Pengertian, Fungsi, dan Komponen Kurikulum
Pengembangan kurikulum merupakan bagian yang sangat esensial dalam proses pembelajaran. Ada 4 bagian penting dalam kurikulum meliputi: tujuan, isi/materi, strategi pembelajaran, dan evaluasi. Ke-4 bagian/komponen penting kurikulum ini saling berkaitan dan berinteraksi untuk mencapai perilaku yang diinginkan/dicita-citakan oleh tujuan pendidikan nasional.
Tujuan yang jelas akan memberi petunjuk yang jelas pula dalam memilih isi/materi yang harus dikuasai, strategi yang akan digunakan serta bentuk dan alat evaluasi yang tepat untuk mengukur ketercapaian kurikulum.
Hierarki perumusan tujuan kurikulum dimulai dari tujuan umum pendidikan, kemudian tujuan institusional, tujuan kurikuler, dan tujuan instruksional.
Materi/isi kurikulum menurut Saylor dan Alexander adalah fakta-fakta, observasi, data, persepsi, penginderaan, pemecahan masalah yang berasal dari pikiran manusia dan pengalamannya yang diatur dan diorganisasikan dalam bentuk konsep, generalisasi, prinsip, dan pemecahan masalah.
Strategi pembelajaran berkaitan dengan bagaimana menyampaikan isi/materi kurikulum agar tujuan tercapai dan komponen evaluasi kurikulum adalah untuk menilai apakah tujuan kurikulum telah tercapai. Hasil dari evaluasi kurikulum adalah berupa umpan balik apakah kurikulum ini akan direvisi atau tidak.
Tujuan yang jelas akan memberi petunjuk yang jelas pula dalam memilih isi/materi yang harus dikuasai, strategi yang akan digunakan serta bentuk dan alat evaluasi yang tepat untuk mengukur ketercapaian kurikulum.
Hierarki perumusan tujuan kurikulum dimulai dari tujuan umum pendidikan, kemudian tujuan institusional, tujuan kurikuler, dan tujuan instruksional.
Materi/isi kurikulum menurut Saylor dan Alexander adalah fakta-fakta, observasi, data, persepsi, penginderaan, pemecahan masalah yang berasal dari pikiran manusia dan pengalamannya yang diatur dan diorganisasikan dalam bentuk konsep, generalisasi, prinsip, dan pemecahan masalah.
Strategi pembelajaran berkaitan dengan bagaimana menyampaikan isi/materi kurikulum agar tujuan tercapai dan komponen evaluasi kurikulum adalah untuk menilai apakah tujuan kurikulum telah tercapai. Hasil dari evaluasi kurikulum adalah berupa umpan balik apakah kurikulum ini akan direvisi atau tidak.
Kegiatan Belajar 2:
Pengembangan Kurikulum
Kurikulum adalah apa yang akan diajarkan sedangkan pembelajaran adalah bagaimana menyampaikan apa yang diajarkan. Menurut McDonald & Leeper kegiatan kurikulum adalah memproduksi rencana kegiatan, sedangkan pembelajaran adalah kegiatan melaksanakan rencana tersebut. Kurikulum dan pembelajaran pada dasarnya merupakan subsistem dari suatu sistem yang lebih besar, yaitu sistem persekolahan. Kurikulum dan pembelajaran adalah dua sistem yang saling terkait satu sama lain secara terus-menerus dalam suatu siklus.
Menurut Gagne dan Briggs pembelajaran adalah suatu sistem yang bertujuan untuk membantu proses belajar siswa yang berisi serangkaian peristiwa yang dirancang untuk mempengaruhi proses belajar dalam diri siswa. Menurut Gredler proses perubahan sikap dan tingkah laku siswa pada dasarnya terjadi dalam satu lingkungan buatan dan sangat sedikit bergantung pada situasi alami, ini artinya agar proses belajar siswa berlangsung optimal guru perlu menciptakan lingkungan belajar yang kondusif. Proses menciptakan lingkungan belajar yang kondusif ini disebut pembelajaran.
Prinsip-prinsip yang harus diperhatikan dalam mengelola kegiatan pembelajaran adalah:
1. harus berpusat pada siswa yang belajar
2. belajar dengan melakukan,
3. mengembangkan kemampuan sosial,
4. mengembangkan keingintahuan,
5. imajinasi dan fitrah anak
6. mengembangkan keterampilan memecahkan masalah
7. mengembangkan kreativitas siswa,
8. mengembangkan kemampuan menggunakan ilmu dan teknologi
9. menumbuhkan kesadaran sebagai warga negara yang baik, dan
10. belajar sepanjang hayat.
Pengembangan kurikulum adalah suatu istilah yang ada dalam studi kurikulum, yaitu sebagai alat untuk membantu guru melakukan tugasnya menyampaikan pembelajaran yang menarik minat siswa. Kegiatan pengembangan kurikulum ini perlu dilakukan untuk menghadapi dan mengantisipasi keadaan berikut, yaitu merespons perkembangan ilmu dan teknologi, perubahan sosial di luar sistem pendidikan, memenuhi kebutuhan siswa dan merespons kemajuan-kemajuan dalam pendidikan.
Masalah yang ada dalam proses pengembangan kurikulum biasanya berkaitan dengan pertanyaan-pertanyaan mengenai bagaimana memilih materi yang diajarkan, apa yang harus dilakukan bila ada pandangan yang bertolak belakang dengan pengembang dan bagaimana menerapkan kurikulum secara meyakinkan.
DAFTAR PUSTAKA
Alberty, Harold B. (1965). Reorganizing the High School Curriculum. New York: The Macmillan Company.
Doll, Ronald C. (1974). Curriculum Improvement: Decision Making and Process, (Third Edition). Boston-London-Sidney: Allyn and Bacon.
Hamalik, O. (1990). Pengembangan Kurikulum: Dasar-dasar dan Perkembangannya. Bandung: Mandar Maju.
Hasan, S.H. (1988). Evaluasi Kurikulum. Jakarta: P2LPTK.
Joyce, Bruce and Marsha Weil. (1980). Models of Teaching. New York: Prentice-Hall Inc.
Kaber, A. (1988). Pengembangan Kurikulum. Jakarta: P2LPTK.
Mager, R.F. and K.M. Beach Jr. (1967). Developing Vocational Instruction. Belmont California: David. S. Lake Publisher.
Nasution, S. (1987). Pengembangan Kurikulum. Bandung: Alumni.
Saylor, J. Galen; Alexander, William M.; dan Lewis, Arthur J. (1974). Curriculum Planning for Better Teaching and Learning. New York: Holt Rinehart and Winston.
Sudjana, N. (1990). Penilaian Hasil dan Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Sudjana, N. dan Ibrahim, R. (1989). Penelitian dan Penilaian Pendidikan. Bandung: Sinar Baru.
Sudjana, N. (1988). Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru.
Sukmadinata, N.S. (1988). Prinsip dan Landasan Pengembangan Kurikulum. Jakarta: P2LPTK.
Taba, Hilda (1962). Curriculum Development: Theory and Practice. New York: Harcourt Brace and World, Inc.
Tyler, Ralph W. (1975). Basic Principles of Curriculum and Instruction. Chicago and London: The University of Chicago Press.
Undang-undang No. 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Zais, Robert S. (1976). Curriculum, Principles and Foundations. New York: Harper and Row Publisher.
