Terbaru

6/recent/ticker-posts

Cerita Rakyat Bilingual: The History of Kartasusa

Sejarah Kerajaan Mataram tidak bisa dilepaskan dengan nama Ki Ageng Pemanahan sebagai pendirinya yang kemudian diteruskan oleh Raden Sutawijaya (Panembahan Senopati), putranya. Berkat keberhasilannya membantu Sultan Hadiwijaya, Raja Pajang, dalam perang besar dengan Adipati Jipang, yang berakhir dengan tewasnya Haryo Penangsang, Ki Ageng Pemanahan mendapat hadiah tanah  Mataram yang masih berupa hutan.
Oleh Ki Ageng Pemanahan yang kemudian disebut juga Ki Ageng Mataram, daerah berhutan itu kemudian dibabat menjadi pemukiman yang makin lama berkembang semakin ramai. Dan semasa Raden Sutawijaya, daerah Mataram kemudian dibangun tembok dan benteng-benteng pertahanan. Hal itu tentu saja sangat tidak disukai oleh Raja Pajang, apalagi Raden Sutawijaya mulai terlihat kemauannya untuk menentang Raja pajang. Jalan perang pun tak terelakan lagi.
Namun pada perang yang amat menentukan di daerah Prambanan, pasukan Pajang yang berjumlah besar dapat dipukul mundur oleh pasukan Mataram yang berjumlah kecil. Dalam Babad Tanah Jawi diceritakan salah satu keberhasilan Raden Sutawijaya dapat mengalahkan pasukan Pajang yang kuat itu karena dibantu oleh Penguasa bangsa Jin dari Laut Selatan dan juga Penguasa Gunung Merapi.


The history of Mataram Kingdom has connection with Ki Ageng Pemanahan as the founder and his son Raden Sutawijaya (Panembahan Senopati). Ki Ageng Pemanahan got the land of Mataram which still a forest because of his brave in helping Sultan Hadiwijaya, the king of Pajang in the big battle with Jipang regent and made the death of Haryo Penangsang.
Ki Ageng Pemanahan who also called Ki Ageng Mataram, changed the forest became civilization that were crowded by the time. Raden Sutawijaya had built great wall and entrenchment defense in his period. The king of Pajang didn’t like it, he felt that Raden Sutawijaya wanted to against him. So the battle happened. In the great battle in Prambanan, Mataram forces could knocked down the Pajang’s forces. In Java’s story, it was told that Raden Sutawijaya succed in conquered Pajang’s by the southern beaches spirit and Merapi’s spirit help.






Sultan Hadiwijaya yang menderita luka-luka karena jatuh dari Gajah tunggangannya yang tidak dapat dikendalikan ketika tiba-tiba terjadi gempa hebat dan Gunung Merapi pun meletus, tak lama kemudian meninggal. Maka Raden Sutawijaya kemudian menobatkan dirinya sebagai Raja Mataram yang pertama dengan gelar Panembahan Senopati ing Alaga Abdul Rachman Sayidin Panatagama Kalifatulah pada tahun 1586.
Kerajaan Mataram dibawah pemerintahan Panembahan Senopati mengalami perkembangan yang amat pesat, baik mengenai perluasan wilayahnya maupun perkembangan pembangunannya. Banyak para bupati yang dengan suka rela menyatakan diri takluk kepada Mataram karena melihat kesaktian dan kehebatan Panembahan Senopati. Panembahan Senopati memerintah sampai dengan tahun 1601, saat itu ibukota Mataram masih berada di Kotagede.


Sultan Hadiwijaya badly injured when felt down from his ride then he died. It was happen when the big earthquake and volcano eruption happened. Raden Sutawijaya declared himself as the first king of Mataram and called Panembahan Senopati in Alaga Abdul Rachman Sayidin Panatagama Kalifatul in 1586.
Mataram in Panembahan Senopati period have grown fast, not only in the expansion territory but also in the development. Many regent declared their regency as Mataram’s territory because they have seen Panembahan Senopati power. Panembahan Senopati was rule the government until 1601 with Pasar Gedhe as the capital (Kotagede).
 













