimensi sosial memungkinkan individu bekerja sama dalam menganalisa situasi-situasi sosial, khususnya masalah-masalah interpersonal (antar individu), sekaligus mengembangkan cara yang pantas dan demokratis untuk meniru situasi tersebut.
Pada tingkatannya yang paling sederhana, suatu masalah digambarkan, dimainkan dan didiskusikan. Beberapa siswa bertindak sebagai pemain peran dan yang lainnya mengamati. Satu orang menempatkan dirinya pada posisi orang lain dan kemudian mencoba untuk berinteraksi dengan orang lain yang juga memainkan peranan. Ketika rasa empati, simpati, marah dan sayang semuanya tercipta selama interaksi tersebut, maka permainan peran menjadi satu bagian dari kehidupan. Kandungan emosional seperti kata-kata dan tindakan, menjadi bagian dari analisis selanjutnya. Ketika permainan selesai, para pengamat dapat mengetahui mengapa masing-masing orang mendapatkan keputusannya, apakah sumber resistensinya, dan apakah ada cara lain agar situasi yang terjadi dapat dibicarakan.
Inti dari permainan peran adalah keterlibatan para partisipan dan pengamat dalam satu situasi masalah yang nyata dan keinginan akan pemecahan serta pemahaman terhadap masalah yang dihadapi. Permainan peran memberikan pengalaman langsung perilaku manusia, sehingga dapat menjadi sarana bagi siswa untuk: (1) mengeksplorasi perasaan siswa; (2) mendapatkan pengetahuan yang mendalam tentang sikap, nilai dan persepsi siswa; (3) mengembangkan kemampuan dan sikap siswa dalam memecahkan masalah; dan (4) mengeksplorasi masalah-masalah pokok dengan cara yang bervariasi.
Menurut Waluyo (2006: 34) bahwa dari role playing dapat dicapai aspek perasaan, sikap, nilai, persepsi, keterampilan pemecahan masalah, dan pemahaman terhadap pokok permasalahan. Unsur sampingan yang dapat dicapai melalui role playing adalah: (1) analisis nilai dan perilaku pribadi, (2) pemecahan masalah, (3) empati terhadap orang lain, (4) masalah social dan nilai; dan (5) kemampuan mengemukakan pendapat dan menghargai pendapat orang lain. Selama pembelajaran berlangsung, setiap pemeranan dapat melatih sikap empati, simpati, rasa benci, marah, senang, dan peran lainnya.
Role playing (bermain peran) didesain untuk mengajak siswa dalam menyelidiki nilai-nilai pribadi dan sosial melalui tingkah laku mereka sendiri dan nilai-nilai yang menjadi sumber dari penyelidikan itu. Masing-masing dari individu memiliki sikap yang unik dalam berhubungan dengan orang, situasi dan obyek tertentu. Seseorang mungkin merasakan bahwa sebagian besar orang tidak jujur, setiap orang menarik dan memandang ke depan untuk menemui orang-orang yang baru. Seseorang juga mengevaluasi dan berlaku dalam cara-cara yang konsisten misalnya dengan melihat orang lain sebagai orang yang sangat kuat dan cerdas, atau mungkin penakut dan bodoh. Perasaan tentang orang dan situasi tentang diri dapat mempengaruhi perilaku individu sekaligus bentuk respon atas berbagai situasi. Beberapa orang merespon dengan perilaku yang agresif dan bermusuhan sehingga memainkan peranan sebagai seorang penggertak, yang lainnya menarik diri dan tetap sendiri sehingga memainkan peranan dari seorang yang pemalu atau perajuk.
0 Komentar