Modul 2: LANDASAN, PRINSIP, DAN PENDEKATAN DALAM PENGEMBANGAN KURIKULUM
Kegiatan Belajar 1:
Menurut Gagne dan Briggs pembelajaran adalah suatu sistem yang bertujuan untuk membantu proses belajar siswa yang berisi serangkaian peristiwa yang dirancang untuk mempengaruhi proses belajar dalam diri siswa. Menurut Gredler proses perubahan sikap dan tingkah laku siswa pada dasarnya terjadi dalam satu lingkungan buatan dan sangat sedikit bergantung pada situasi alami, ini artinya agar proses belajar siswa berlangsung optimal guru perlu menciptakan lingkungan belajar yang kondusif. Proses menciptakan lingkungan belajar yang kondusif ini disebut pembelajaran.
Prinsip-prinsip yang harus diperhatikan dalam mengelola kegiatan pembelajaran adalah:
1. harus berpusat pada siswa yang belajar
2. belajar dengan melakukan,
3. mengembangkan kemampuan sosial,
4. mengembangkan keingintahuan,
5. imajinasi dan fitrah anak
6. mengembangkan keterampilan memecahkan masalah
7. mengembangkan kreativitas siswa,
8. mengembangkan kemampuan menggunakan ilmu dan teknologi
9. menumbuhkan kesadaran sebagai warga negara yang baik, dan
10. belajar sepanjang hayat.
Pengembangan kurikulum adalah suatu istilah yang ada dalam studi kurikulum, yaitu sebagai alat untuk membantu guru melakukan tugasnya menyampaikan pembelajaran yang menarik minat siswa. Kegiatan pengembangan kurikulum ini perlu dilakukan untuk menghadapi dan mengantisipasi keadaan berikut, yaitu merespons perkembangan ilmu dan teknologi, perubahan sosial di luar sistem pendidikan, memenuhi kebutuhan siswa dan merespons kemajuan-kemajuan dalam pendidikan.
Masalah yang ada dalam proses pengembangan kurikulum biasanya berkaitan dengan pertanyaan-pertanyaan mengenai bagaimana memilih materi yang diajarkan, apa yang harus dilakukan bila ada pandangan yang bertolak belakang dengan pengembang dan bagaimana menerapkan kurikulum secara meyakinkan.
DAFTAR PUSTAKA
Alberty, Harold B. (1965). Reorganizing the High School Curriculum. New York: The Macmillan Company.
Doll, Ronald C. (1974). Curriculum Improvement: Decision Making and Process, (Third Edition). Boston-London-Sidney: Allyn and Bacon.
Hamalik, O. (1990). Pengembangan Kurikulum: Dasar-dasar dan Perkembangannya. Bandung: Mandar Maju.
Hasan, S.H. (1988). Evaluasi Kurikulum. Jakarta: P2LPTK.
Joyce, Bruce and Marsha Weil. (1980). Models of Teaching. New York: Prentice-Hall Inc.
Kaber, A. (1988). Pengembangan Kurikulum. Jakarta: P2LPTK.
Mager, R.F. and K.M. Beach Jr. (1967). Developing Vocational Instruction. Belmont California: David. S. Lake Publisher.
Nasution, S. (1987). Pengembangan Kurikulum. Bandung: Alumni.
Saylor, J. Galen; Alexander, William M.; dan Lewis, Arthur J. (1974). Curriculum Planning for Better Teaching and Learning. New York: Holt Rinehart and Winston.
Sudjana, N. (1990). Penilaian Hasil dan Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Sudjana, N. dan Ibrahim, R. (1989). Penelitian dan Penilaian Pendidikan. Bandung: Sinar Baru.
Sudjana, N. (1988). Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru.
Sukmadinata, N.S. (1988). Prinsip dan Landasan Pengembangan Kurikulum. Jakarta: P2LPTK.
Taba, Hilda (1962). Curriculum Development: Theory and Practice. New York: Harcourt Brace and World, Inc.
Tyler, Ralph W. (1975). Basic Principles of Curriculum and Instruction. Chicago and London: The University of Chicago Press.
Undang-undang No. 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Zais, Robert S. (1976). Curriculum, Principles and Foundations. New York: Harper and Row Publisher.
Modul 2: LANDASAN, PRINSIP, DAN PENDEKATAN DALAM PENGEMBANGAN KURIKULUM
Kegiatan Belajar 1:
Landasan Pengembangan Kurikulum
Landasan pengembangan kurikulum pada hakikatnya merupakan faktor yang harus diperhatikan dan dipertimbangkan pada waktu mengembangkan suatu kurikulum lembaga pendidikan, baik di lingkungan sekolah maupun luar sekolah. Secara umum terdapat tiga aspek pokok yang mendasari pengembangan kurikulum tersebut, yaitu: landasan filosofis, landasan psikologis, dan landasan sosiologis.
Landasan filosofis berkaitan dengan pentingnya filsafat dalam membina dan mengembangkan kurikulum pada suatu lembaga pendidikan. Filsafat ini menjadi landasan utama bagi landasan lainnya. Perumusan tujuan dan isi kurikulum pada dasarnya bergantung pada pertimbangan-pertimbangan filosofis. Pandangan filosofis yang berbeda akan mempengaruhi dan mendorong aplikasi pengembangan kurikulum yang berbeda pula. Berdasarkan landasan filosofis ini ditentukan tujuan pendidikan nasional, tujuan institusional, tujuan bidang studi, dan tujuan instruksional.
Landasan psikologis terutama berkaitan dengan psikologi/teori belajar (psychology/theory of learning) dan psikologi perkembangan (developmental psychology). Psikologi belajar memberikan kontribusi dalam hal bagaimana kurikulum itu disampaikan kepada siswa dan bagaimana pula siswa harus mempelajarinya. Dengan kata lain, psikologi belajar berkenaan dengan penentuan strategi kurikulum. Sedangkan psikologi perkembangan diperlukan terutama dalam menentukan isi kurikulum yang diberikan kepada siswa agar tingkat keluasan dan kedalamannya sesuai dengan taraf perkembangan siswa tersebut.
Landasan sosiologis dijadikan sebagai salah satu aspek yang harus dipertimbangkan dalam pengembangan kurikulum karena pendidikan selalu mengandung nilai atau norma yang berlaku dalam masyarakat. Di samping itu, keberhasilan suatu pendidikan dipengaruhi oleh lingkungan kehidupan masyarakat, dengan segala karakteristik dan kekayaan budayanya yang menjadi dasar dan acuan bagi pendidikan/kurikulum. Ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) sebagai produk kebudayaan diperlukan dalam pengembangan kurikulum sebagai upaya menyelaraskan isi kurikulum dengan perkembangan dan kemajuan yang terjadi dalam dunia iptek.
Landasan filosofis berkaitan dengan pentingnya filsafat dalam membina dan mengembangkan kurikulum pada suatu lembaga pendidikan. Filsafat ini menjadi landasan utama bagi landasan lainnya. Perumusan tujuan dan isi kurikulum pada dasarnya bergantung pada pertimbangan-pertimbangan filosofis. Pandangan filosofis yang berbeda akan mempengaruhi dan mendorong aplikasi pengembangan kurikulum yang berbeda pula. Berdasarkan landasan filosofis ini ditentukan tujuan pendidikan nasional, tujuan institusional, tujuan bidang studi, dan tujuan instruksional.