Panembahan Senopati digantikan oleh putranya yang terkenal dengan sebutan Panembahan Seda Krapyak yang memerintah Mataram sampai dengan tahun 1613. Pengganti Panembahan Seda Krapyak adalah Sultan Agung Hanyakra Kusuma. Pada jaman Sultan Agung inilah Kerajaan Mataram mencapai puncak kejayaannya. Wilayah Kerajaan Mataram hampir meliputi seluruh Jawa, Madura, dan sebagian Kalimantan. Dan pada masa pemerintahan Sultan Agung ini pula tercatat sebagai raja Jawa pertama yang berani menyerang kedudukan VOC di Batavia bahkan sampai dua kali berturut-turut. Meskipun ekspedisi itu mengalami kegagalan, namun Gubernur Jendral JP Coen tewas dalam pertempuran itu. Sultan Agung memerintah Mataram sampai dengan tahun 1645.


Panembahan Senopati was subtitued by his son, Panembahan Sedo Krapyak who was rule until 1613. The subtitue of Panembahan Senopati was Sultan Agung Hanyakra Kusuma. The period of Sultan Agung was the great victory and prosperty of Mataram. The regions of Mataram were Java, Madura, and some part of Kalimantan. Sultan Agung was the first Java’s king who attacked VOC in Batavia twice. Even it failed, but JP coen the general governor killed. Sultan Agung was rule until 1645.










Pengganti Sultan Agung adalah Sunan Amangkurat Agung atau Amangkurat Tegalarum. Berbeda dengan almarhum Ayahnya, segala tindak-tanduk dan perilaku Sunan Amangkurat bahkan sangat bertolak belakang dengan Sultan Agung. Kalau Sultan Agung terkenal sebagai seorang raja yang arif dan bijaksana, Raja Amangkurat Agung terkenal sebagai seorang raja yang lalim dan kejam, bahkan dia juga bersahabat dengan VOC yang dahulu menjadi musuh utama Ayahnya. Semua kebijaksanaannya dalam memegang pemerintahan menjurus ke arah kepentingan pribadi raja. Terhadap siapapun yang menentang kebijaksanaannya, Raja Amangkurat Agung tidak segan-segan menghukumnya, dan bahkan tidak mengharamkan untuk membunuhnya.
Amangkurat Agung mulai mengadakan perombakan terhadap pejabat-pejabat kerajaan yang dipandang akan menghalang-halangi semua kebijaksanaannya, dan diganti dengan pejabat baru yang loyal dan setia dengannya. Meskipun sudah diperingatkan oleh Panembahan Purbaya (Kakak Sultan Agung) yang merupakan tokoh yang amat berpengaruh di Mataram, namun tidak diindahkannya. Bahkan Raja Amangkurat Agung diam-diam mencurigai segala tindakan Panembahan Purbaya. Akibatnya di kerajaan Mataram timbul golongan yang pro terhadap raja dan golongan yang menentang raja.      


The subtitute of Sultan Agung was Sunan Amangkurat Agung or Amangkurat Tegalarum. There was a big differences from the attitude and character between Sunang Amangkurat and his father. Sultan Agung was wise and great king, but Amangkurat Agung was cruel and tyran. He built relationship with VOC who were his father’s great enemy. Everyone who against him, got painful punishment and killed.
Amangkurat Agung started to subtitue to all the kingdom elder who was not agree with his rule and changed it with his followers, who was loyal for him. Panembahan Purbayan (Sultan Agung’s big brother) who was powerfull man in Mataram warned him, but he was never listening. In fact, all of the Purbayan activities watched by Amangkurat Agung, and it made Separation in the kingdom, the loyal and the opposition.






