Terbaru

6/recent/ticker-posts

Cerita Jawa: TRINIL DAN BUTO IJO

Cerita tentang Senggutru, seorang gadis kecil yang berhasil membunuh seorang raksasa yang suka makan manusia sangat terkenal di Jawa Timur. Ceritanya terjadi pada jaman Kerajaan Jenggala. Beginilah kisahnya.
   

Pada jaman dahulu, di sebuah dusun yang terpencil yang bernama Dusun Welahan, termasuk wilayah Kerajaan Jenggala, hiduplah seorang janda miskin yang bernama Nyai Reni. Pekerjaan sehari-hari Nyai Reni adalah berjualan jenang, yaitu sejenis bubur beras ketan yang dimasak dengan gula merah serta diberi bumbu penyedap pandan wangi. Meskipun terbuat dari bahan yang sederhana, tetapi karena Nyai Reni sangat pandai memasak, maka jenangnya pun sangat lezat dan banyak digemari orang. Pada jam-jam saat Nyai Reni lewat, sudah banyak orang yang menunggu untuk membeli jenangnya.
    “Jenang...jenang, Nyai. Jenangnya manis dan wangi...” sayup-sayup terdengar suara Nyai Reni dari kejauhan yang sudah sangat dihafal oleh segenap orang dusun.

   
Nyai Reni hidup di rumah sederhana bersama anak tunggalnya, yakni seorang gadis yang bernama Senggutru. Namun Senggutru tidak seperti anak-anak yang lain, ia seorang anak yang kerdil. Badan Senggutru sangat kecil mungil, tingginya tak sampai setengah meter. Karena bentuk tubuhnya yang lucu itu, maka teman-temannya justru menyayanginya, dan Sanggutru juga tidak merasa rendah diri dengan keadaan tubuhnya itu. Justru bila sedang bermain-main dengan teman-temannya, seperti main petak umpet maupun jamuran, ia justru sering membuat teman-temannya kewalahan. Tubuh mungilnya sangat menyulitkan teman-temannya untuk mencari dan menemukannya bila sedang bersembunyi, disamping itu Sanggutru ternyata juga sangat gesit larinya.
    “Senggutru...Senggutru, dimnakah kamu? Hayo, keluarlah. Kami menyerah!” teriak teman-temannya yang sering putus-asa karena tak bisa menemukan persembuyian Senggutru.
    “Hai, aku disini...!” teriak Sanggutru dengan tawa khasnya, dan teman-temannya pun akan menjadi sangat terkejut karena tiba-tiba saja ada tenggok yang bisa berjalan sendiri karena di dalamnya ada Senggutru.


    Begitulah, Senggutru dan Ibunya pun hidup dengan suka-cita meskipun dengan segala keterbatasan hidupnya. Namun keadaan itu segera berubah ketika dusun terpencil yang sangat jauh dari pusat kerajaan itu sering didatangi oleh raksasa dari hutan. Raksasa yang sering mendatangi Dusun Welahan itu terkenal dengan sebutan Buta Ijo. Buta artinya raksasa, sedangkan Ijo artinya hijau. Namun rupa dan warna raksasa itu sebanarnya tidaklah hijau. Nama itu hanya sebutan yang diberikan oleh warga dusun, mungkin karena badanya yang amat kotor bagai lumut itu hingga warga dusun menyebutnya dengan nama Buta Ijo. Dengan datangnya raksasa Buta Ijo, Dusun Welahan menjadi geger, karena Buta Ijo tidak hanya memangsa hewan ternak, tetapi juga manusia, dan lebih-lebih anak-anak kecil.
   

Dusun Welahan menjadi tidak aman, para rang tua segera mengungsikan anak-anak ke rumah sanak saudaranya yang jauh. Kini suasana Dusun Welahan menajdi begitu sunyi karena tak terdengar lagi suara anak-anak kecil yang sedang bermain. Siang dan malam pintu-pintu warga selalu tertutup rapat. Orang-orang tua tak mau keluar rumah apabila tidak ada keperluan yang amat penting, kecuali Nyai Reni. Janda itu tetap keluar rumah menjajakan dagangan jenangnya karena kalau dia tidak berjualan, maka dia tidak mempunyai uang yang cukup buat membiayai hidupnya bersama Senggutru.
    “Oh Dewata, lindungilah hambamu dan anak hamba yang sendirian di rumah” doa Nyai Reni setiap saat meninggalkan rumah untuk pergi berjualan.