Landasan psikologis terutama berkaitan dengan psikologi/teori belajar (psychology/theory of learning) dan psikologi perkembangan (developmental psychology). Psikologi belajar memberikan kontribusi dalam hal bagaimana kurikulum itu disampaikan kepada siswa dan bagaimana pula siswa harus mempelajarinya. Dengan kata lain, psikologi belajar berkenaan dengan penentuan strategi kurikulum. Sedangkan psikologi perkembangan diperlukan terutama dalam menentukan isi kurikulum yang diberikan kepada siswa agar tingkat keluasan dan kedalamannya sesuai dengan taraf perkembangan siswa tersebut.
Landasan sosiologis dijadikan sebagai salah satu aspek yang harus dipertimbangkan dalam pengembangan kurikulum karena pendidikan selalu mengandung nilai atau norma yang berlaku dalam masyarakat. Di samping itu, keberhasilan suatu pendidikan dipengaruhi oleh lingkungan kehidupan masyarakat, dengan segala karakteristik dan kekayaan budayanya yang menjadi dasar dan acuan bagi pendidikan/kurikulum. Ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) sebagai produk kebudayaan diperlukan dalam pengembangan kurikulum sebagai upaya menyelaraskan isi kurikulum dengan perkembangan dan kemajuan yang terjadi dalam dunia iptek.
Kegiatan Belajar 2:
Prinsip, Pendekatan, dan Langkah-langkah dalam Pengembangan Kurikulum
Setiap pengembangan kurikulum, selain harus berpijak pada sejumlah landasan, juga harus menerapkan atau menggunakan prinsip-prinsip tertentu. Dengan adanya prinsip tersebut, setiap pengembangan kurikulum diikat oleh ketentuan atau hukum sehingga dalam pengembangannya mempunyai arah yang jelas sesuai dengan prinsip yang telah disepakati.
Secara umum prinsip-prinsip pengembangan kurikulum meliputi prinsip relevansi, fleksibilitas, kontinuitas, serta efisiensi dan efektivitas.
Prinsip relevansi berkenaan dengan kesesuaian antara komponen tujuan, isi, strategi, dan evaluasi. Prinsip fleksibilitas berkenaan dengan kebebasan/keluwesan yang dimiliki guru dalam mengimplementasikan kurikulum dan adanya alternatif pilihan program pendidikan bagi siswa sesuai dengan minat dan bakatnya. Prinsip kontinuitas berkenaan dengan adanya kesinambungan materi pelajaran antarberbagai jenis dan jenjang sekolah serta antartingkatan kelas. Prinsip efisiensi dan efektivitas berkenaan dengan pendayagunaan semua sumber secara optimal untuk mencapai hasil yang optimal.
Sementara itu, prinsip khusus yang harus diperhatikan dalam mengembangkan kurikulum berbasis kompetensi, antara lain: prinsip keimanan, nilai dan budi pekerti luhur, penguasaan integrasi nasional, keseimbangan etika, logika, estetika, dan kinetika, kesamaan memperoleh kesempatan, abad pengetahuan dan teknologi informasi, pengembangan keterampilan hidup, berpusat pada anak, serta pendekatan menyeluruh dan kemitraan.
Apabila dianalisis secara mendalam beberapa prinsip khusus yang diterapkan dalam pengembangan kurikulum berbasis kompetensi, pada dasarnya merupakan penjabaran dari empat prinsip umum pengembangan kurikulum.
Ada dua pendekatan dalam pengembangan kurikulum, yaitu pendekatan administratif dan akar rumput. Pendekatan administratif adalah suatu pendekatan dalam pengembangan kurikulum di mana ide atau inisiatif pengembangan muncul dari para pejabat atau pengembang kebijakan seperti Menteri Pendidikan, Kepala Dinas dan lain-lain. Sedangkan pendekatan akar rumput, ide pengembangan muncul dari keresahan para guru-guru yang mengimplementasikan kurikulum di sekolah di mana mereka menginginkan perubahan atau penyempurnaan sesuai dengan kebutuhan di sekolah.
Ada beberapa langkah dalam pengembangan kurikulum, yaitu analisis dan diagnosis kebutuhan, perumusan tujuan, pemilihan dan pengorganisasian materi, pemilihan dan pengorganisasian pengalaman belajar, dan pengembangan alat evaluasi.
Analisis dan diagnosis kebutuhan dilakukan dengan mempelajari tiga hal, yaitu: kebutuhan siswa, tuntutan masyarakat/dunia kerja, dan harapan-harapan dari pemerintah. Adapun caranya dapat dilakukan melalui survei kebutuhan, studi kompetensi, dan analisis tugas.
Langkah pengembangan kurikulum selanjutnya setelah seperangkat kebutuhan tersusun adalah perumusan tujuan, pemilihan dan pengorganisasian materi, pemilihan dan pengorganisasian pengalaman belajar, serta pengembangan alat evaluasi.
DAFTAR PUSTAKA
Doll, R.C. (1974). Curriculum Improvement: Decision Making and Process, (Third Edition), Boston-London-Sidney: Allyn and Bacon, Inc.
Hasan, S.H. (1988). Evaluasi Kurikulum. Jakarta: P2LPTK.
Kaber, A. (1988). Pengembangan Kurikulum. Jakarta: P2LPTK.
Mulyasa, E. (2002). Kurikulum Berbasis Kompetensi. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Nasution S. (1982). Asas-asas Kurikulum. Bandung: Jemmars.
Ornstein, A. C. and Hunkins, F.P., (1988). Curriculum: Foundations, Principles, and Issues. Boston: Allyn and Bacon.
Sudjana, N. (1989). Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum di Sekolah. Bandung: Sinar Baru.
Sukmadinata, N.S. (1988). Prinsip dan Landasan Pengembangan Kurikulum. Jakarta: P2LPTK.
Tyler, R. W. (1975). Basic Principles of Curriculum and Instruction. Chicago and London: The University of Chicago Press.
Undang-Undang No. 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Zais, R.S. (1976). Curriculum: Principles and Foundations. New York: Harper and Row.
Modul 3: KERANGKA DASAR KURIKULUM 2004
Kegiatan Belajar 1:
Secara umum prinsip-prinsip pengembangan kurikulum meliputi prinsip relevansi, fleksibilitas, kontinuitas, serta efisiensi dan efektivitas.
Prinsip relevansi berkenaan dengan kesesuaian antara komponen tujuan, isi, strategi, dan evaluasi. Prinsip fleksibilitas berkenaan dengan kebebasan/keluwesan yang dimiliki guru dalam mengimplementasikan kurikulum dan adanya alternatif pilihan program pendidikan bagi siswa sesuai dengan minat dan bakatnya. Prinsip kontinuitas berkenaan dengan adanya kesinambungan materi pelajaran antarberbagai jenis dan jenjang sekolah serta antartingkatan kelas. Prinsip efisiensi dan efektivitas berkenaan dengan pendayagunaan semua sumber secara optimal untuk mencapai hasil yang optimal.