Agar para kawula atau rakyat Mataram tidak terkenang terus dengan Sultan Agung, Ayahnya, Sunan Amangkurat pun memerintahkan membangun istana yang baru yang amat megah di daerah Plered. Baginya istana peninggalan Ayahnya di Kerta sudah tidak menarik lagi dan tak lagi membawa tuah, namun sebenarnya alasan yang utama adalah karena Sunan Amangkurat tidak ingin hidup di bawah bayang-bayang kebesaran Sultan Agung Ayahnya.
Namun usaha-usaha itu sia-sia karena hampir semua kebijaksanaan Sunan Amangkurat senantiasa melukai hati para kawula Mataram dan juga golongan bangsawan. Akibatnya adik Sunan Amangkurat sendiri yang bernama Pangeran Alit melakukan pemberontakan. Meskipun pemberontakan ini berhasil dipadamkan, tetapi banyak orang-orang kepercayaan Sunan Amangkurat yang tewas dalam perang saudara itu.

Amangkurat Agus had an idea to make Mataram’s people forget his father and didn’t remember him. He ordered to build a new great palace in Pleret for him, the old palace was not interesting and didn;t bring any fortune anymore. But the fact was he didn’t want to live under his father’s great name.
But all his effort to make all Mataram’s people forgot his father useless, because of his cruelty had already hurt the peoples and the elder, even his own brother, Prince Alit made rebellion. Eventhough the rebellion was destroyed, but many loyal people of Sunan Amangkurat died.

Pemberontakan berikutnya dikobarkan oleh Raden Trunajaya dari Madura yang dibantu secara diam-diam oleh golongan istana yang tidak suka atas pemerintahan Sunan Amangkurat. Di samping itu Raden Trunajaya pun mendapat bantuan dari pejuang-pejuang Makasar di bawah pimpinan Kraeng Galengsong, Daeng Marewa, Daeng Makincing, dan Panji Karanuban. Tak kurang dari 2000 orang pejuang Makasar bergabung dengan kekuatan Raden Trunajaya.
Gabungan kekuatan itu menjadi semakin erat karena Kraeng Galengsong kemudian dikawinkan dengan kemekanan Raden Trunojaya (puteri kakak Raden Trunajaya). Mulai saat itu pula Raden Trunajaya mendapat sebutan Panembahan Maduretno, sedangkan Kraeng Galengsong mendapat sebutan Raja Galengsong. Gabungan kekuatan yang luar biasa besar itu bersepakat untuk merebut Mataram, mereka mulai menduduki wilayah Mataram di pantai utara Jawa Timur

The next rebellion was done by Raden Trunajaya from Madura which was helped by people’s in the palace who didn’t like with Amangkurat rule. Beside getting help from the inside, Trunajaya also got help from Makasar’s warrior under Kraeng Galengsong, Daeng Marewa, Daeng Makincing and Panji Karanuban leadership.
The relation became more powerfull because of the married of Kraeng Galengsong with Trunojoyo’s niece (his brother’s daughter).  By the time, Trunojoyo was called Panembahan Maduretno and Kraeng Galengsong was called King of Galengsong. The joined forces had and aim to take Mataram and they started to conquer the territory of Mataram in the north beaches of east Java.  



Sunan Amangkurat yang mengirimkan angkatan perangnya di bawah pimpinan Raden Panji Karsula berhasil dihancurkan pasukan gabungan Raden Trunajaya dan Kraeng Galengsong, bahkan Raden Panji Kursala gugur dalam perang sengit itu. Hal itu tentu saja membuat kemarahan Sunan Amangkurat Agung semakin berkobar-kobar. Raja Mataram itu kemudian memerintahkan para senopati Mataram untuk menggempur kekuatan Raden Trunajaya dengan kekuatan yang lebih besar lagi. Para senopati perang Mataram yang ditunjuk Sunan Amangkurat adalah Raden Prawirataruna, yang didampingi Wirabumi, Wirarangsa, dan Palangjiwa.

Sunan Amangkurat’s forces under Raden Panji Karsula was forced down by the joined forced of Raden Trunojoyo ang Kareng Galengsong, and Raden Panji Karsula died in the battle. Sunan Amangkurat god mad, He commanded ail the captain to attack the joined forces with bigger forces. All the captain were Raden Prawirataruna and Wirabumi, Wirarangsa, dan Palangjiwa.