    Hati Nyai Reni begitu sedih setiap saat meninggalkan Senggutru yang kecil mungil itu sendirian di rumah. Ingin dia bisa mengungsikan anaknya ke tempat yang aman, namun dia sudah tak memiliki sanak famili lagi. Beruntung Senggutru bukanlah anak yang cengeng, dia boleh dikatakan sangat pemberani.
    “Jangan khawatir, Mak. Aku bisa menjaga diri dan bersembunyi di tempat yang aman bila Buta Ijo datang” hibur Sengutru kepada Ibunya. “Hanya saja tinggalkan pisau kecil itu untukku untuk sekedar berjaga-jaga” lanjut Senggrutu.


    Nyai Reni pun segera berangkat setelah memberikan pisau kecil yang diminta anaknya.
    “Oh Dewata Yang Agung. Jagalah keselamatan anak hamba” doa Nyai Reni disepanjang jalan.
    Sepeninggal Ibunya, tak lama kemudian Senggrutu mendengar langkah berat, berdebun-debun suaranya. Setiap kali langkah itu terdengar, bumi seakan-akan berguncang dilanda gempa. Senggutru tahu, itulah langkah Si Buta Ijo.                                      
    Sudah beberapa kali Buta Ijo yang mencium bau anak-anak mendatangi rumah Nyai Reni, namun raksasa itu tak pernah berhasil menemukan Senggrutu.
    Senggutru yang beberapa kali merasa bisa memperdayai Buta Ijo, kini tumbuh keberanian dan keusilannya. Dia berani menggoda Buta Ijo.


    “Buta gila...Buta gila...!” teriak Senggrutu dari tempat persembunyiannya.
    Mendengar suara kecil melengking itu Buta Ijo tambah bersemangat mencarinya. Namun sampai sekian lama dia mencari, tetap saja ia tak berhasil menemukan persembunyian Senggutru.
    “Hei, ...dimana kau bocah?! Keluarlah!” seru Buta Ijo dengan geram.
    “Aku disini, Paman Buta. Cari sendiri kalau bisa!” ejek Senggrutu.
    Buta Ijo dengan geram terus mencari Senggrutu, namun lagi-lagi dia tak berhasil menemukan Senggrutu. Dia menjadi kecapekan sendiri dan segera jatuh terduduk melepas lelah. Namun belum lama dia beristirahat, mendadak saja ada seekor nyamuk yang masuk kehidungnya. Raksasa itu pun langsung bersin keras sekali sehingga sebuah tenggok yang tak jauh darinya langsung terbang melayang.




    Raksasa itu menjadi beringas ketika tahu di bawah tenggok yang melayang itu ternyata ada seorang bocah yang menggigil ketakutan. Dengan cepat disambarnya gadis kecil yang tak lain adalah Senggrutu itu. Dalam sekejap gadis kecil mungil itu sudah berada dalam cengkeraman tangannya. 
    Buta Ijo pun sambil tertawa terbahak-bahak mengacung-acungkan Senggrutru ke dalam mulutnya. Namun tanpa diduga oleh Buta Ijo, disaat dia tertawa terbahak, tiba-tiba saja Senggrutu meloncat masuk ke dalam mulut Buta Ijo dan langsung meluncur masuk ke dalam perut raksasa.



    Senggrutu yang berada di dalam perut raksasa karena panik dan ketakutan segera mengeluarkan pisau kecilnya dan merusak perut serta memotong usus-usus raksasa. Tak lama pun segera terdengar jerit kesakitan Buta Ijo yang membahana mengagetkan orang-orang Dusun Welahan. Warga dusun yang memberanikan diri melihat menjadi semakin terkejut ketika tiba-tiba saja raksasa itu jatuh dengan suara berdebun yang amat keras.  



    Warga dusun setelah melihat raksasa itu tak bergerak lagi segera datang mendekat. Mereka menjadi amat bersyukur ketika tahu raksasa itu telah mati, namun tidak tahu siapa yang telah membunuhnya. Namun disaat mereka sibuk menduga-duga tentang penyebab kematian Buta Ijo, mendadak saja dari sebuah luka di perut raksasa itu keluar seorang gadis mungil yang sangat mereka kenal.
    “Seng...Senggrutu...!” seru warga dusun dengan gembira bercampur rasa haru yang meluap-luap.
    Nyai Reni dan warga dusun yang mengetahui Senggrutu bisa selamat dari perut raksasa menjadi amat beryukur kepada para dewa. Dan mereka pun tak henti-henti pula menceritakan keberanian Senggrutu yang telah berhasil membunuh raksasa pengganggu ketentraman warga dusun itu. 

Posting Komentar

0 Komentar