Sementara itu, prinsip khusus yang harus diperhatikan dalam mengembangkan kurikulum berbasis kompetensi, antara lain: prinsip keimanan, nilai dan budi pekerti luhur, penguasaan integrasi nasional, keseimbangan etika, logika, estetika, dan kinetika, kesamaan memperoleh kesempatan, abad pengetahuan dan teknologi informasi, pengembangan keterampilan hidup, berpusat pada anak, serta pendekatan menyeluruh dan kemitraan.
Apabila dianalisis secara mendalam beberapa prinsip khusus yang diterapkan dalam pengembangan kurikulum berbasis kompetensi, pada dasarnya merupakan penjabaran dari empat prinsip umum pengembangan kurikulum.
Ada dua pendekatan dalam pengembangan kurikulum, yaitu pendekatan administratif dan akar rumput. Pendekatan administratif adalah suatu pendekatan dalam pengembangan kurikulum di mana ide atau inisiatif pengembangan muncul dari para pejabat atau pengembang kebijakan seperti Menteri Pendidikan, Kepala Dinas dan lain-lain. Sedangkan pendekatan akar rumput, ide pengembangan muncul dari keresahan para guru-guru yang mengimplementasikan kurikulum di sekolah di mana mereka menginginkan perubahan atau penyempurnaan sesuai dengan kebutuhan di sekolah.
Ada beberapa langkah dalam pengembangan kurikulum, yaitu analisis dan diagnosis kebutuhan, perumusan tujuan, pemilihan dan pengorganisasian materi, pemilihan dan pengorganisasian pengalaman belajar, dan pengembangan alat evaluasi.
Analisis dan diagnosis kebutuhan dilakukan dengan mempelajari tiga hal, yaitu: kebutuhan siswa, tuntutan masyarakat/dunia kerja, dan harapan-harapan dari pemerintah. Adapun caranya dapat dilakukan melalui survei kebutuhan, studi kompetensi, dan analisis tugas.
Langkah pengembangan kurikulum selanjutnya setelah seperangkat kebutuhan tersusun adalah perumusan tujuan, pemilihan dan pengorganisasian materi, pemilihan dan pengorganisasian pengalaman belajar, serta pengembangan alat evaluasi.
DAFTAR PUSTAKA
Doll, R.C. (1974). Curriculum Improvement: Decision Making and Process, (Third Edition), Boston-London-Sidney: Allyn and Bacon, Inc.
Hasan, S.H. (1988). Evaluasi Kurikulum. Jakarta: P2LPTK.
Kaber, A. (1988). Pengembangan Kurikulum. Jakarta: P2LPTK.
Mulyasa, E. (2002). Kurikulum Berbasis Kompetensi. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Nasution S. (1982). Asas-asas Kurikulum. Bandung: Jemmars.
Ornstein, A. C. and Hunkins, F.P., (1988). Curriculum: Foundations, Principles, and Issues. Boston: Allyn and Bacon.
Sudjana, N. (1989). Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum di Sekolah. Bandung: Sinar Baru.
Sukmadinata, N.S. (1988). Prinsip dan Landasan Pengembangan Kurikulum. Jakarta: P2LPTK.
Tyler, R. W. (1975). Basic Principles of Curriculum and Instruction. Chicago and London: The University of Chicago Press.
Undang-Undang No. 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Zais, R.S. (1976). Curriculum: Principles and Foundations. New York: Harper and Row.
Modul 3: KERANGKA DASAR KURIKULUM 2004
Kegiatan Belajar 1:
Landasan, Prinsip Pengembangan dan Pelaksanaan Sistem Persekolahan, dan Standar Kompetensi
Adanya perkembangan dan perubahan yang terus-menerus dalam kehidupan masyarakat, berbangsa dan bernegara yang dipengaruhi oleh perubahan global, perkembangan pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya menuntut perlunya perubahan sistem pendidikan nasional termasuk penyempurnaan kurikulum.
Perbaikan sistem pendidikan ini dimaksudkan untuk memperoleh masyarakat yang mampu menyesuaikan diri dengan perubahan tersebut secara khusus untuk mengembangkan aspek-aspek moral, akhlak, budi pekerti, pengetahuan, dan keterampilan dari peserta didik agar nantinya memiliki kompetensi untuk bertahan hidup dan menyesuaikan diri dengan kemajuan yang ada.
Penyempurnaan kurikulum dilandasi oleh kebijakan yang ada dalam peraturan UU, yaitu UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah dan PP No. 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi sebagai Daerah Otonom.
Prinsip pengembangan kurikulum meliputi peningkatan keimanan dan budi pekerti, keseimbangan etika, logika, estetika, dan kinestetika, penguatan integritas nasional, perkembangan pengetahuan dan IT, kecakapan hidup 4 pilar pendidikan dan belajar sepanjang hayat.
Prinsip pelaksanaan kurikulum didasarkan pada kesamaan memperoleh kesempatan, berpusat pada anak, pendekatan menyeluruh dan kemitraan.
Jenjang pendidikan terdiri dari Pendidikan Usia Dini, Pendidikan Dasar, Pendidikan Menengah, dan Pendidikan Tinggi yang diselenggarakan pada jalur formal dan nonformal.
Standar nasional pendidikan meliputi standar isi, proses, kompetensi lulusan, tenaga pendidikan, sarana dan prasarana pengelolaan dan penilaian.
Mata pelajaran memuat sejumlah kompetensi dasar yang harus dicapai oleh siswa per kelas dan satuan pendidikan. Tolok ukur kompetensi di tentukan dalam indikator.
Standar kompetensi lulusan dijabarkan dalam standar isi yang memuat bahan kegiatan, mata pelajaran, dan kegiatan belajar pembiasaan.
Kompetensi lintas kurikulum merupakan kompetensi kecakapan hidup dan belajar sepanjang hayat yang dibakukan dan harus dicapai oleh peserta didik melalui pengalaman belajar secara berkesinambungan
Perbaikan sistem pendidikan ini dimaksudkan untuk memperoleh masyarakat yang mampu menyesuaikan diri dengan perubahan tersebut secara khusus untuk mengembangkan aspek-aspek moral, akhlak, budi pekerti, pengetahuan, dan keterampilan dari peserta didik agar nantinya memiliki kompetensi untuk bertahan hidup dan menyesuaikan diri dengan kemajuan yang ada.
Penyempurnaan kurikulum dilandasi oleh kebijakan yang ada dalam peraturan UU, yaitu UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah dan PP No. 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi sebagai Daerah Otonom.
Prinsip pengembangan kurikulum meliputi peningkatan keimanan dan budi pekerti, keseimbangan etika, logika, estetika, dan kinestetika, penguatan integritas nasional, perkembangan pengetahuan dan IT, kecakapan hidup 4 pilar pendidikan dan belajar sepanjang hayat.
Prinsip pelaksanaan kurikulum didasarkan pada kesamaan memperoleh kesempatan, berpusat pada anak, pendekatan menyeluruh dan kemitraan.
Jenjang pendidikan terdiri dari Pendidikan Usia Dini, Pendidikan Dasar, Pendidikan Menengah, dan Pendidikan Tinggi yang diselenggarakan pada jalur formal dan nonformal.
Standar nasional pendidikan meliputi standar isi, proses, kompetensi lulusan, tenaga pendidikan, sarana dan prasarana pengelolaan dan penilaian.
Mata pelajaran memuat sejumlah kompetensi dasar yang harus dicapai oleh siswa per kelas dan satuan pendidikan. Tolok ukur kompetensi di tentukan dalam indikator.