Pasukan Mataram diputuskan oleh Raden Prawirataruna berangkat lewat laut melalui pelabuhan Jepara, karena dari Jepara akan mendapat bantuan pasukan kompeni Belanda yang akan dipimimpin oleh Kapten Dulkup.Namun lagi-lagi pergerakan pasukan besar Mataram yang berangkat melalui laut itu sudah tercium oleh mata-mata pasukan Raden Trunajaya dan mengabarkannya kepada Kraeng Galengsong. Pejuang Dari Makasar itu pun segera mempersiapkan taktik dan strategi menghadapi serbuan bala tentara Mataram.

Raden Prawirataruna commanded his forces to pass the sea thrugh Jepara’s part, from there, they would have forces from the dutch with Captain Dulkup as the leader. Trunojoyo’s spy knew it, and said to Kraeng Galengsong. Soon, Kraeng Galengsong made a tactic and strategy to win the battle.



Akhirnya perang besar antara pasukan Mataram yang dibantu Kompeni Belanda dan pasukan gabungan Raden Trunajaya  dan Kraeng Galengsong tak terelakkan lagi. Berhari-hari lamanya pertempuran itu terjadi, namun siasat senopati Mataram untuk menggempur benteng pertahanan Trunajaya dari arah laut sangatlah keliru. Pasukan Mataram lagi-lagi tidak memperhitungkan kekuatan dari pejuang-pejuang Makasar yang biasa hidup di lautan luas dan terkenal akan kegagahannya bila bertempur di laut. Akibatnya pasukan Mataram pun lagi-lagi mengalami kekalahan telak. Kekalahan prajurit Mataram yang kedua ini betul-betul sangat memukul perasaan Sunan Amangkurat. Raja Mataram itu kini dilanda rasa takut, cepat atau lambat,  pasti pasukan gabungan Madura dan Makasar itu akan datang menyerbu istana Mataram.
Sementara itu pasukan Raden Trunajaya dan Kraeng Galengsong telah berhasil menduduki Surabaya, Gresik, Tuban, Rembang, Lasem, dan darah-daerah pesisir di sepanjang pantai pesisir utara Jawa Timur. Pasukan gabungan ini pun terus bergerak menuju ibukota Mataram melalui Jipang, Jagaraga, Pajang, dan menyatu di Kajoran, Klaten. Tak kurang dari 100.000 ribu pengikut Trunajaya yang siap menggempur Mataram dari Kajoran.

Finally, a great battle between Mataram’s forces with the ducth backed up against the joined forces of Trunajoyo and Kraeng Galengsonghappened for days that never end, but the tactic of Mataram Captain to attacked the entrenchement from the sea was a big mistake. He didn’t notice the enforment of Makasar fighter who were usual to live in the sea and they could battle it the best. Mataram failed again and defeated. The second lost of Mataram made Amangkurat felt afraid that the joined forces come and attacked the palace soon.
Mean while, the joined forced succed to conquere Surabaya, Gresik, Tuban, Rembang, Lasem, and the shore along the north of east Java sea shore. The forces moved to the city throught Jipang, Jagaraga, pajang, and united in Kajoran Klaten, not less than 100.000 Trunojoyo followers who were ready to attack Mataram from Kajoran.


Pertempuran hebat pun terjadi di ibukota Mataram. Pasukan Mataram melawan dengan gigih dan berusaha mati-matian mempertahankan kraton, namun setelah menginjak hari ke 15, Kerajaan Mataram benar-benar hancur dan berhasil dikuasai oleh pasukan Raden Trunajaya. Sunan Amangkurat berhasil lolos bersama putra-putra dan kerabat istana yang setia.
Sunan Amangkurat lolos ke arah barat dengan tujuan menuju Batavia untuk meminta perlindungan dan bantuan kompeni Belanda, namun dalam perjalanan Raja Mataram itu meninggal dunia di Tegalarum. Oleh karena itu Sunan Amangkurat juga biasa disebut Sunan Tegalarum. Dengan wafatnya Sunan Amangkurat I, maka putranya, Pangeran Adipati Anom segera dinobatkan sebagai Raja Mataram yang baru dengan gelar Sunan Amangkurat II.