Standar kompetensi lulusan dijabarkan dalam standar isi yang memuat bahan kegiatan, mata pelajaran, dan kegiatan belajar pembiasaan.
Kompetensi lintas kurikulum merupakan kompetensi kecakapan hidup dan belajar sepanjang hayat yang dibakukan dan harus dicapai oleh peserta didik melalui pengalaman belajar secara berkesinambungan
Kegiatan Belajar 2:
Struktur dan Pelaksanaan Kurikulum 2004
1. Struktur kurikulum berisi tiga hal, yaitu sejumlah mata pelajaran, kegiatan belajar pembiasaan, dan alokasi waktu.
2. Kegiatan belajar pembiasaan dilakukan secara berkesinambungan mulai dari pendidikan taman kanak-kanak, pendidikan dasar, dan menengah.
3. Taman kanak-kanak dan raudhatul athfal merupakan bentuk pendidikan usia dini pada jalur pendidikan formal. Struktur kurikulum TK memuat dua bidang pengembangan, yaitu pengembangan kegiatan belajar pembiasaan dan bentuk-bentuk kemampuan dasar.
4. Penjelasan kegiatan pembiasaan di TK, SD dilakukan dengan pendekatan tematik yang diorganisasikan sekolah.
5. Kurikulum SMA dan MA ada dua jenis, yaitu kurikulum program studi dan struktur kurikulum program pilihan. Struktur program studi terdiri atas ilmu alam, ilmu sosial, dan bahasa.
6. Kurikulum program pilihan di SMA dan MA bertujuan untuk memberikan kebebasan kepada peserta didik untuk memilih mata pelajaran sesuai dengan potensi, bakat, dan minat peserta didik.
7. Pelaksanaan kurikulum 2004 menerapkan prinsip “Kesatuan dalam kebijakan dan keberagaman dalam pelaksanaan”.
8. Standar nasional ditentukan pusat dan cara pelaksanaannya disesuaikan masing-masing daerah/sekolah. Pelaksanaan kurikulum sekolah ini harus memperhatikan:
a. perencanaan dan pelaksanaan sesuai standar yang telah ditetapkan,
b. perluasan kesempatan berimprovisasi dan berkreasi dalam meningkatkan mutu,
c. menugaskan tanggung jawab bersama antara orang tua, sekolah, dan masyarakat, pemerintah daerah dan pemerintah pusat dalam meningkatkan mutu pendidikan,
d. peningkatan pertanggungjawaban kinerja penyelenggaraan pendidikan,
e. mewujudkan ketentuan dan kepercayaan dalam pengelolaan pendidikan sesuai otoritasnya,
f. penyelesaian masalah pendidikan sesuai karakteristik wilayah.
9. Kurikulum dapat didiversifikasi untuk melayani keberagaman penyelenggaraan kebutuhan dan kemampuan sekolah dan melayani minat peserta didik.
10. Kegiatan kurikuler dikelompokkan menjadi kegiatan intrakurikuler, yaitu kegiatan pembelajaran untuk menguasai kompetensi dan ekstrakurikuler adalah kegiatan pembelajaran yang diselenggarakan secara kontekstual dengan keadaan dan kebutuhan lingkungan untuk memenuhi tuntutan penguasaan kompetensi mata pelajaran, pembentukan karakter, peningkatan kecakapan hidup sesuai kebutuhan dan kondisi sekolah.
11. Kegiatan belajar pembiasaan diselenggarakan secara berkesinambungan mulai dari TK, SD, SMA, mengutamakan kegiatan pembentukan dan pengendalian perilaku yang diwujudkan dalam kegiatan rutin, spontan, dan mengenal unsur-unsur penting kehidupan.
DAFTAR PUSTAKA
Asep Herry Hernawan. (2003). Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran (PGSD4407), Modul 7. Jakarta: Universitas Terbuka.
Depdiknas. (2003). Kurikulum 2004, Kerangka Dasar. Jakarta: Depdiknas.
Depdiknas. (2006). Pelayanan Profesional Kurikulum. Jakarta: Cipta Jaya.
E. Mulyana. (2003). Kurikulum Berbasis Kompetensi, Konsep, Karakteristik, dan Implementasi. Bandung: Rosdakarya.
J. Quicke. (1999). Curriculum for Life, Schools for a Democratic Learning Society. Open.
Modul 4: TANTANGAN KURIKULUM DAN PEMBELAJARAN DI ABAD 21
Kegiatan Belajar 1:
2. Kegiatan belajar pembiasaan dilakukan secara berkesinambungan mulai dari pendidikan taman kanak-kanak, pendidikan dasar, dan menengah.
3. Taman kanak-kanak dan raudhatul athfal merupakan bentuk pendidikan usia dini pada jalur pendidikan formal. Struktur kurikulum TK memuat dua bidang pengembangan, yaitu pengembangan kegiatan belajar pembiasaan dan bentuk-bentuk kemampuan dasar.
4. Penjelasan kegiatan pembiasaan di TK, SD dilakukan dengan pendekatan tematik yang diorganisasikan sekolah.
5. Kurikulum SMA dan MA ada dua jenis, yaitu kurikulum program studi dan struktur kurikulum program pilihan. Struktur program studi terdiri atas ilmu alam, ilmu sosial, dan bahasa.
6. Kurikulum program pilihan di SMA dan MA bertujuan untuk memberikan kebebasan kepada peserta didik untuk memilih mata pelajaran sesuai dengan potensi, bakat, dan minat peserta didik.
7. Pelaksanaan kurikulum 2004 menerapkan prinsip “Kesatuan dalam kebijakan dan keberagaman dalam pelaksanaan”.
8. Standar nasional ditentukan pusat dan cara pelaksanaannya disesuaikan masing-masing daerah/sekolah. Pelaksanaan kurikulum sekolah ini harus memperhatikan:
a. perencanaan dan pelaksanaan sesuai standar yang telah ditetapkan,
b. perluasan kesempatan berimprovisasi dan berkreasi dalam meningkatkan mutu,
c. menugaskan tanggung jawab bersama antara orang tua, sekolah, dan masyarakat, pemerintah daerah dan pemerintah pusat dalam meningkatkan mutu pendidikan,
d. peningkatan pertanggungjawaban kinerja penyelenggaraan pendidikan,
e. mewujudkan ketentuan dan kepercayaan dalam pengelolaan pendidikan sesuai otoritasnya,
f. penyelesaian masalah pendidikan sesuai karakteristik wilayah.
9. Kurikulum dapat didiversifikasi untuk melayani keberagaman penyelenggaraan kebutuhan dan kemampuan sekolah dan melayani minat peserta didik.
10. Kegiatan kurikuler dikelompokkan menjadi kegiatan intrakurikuler, yaitu kegiatan pembelajaran untuk menguasai kompetensi dan ekstrakurikuler adalah kegiatan pembelajaran yang diselenggarakan secara kontekstual dengan keadaan dan kebutuhan lingkungan untuk memenuhi tuntutan penguasaan kompetensi mata pelajaran, pembentukan karakter, peningkatan kecakapan hidup sesuai kebutuhan dan kondisi sekolah.
11. Kegiatan belajar pembiasaan diselenggarakan secara berkesinambungan mulai dari TK, SD, SMA, mengutamakan kegiatan pembentukan dan pengendalian perilaku yang diwujudkan dalam kegiatan rutin, spontan, dan mengenal unsur-unsur penting kehidupan.
DAFTAR PUSTAKA
Asep Herry Hernawan. (2003). Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran (PGSD4407), Modul 7. Jakarta: Universitas Terbuka.
Depdiknas. (2003). Kurikulum 2004, Kerangka Dasar. Jakarta: Depdiknas.
Depdiknas. (2006). Pelayanan Profesional Kurikulum. Jakarta: Cipta Jaya.
E. Mulyana. (2003). Kurikulum Berbasis Kompetensi, Konsep, Karakteristik, dan Implementasi. Bandung: Rosdakarya.
J. Quicke. (1999). Curriculum for Life, Schools for a Democratic Learning Society. Open.
Modul 4: TANTANGAN KURIKULUM DAN PEMBELAJARAN DI ABAD 21
Kegiatan Belajar 1:
Life Skills (Pendidikan Kecakapan Hidup)
Life skills atau pendidikan kecakapan hidup (PKH) adalah interaksi berbagai pengetahuan dan kecakapan yang sangat penting dimiliki oleh seseorang sehingga mereka dapat hidup mandiri. Kecakapan hidup adalah kecakapan yang dapat membantu siswa belajar bagaimana memelihara tubuhnya, tumbuh menjadi dirinya, bekerja sama secara baik dengan orang lain, membuat keputusan yang logis, melindungi dirinya sendiri dan mencapai tujuan dalam hidupnya.
PKH perlu dikenalkan pada siswa karena dapat membantu siswa dalam mengembangkan kemampuan belajar (learning how to learn), karena kecakapan ini diperlukan oleh semua orang. Makna kecakapan hidup lebih luas dari keterampilan untuk bekerja karena diharapkan dengan kecakapan ini, seseorang dapat memecahkan masalah yang dihadapinya dengan baik.
PKH terdiri dari:
1. GLS®kecakapan personal (kecakapan hidup general),
2. GLS,®kecakapan sosial
3. SLS (kecakapan hidup spesifik),®kecakapan akademik
4. SLS.®kecakapan vokasional
Keempat pilar pendidikan dari UNESCO adalah perwujudan dari siswa yang memiliki kecakapan hidup sesuai standar UNESCO. Keempat pilar ini kemudian diwujudkan dalam berbagai kompetensi yang ada dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK).
Pelaksanaan PKH di sekolah perlu kerja sama semua pihak yang terlibat dalam kegiatan pendidikan di sekolah, misalnya persetujuan dan bantuan kepala sekolah, guru dan siswanya, guru-guru di kelas lain atau guru mata pelajaran lain, guru perpustakaan, orang tua siswa, staf administrasi sekolah dan lainnya. PKH perlu dimasukkan dalam kurikulum sekolah.
Kegiatan Belajar 2:
Keterampilan Melek Informasi (Information literacy)
Literasi adalah kemampuan membaca dan menulis. Sedangkan keterampilan melek informasi adalah serangkaian kemampuan untuk menyadari kebutuhan informasi dan kapan informasi dibutuhkan, mengidentifikasi dan menemukan lokasi informasi yang dibutuhkan, memanfaatkan informasi secara kritis dan etis, kemudian mengkomunikasikannya secara efektif dan efisien. Keterampilan melek informasi juga berhubungan dengan kemampuan untuk memecahkan. Siswa yang mempunyai keterampilan melek informasi adalah siswa yang independent dan competent, yang dapat beradaptasi dengan perubahan apapun secara mandiri dan fleksibel.
Manfaat keterampilan melek informasi adalah dapat membiasakan siswa untuk selalu belajar untuk meneliti sesuatu dengan menggunakan strategi ilmiah, mengajak mereka untuk rajin membaca dan menulis untuk menambah pengetahuan, wawasan, maupun kecerdasan siswa sebagai bekal menuju manusia berkualitas.
Pelaksanaan keterampilan melek informasi di kelas dapat menggunakan metode ilmiah. Penilaian keterampilan ini juga perlu penilaian menyeluruh yang dapat menilai kemampuan dan hasil kerja siswa.
DAFTAR PUSTAKA
Andi Haris Prabawa & Siti Zuhriah Ariatmi. (Ed.) (2002). Paradigma Pengembangan Kurukulum Pendidikan Tinggi Tahun 2000. Surakarta: Penerbit Universitas Muhamadiyah Surakarta.
Anwar. (2004). Pendidikan Kecakapan Hidup (Life Skills Education). Bandung: Alfabeta.
Carol Koechlin & Sandi Zwaan. (2004). Build Your Own Information Literate School. California: Hi Willow Research & Publishing, San Jose, California.
David V. Loertscher & Blanche Woolls. (2002). Information Literacy: A Review of the Research: A Guide for Practitioners and Researchers, 2nd ed. California: Hi Willow Research & Publishing, San Jose, California.
Dhama Gustiar Baskoro, S.IP. (2005). Big 6 Dan Implementasinya dalam Information Literacy Program Bagi Guru Pustakawan Di Perpustakaan Sekolah K-12. Makalah yang ditulis untuk Pertemuan Informal Pustakawan Sekolah 1 pada Agustus 2005, di Jakarta.
Diao Ai Lien & Titi Chandrawati. (2005), Current State Of Information Literacy Awareness And Practices In Indonesian Primary And Secondary Public Schools: Jakarta: Laporan hasil penelitian, Jakarta.
Hernowo. (2004). Bu Slim & Pak Bil Membincangkan Pendidikan di Masa Depan: Ihwal Life Skills, Porto folio, Konstruktivisme, dan Kompetensi. Bandung: Mizan Learning Center (MLC).
Hernowo. (2004). Bu Slim & Pak Bil Menggagas Kembali Pendidikan Berbasiskan Buku. Bandung: Mizan Learning Center (MLC).
Ihad Hatimah & Sadri. (2006). Buku Materi Pokok: Pembelajaran Berwawasan Kemasyarakatan, Modul 7: Muatan Life Skills dalam Pembelajaran Berwawasan Kemasyarakatan. Jakarta: Penerbit Universitas Terbuka.
Kompas, 8 Maret 2006. Bangun Karakter Lewat Penciptaan Kultur Sekolah, Pendidikan Watak Harus Terintegrasi, halaman 12. Jakarta: Gramedia.
Kompas, 4 April 2006. Belajar Menyenangkan Lewat Agenda Penelitian, halaman 12. Jakarta: Gramedia.
Kompas, 8 April 2006. Pembelajaran Kreatif, Siswa Didorong Belajar Mandiri Lewat Penelitian Sederhana, halaman 12. Jakarta: Gramedia.
Republika, 5 Maret 2006. Hari Buku Sedunia: Menumbuhkan Budaya Literacy, Hal. 20.
Victoria Pennell (1997). Information Literacy: An Advocacy Kit for Teacher-Librarians, the Association for Teacher-Librarian in Canada (ATLC). Canada.