The great battle happened in Mataram. Mataram’s forces fought hard and tried to keep Mataram’s palace. After getting fifteen days battle, Mataram’s forces was destroyed and conqured by Trunoyoyo joined forces. Sunan Amangkurat could got away with his son and his loyal followers.
Sunan Amangkurat escape tho the west to ask protection and help from the dutch. In the middle of the way, he died in Tegalarum. That was reason why he was called Sunan Tegalarum. By his died, his son, Prince Adipati Anom became the new King with title Sunan Amangkurat II.



Sunan Amangkurat II tak ada pilihan lain selain meneruskan niat Ayahnya  meminta perlindungan dan bantuan kompeni walaupun persyaratan yang diajukan oleh Kompeni sangat memberatkan Mataram.Diantaranya, semua pelabuhan Mataram harus digadaikan kepada Kompeni sampai hutang biaya perang terbayar lunas dari penghasilan yang didadapat dari pelabuhan-pelabuhan tersebut, dan kompeni mendapat hak monopoli perdagangan candu dan bahan pakaian di wilayah Mataram.
Untuk menggempur pasukan Trunajoyo, Kompeni mengerahkan 1800 orang pasukan, terdiri dari suku Makasar, Ambon, Ternate, dan Bugis 1000 orang, sedang prajurit Belanda sendiri hanya 800 orang. Pasukan Kompeni ini dipimpin oleh Admiral Coernelis Speelman dan dibantu oleh Kapten Jonker dan Kapten Francais Tack. Pasukan kompeni yang bersenjata lengkap dan didukung oleh pasukan Meriam akhirnya bergabung dengan pasukan Amangkurat II.
Perang besar memperebutkan Mataram pun kembali berkobar dan berlangsung berhari-hari lamanya. Namun karena kalah persenjataan dan setiap saat pasukan Trunojoyo dihujani dengan peluru-peluru meriam, pasukan Trunojoyo pun terdesak hebat. Mataram akhirnya bisa dikuasai kembali oleh Amangkurat II dengan pengorbanan nyawa dan harta-benda yang tak sedikit, lebih-lebih perjanjiannya dengan Kompeni Belanda akhirnya juga membawa kesengsaraan bagi rakyat Mataram.

Sunan Amangkurat II didn’t have another choice beside contiuned his father intended to ask the ducth protection and help eventhough it was hard for Mataram. The ducth asked Mataram’s port management until all the debt from the war finishhed, the ducth also asked absolute payment from the drug’s trade and clothes in Mataram territory.
The ducht sent 1800 army to attacck Trunojoyoforces, it included Makasar’s tribe, Ambon, Ternate, and Bugis 1000 peoples, and the dutch’s army 800 people. The ducth was lead by Admiral Cornelis Spellman and was helped by Captain Janken and Captain Francois Tack. The ducth’s full armed and supported by kavalery joined with Amangkurat II.  
Great battle to take Mataram happened again for days. The lock of armed and the dutch kavalery attack. Trunojoyo forces was defeated. Amangkurat II won with many lives and cost many thing’s as the payment, and the worst war the deal with ducth trough misery to Mataram.