_________ . (2003). On Your Own: Guided Steps. Canada: Thomas Valley District School Board.
Tim Broad Based Education Depdiknas. (2003). Pola Pelaksanaan Pendidikan Kecakapan Hidup. Penerbit SIC bekerja sama dengan LPPM Universitas Negeri Surabaya & Swa Bina Qualita Indonesia, Jatim
Yenny Novita, MA., SIP dan Ratna Setyowati Putri, S.Pd. Ing. (2006). Peran Pustakawan Sekolah Dalam Menunjang Pendidikan di Sekolah—Sharing good Practices from Sekolah Pelita harapan Karawaci and Cikarang. Makalah yang ditulis untuk Pertemuan Informal Pustakawan Sekolah 2 pada tanggal 25 Februari 2006, di Jakarta.
Modul 5: MODEL PENGEMBANGAN RENCANA PEMBELAJARAN DAN PERENCANAAN KEGIATAN EKSTRAKURIKULER
Kegiatan Belajar 1
PKH perlu dikenalkan pada siswa karena dapat membantu siswa dalam mengembangkan kemampuan belajar (learning how to learn), karena kecakapan ini diperlukan oleh semua orang. Makna kecakapan hidup lebih luas dari keterampilan untuk bekerja karena diharapkan dengan kecakapan ini, seseorang dapat memecahkan masalah yang dihadapinya dengan baik.
PKH terdiri dari:
1. GLS®kecakapan personal (kecakapan hidup general),
2. GLS,®kecakapan sosial
3. SLS (kecakapan hidup spesifik),®kecakapan akademik
4. SLS.®kecakapan vokasional
Keempat pilar pendidikan dari UNESCO adalah perwujudan dari siswa yang memiliki kecakapan hidup sesuai standar UNESCO. Keempat pilar ini kemudian diwujudkan dalam berbagai kompetensi yang ada dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK).
Pelaksanaan PKH di sekolah perlu kerja sama semua pihak yang terlibat dalam kegiatan pendidikan di sekolah, misalnya persetujuan dan bantuan kepala sekolah, guru dan siswanya, guru-guru di kelas lain atau guru mata pelajaran lain, guru perpustakaan, orang tua siswa, staf administrasi sekolah dan lainnya. PKH perlu dimasukkan dalam kurikulum sekolah.
Kegiatan Belajar 2:
Keterampilan Melek Informasi (Information literacy)
Literasi adalah kemampuan membaca dan menulis. Sedangkan keterampilan melek informasi adalah serangkaian kemampuan untuk menyadari kebutuhan informasi dan kapan informasi dibutuhkan, mengidentifikasi dan menemukan lokasi informasi yang dibutuhkan, memanfaatkan informasi secara kritis dan etis, kemudian mengkomunikasikannya secara efektif dan efisien. Keterampilan melek informasi juga berhubungan dengan kemampuan untuk memecahkan. Siswa yang mempunyai keterampilan melek informasi adalah siswa yang independent dan competent, yang dapat beradaptasi dengan perubahan apapun secara mandiri dan fleksibel.
Manfaat keterampilan melek informasi adalah dapat membiasakan siswa untuk selalu belajar untuk meneliti sesuatu dengan menggunakan strategi ilmiah, mengajak mereka untuk rajin membaca dan menulis untuk menambah pengetahuan, wawasan, maupun kecerdasan siswa sebagai bekal menuju manusia berkualitas.
Pelaksanaan keterampilan melek informasi di kelas dapat menggunakan metode ilmiah. Penilaian keterampilan ini juga perlu penilaian menyeluruh yang dapat menilai kemampuan dan hasil kerja siswa.
DAFTAR PUSTAKA
Andi Haris Prabawa & Siti Zuhriah Ariatmi. (Ed.) (2002). Paradigma Pengembangan Kurukulum Pendidikan Tinggi Tahun 2000. Surakarta: Penerbit Universitas Muhamadiyah Surakarta.
Anwar. (2004). Pendidikan Kecakapan Hidup (Life Skills Education). Bandung: Alfabeta.
Carol Koechlin & Sandi Zwaan. (2004). Build Your Own Information Literate School. California: Hi Willow Research & Publishing, San Jose, California.
David V. Loertscher & Blanche Woolls. (2002). Information Literacy: A Review of the Research: A Guide for Practitioners and Researchers, 2nd ed. California: Hi Willow Research & Publishing, San Jose, California.
Dhama Gustiar Baskoro, S.IP. (2005). Big 6 Dan Implementasinya dalam Information Literacy Program Bagi Guru Pustakawan Di Perpustakaan Sekolah K-12. Makalah yang ditulis untuk Pertemuan Informal Pustakawan Sekolah 1 pada Agustus 2005, di Jakarta.
Diao Ai Lien & Titi Chandrawati. (2005), Current State Of Information Literacy Awareness And Practices In Indonesian Primary And Secondary Public Schools: Jakarta: Laporan hasil penelitian, Jakarta.
Hernowo. (2004). Bu Slim & Pak Bil Membincangkan Pendidikan di Masa Depan: Ihwal Life Skills, Porto folio, Konstruktivisme, dan Kompetensi. Bandung: Mizan Learning Center (MLC).
Hernowo. (2004). Bu Slim & Pak Bil Menggagas Kembali Pendidikan Berbasiskan Buku. Bandung: Mizan Learning Center (MLC).
Ihad Hatimah & Sadri. (2006). Buku Materi Pokok: Pembelajaran Berwawasan Kemasyarakatan, Modul 7: Muatan Life Skills dalam Pembelajaran Berwawasan Kemasyarakatan. Jakarta: Penerbit Universitas Terbuka.
Kompas, 8 Maret 2006. Bangun Karakter Lewat Penciptaan Kultur Sekolah, Pendidikan Watak Harus Terintegrasi, halaman 12. Jakarta: Gramedia.
Kompas, 4 April 2006. Belajar Menyenangkan Lewat Agenda Penelitian, halaman 12. Jakarta: Gramedia.
Kompas, 8 April 2006. Pembelajaran Kreatif, Siswa Didorong Belajar Mandiri Lewat Penelitian Sederhana, halaman 12. Jakarta: Gramedia.
Republika, 5 Maret 2006. Hari Buku Sedunia: Menumbuhkan Budaya Literacy, Hal. 20.
Victoria Pennell (1997). Information Literacy: An Advocacy Kit for Teacher-Librarians, the Association for Teacher-Librarian in Canada (ATLC). Canada.
_________ . (2003). On Your Own: Guided Steps. Canada: Thomas Valley District School Board.
Tim Broad Based Education Depdiknas. (2003). Pola Pelaksanaan Pendidikan Kecakapan Hidup. Penerbit SIC bekerja sama dengan LPPM Universitas Negeri Surabaya & Swa Bina Qualita Indonesia, Jatim
Yenny Novita, MA., SIP dan Ratna Setyowati Putri, S.Pd. Ing. (2006). Peran Pustakawan Sekolah Dalam Menunjang Pendidikan di Sekolah—Sharing good Practices from Sekolah Pelita harapan Karawaci and Cikarang. Makalah yang ditulis untuk Pertemuan Informal Pustakawan Sekolah 2 pada tanggal 25 Februari 2006, di Jakarta.