Amangkurat II meskipun sudah berhasil merebut Mataram, tetapi istana Plered sudah hancur lebur. Raja Mataram itu pun berniat untuk mendirikan pusat kerajaannya yang baru. Berbagai pendapat pun segera bermunculan dari para sesepuh Mataram, ada yang mengusulkan daerah Logender, ada yang mengusulkan daerah Tingkir, dan ada pula yang menginginkan daerah Wonokerto.Adipati Hurawan yang merupakan tokoh Mataram yang amat disegani menyarankan kepada Sunan Amangkurat II agar memilih daerah Wonokerto.
“Kanjeng Sunan, menurut hemat hamba dari sekian daerah yang diajukan oleh para sesepuh Kraton, hanya daerah Wonokerto yang paling layak untuk istana Mataram yang baru” berkata Adipati Hurawan dihadapan pisowanan agung Kerabat Mataram.
 Alasan sesepuh Mataram itu dikarenakan daerah Wonokerto datarannya luas, dan yang lebih penting masalah air cukup dan mudah di dapat dari Pengging. Yang tak kalah penting lagi, daerah Wonokerto mudah dijangkau oleh para abdi dalem baik dari Mataram maupun Pajang, mengingat abdi dalem yang paling setia berasal dari orang-orang Pajang dan Mataram.

Althought, Amangkurat II succeed to deized Mataram but Plered already broken. The King of Mataram intended to build center of the new Kingdom there was opinions from the elder. They suggested Logender territory, Tingkir and Wonokerto. Adipati Hurawan, the powerful figure suggested Sunan Amangkurat to choose Wonokerto.
”Your highness, according to me, Wonokerto is the best place to built a new palace” said Adipati Hurawan in front of Mataram elder.
The reason why the elder choose Wonokerto, because of the wider area and the water sources, it was easy to get from Pengging. And more important reason was Wonokerto can be reached by all the people from Mataram or Pajang, in order that loyalest people came from Pajang and Mataram.



Adipati Hurawan pun menambahkan alasan pemilihan daerah Wonokerto itu dari riwayat spiritual. Dikisahkan ketika kakeknda Baginda, yaitu Pangeran Pekik berangkat dari Surabaya menuju Mataram, sempat bermalam di makam Ki Ageng Butuh. Di Makam itu, Pangeran Pekik mendapat “wisik” bahwa kelak cucunya akan menjadi raja dan berkedudukan di hutan di sebelah barat Butuh, padahal hutan di sebelah barat Butuh yang ada saat itu adalah hutan Wonokerto, maka sungguh sangat tepatlah bila Sunan Amangkurat II menetapkan pilihannya di Wonokerto.
Sunan Amangkurat II amat berkenan menerima penjelasan Adipati Hurawan itu, maka diperintahkannya Patih Narangkusuma untuk menyiapkan pembangunan istana Mataram yang baru di daerah Wonokerto. Setelah kira-kira tujuh bulan, istana Mataram di Wonokerto pun mulai mendekati penyelesaiannya.
Akhirnya pada tanggal 11 September 1680, Sunan Amangkurat II memasuki istana Mataram yang baru di daerah Wonokerto. Di hadapan para kawula dan pembesar Kerajaan Mataram, Sunan Amangkurat II memberi nama ibukota Mataram yang baru itu dengan nama Kartasura Hadiningrat. Peristiwa ini akhirnya dianggap sebagai hari lahirnya kota Kartasura, yang saat ini genap berusia 319 tahun.

Adipati Hurawan added that Wonokerto came from spiritual story. It was told, that the majesty’Sultan grandfather, who was Pangeran Pekik, went from Surabaya to Mataram, He stayed in Ki Ageng Butuh grave yard. In the grave yard, He got “wisik” that someday his grandchildren would be a king and lead in the wood in the west of Butuh, the wood was Wonokerto, so it was right if Sunan Amangkurat choose Wonokerto.
Sunan Amangkurat II please with Adipati Hurawan’s explanation, then he commanded Patih Narangkusuma to prepare the development of Mataram’Sultan palace in Wonokerto. For about seven months, Mataram’Sultan palace in Wonokerto nearly finished.
Finally, on Semptember 1680, Sunan Amangkurat II entered the new palace in Wonokerto. In front of the people and elder of Mataram Kingdom, Sunan Amangkurat II gave the capital with Kartasura Hadiningrat. This event, considered as the birth of Kartasura, it is 331 years old now.

Posting Komentar

0 Komentar