Modul 5: MODEL PENGEMBANGAN RENCANA PEMBELAJARAN DAN PERENCANAAN KEGIATAN EKSTRAKURIKULER
Kegiatan Belajar 1
Model Pengembangan Rencana Pembelajaran
Ada banyak model pengembangan rencana pembelajaran di antaranya model Gagne, model Kemp, model Gerlach & Ely, model Dick dan Carey, model Banathy, dan model PPSI. Masing-masing model memiliki perbedaan dan persamaan. Persamaan dari model tersebut adalah mengandung 3 kegiatan pokok, yaitu: mengidentifikasikan masalah; mengembangkan pemecahannya; dan menilai pemecahan, dan mengandung unsur dasar yang sama yaitu siswa, tujuan, metode dan kegiatan belajar-mengajar.
Ada 5 kriteria untuk memilih model, yaitu harus sederhana, lengkap, dapat diterapkan, luas, dan teruji.
Langkah-langkah pengembangan model Banathy adalah:
1. Merumuskan tujuan belajar secara spesifik dan objektif,
2. Menyusun tes untuk mengukur ketercapaian tujuan,
3. Menentukan tugas-tugas yang akan diberikan agar tujuan dicapai, dan
4. Menganalisis sistem yang meliputi analisis fungsi tentang apa yang akan dilakukan dan bagaimana, siapa yang akan melakukannya, membagi fungsi pada tiap komponen, dan menentukan jadwal kapan pelaksanaannya dan di mana tempatnya.
Adapun langkah pengembangan model Dick & Carey meliputi:
1. Merumuskan tujuan pembelajaran.
2. Menentukan macam kegiatan belajar/keterampilan yang memungkinkan tujuan pembelajaran tercapai.
3. Mengidentifikasi kemampuan awal dan karakteristik siswa untuk menentukan pola strategi pembelajaran.
4. Merumuskan tujuan khusus.
5. Menyusun butir-butir tes berdasarkan acuan patokan.
6. Mengembangkan strategi pembelajaran, berupa pengalaman belajar yang akan dialami siswa.
7. Mengembangkan dan memilih materi/bahan pembelajaran.
8. Mengadakan evaluasi formatif.
9. Mengadakan revisi sistem hasil evaluasi formatif.
10. Mengadakan evaluasi sumatif.
Adapun langkah-langkah mengembangkan model Gerlach & Ely adalah:
Pertama: menentukan materi yang akan diajarkan serta merumuskan tujuan pembelajaran.
Kedua: menilai perilaku siswa yang belajar.
Ketiga: melakukan lima hal secara simultan, yaitu: menentukan strategi; mengatur pengelompokan siswa; mengalokasikan waktu; menentukan tempat atau ruangan mengajar, dan memilih sumber belajar yang akan digunakan.
Kegiatan Belajar 2:
Ada 5 kriteria untuk memilih model, yaitu harus sederhana, lengkap, dapat diterapkan, luas, dan teruji.
Langkah-langkah pengembangan model Banathy adalah:
1. Merumuskan tujuan belajar secara spesifik dan objektif,
2. Menyusun tes untuk mengukur ketercapaian tujuan,
3. Menentukan tugas-tugas yang akan diberikan agar tujuan dicapai, dan
4. Menganalisis sistem yang meliputi analisis fungsi tentang apa yang akan dilakukan dan bagaimana, siapa yang akan melakukannya, membagi fungsi pada tiap komponen, dan menentukan jadwal kapan pelaksanaannya dan di mana tempatnya.
Adapun langkah pengembangan model Dick & Carey meliputi:
1. Merumuskan tujuan pembelajaran.
2. Menentukan macam kegiatan belajar/keterampilan yang memungkinkan tujuan pembelajaran tercapai.
3. Mengidentifikasi kemampuan awal dan karakteristik siswa untuk menentukan pola strategi pembelajaran.
4. Merumuskan tujuan khusus.
5. Menyusun butir-butir tes berdasarkan acuan patokan.
6. Mengembangkan strategi pembelajaran, berupa pengalaman belajar yang akan dialami siswa.
7. Mengembangkan dan memilih materi/bahan pembelajaran.
8. Mengadakan evaluasi formatif.
9. Mengadakan revisi sistem hasil evaluasi formatif.
10. Mengadakan evaluasi sumatif.
Adapun langkah-langkah mengembangkan model Gerlach & Ely adalah:
Pertama: menentukan materi yang akan diajarkan serta merumuskan tujuan pembelajaran.
Kedua: menilai perilaku siswa yang belajar.
Ketiga: melakukan lima hal secara simultan, yaitu: menentukan strategi; mengatur pengelompokan siswa; mengalokasikan waktu; menentukan tempat atau ruangan mengajar, dan memilih sumber belajar yang akan digunakan.
Kegiatan Belajar 2:
Perencanaan Kegiatan Ekstrakurikuler
1. Dari beberapa sumber, terdapat beberapa kesamaan pengertian ekstrakurikuler, yaitu pertama, kegiatan ekstrakurikuler merupakan kegiatan yang diprogramkan di luar jam pelajaran sekolah; kedua, kegiatan ekstrakurikuler diarahkan untuk membantu ketercapaian program kurikuler.2. Perbedaan antara kegiatan ekstrakurikuler dengan kegiatan kurikuler dapat ditinjau dari sifat kegiatan, waktu pelaksanaan, tujuan dan sasaran yang ingin dicapai, teknis pelaksanaan, serta kriteria evaluasi keberhasilan.
3. Ada beberapa tujuan yang ingin dicapai oleh kegiatan ekstrakurikuler di antaranya adalah memperluas, memperdalam pengetahuan dan kemampuan/kompetensi yang relevan dengan program intrakurikuler, memberikan pemahaman terhadap hubungan antarmata pelajaran, menyalurkan minat dan bakat siswa, mendekatkan pengetahuan yang diperoleh dengan kebutuhan dan tuntutan masyarakat/lingkungan, serta melengkapi upaya pembinaan manusia seutuhnya.
4. Dalam upaya mencapai tujuan kegiatan ekstrakurikuler, ada sejumlah kegiatan yang dapat diprogramkan di antaranya adalah kegiatan yang berhubungan dengan pembinaan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, pembinaan kehidupan berbangsa dan bernegara, pembinaan kedisiplinan dan hidup teratur, pembinaan kemampuan berorganisasi dan kepemimpinan, pembinaan keterampilan, hidup mandiri dan kewiraswastaan, pembinaan hidup sehat dan kesegaran jasmani, serta pembinaan apresiasi dan kreasi seni. Kegiatan-kegiatan tersebut ditujukan untuk membantu secara langsung program kurikuler sekolah.
5. Keberhasilan kegiatan ekstrakurikuler, dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, di antaranya, sumber daya manusia yang tersedia seperti kepala sekolah, guru-guru; dana, sarana dan prasarana; serta perhatian orang tua siswa.
6. Perencanaan program kegiatan ekstrakurikuler perlu disusun oleh kepala sekolah bersama guru agar memperoleh hasil yang maksimal. Terdapat sejumlah komponen yang harus dirumuskan dalam perencanaan kegiatan ekstrakurikuler di antaranya bidang atau materi kegiatan, jenis kegiatan, tujuan atau hasil yang diharapkan, sarana penunjang, kendala atau hambatan yang mungkin muncul, waktu pelaksanaan, dan penanggung jawab. Sedangkan untuk pelaksanaan kegiatan, perlu diperhatikan beberapa prinsip di antaranya berorientasi pada tujuan, prinsip sosial dan kerja sama, prinsip motivasi, prinsip pengkoordinasian dan tanggung jawab, serta prinsip relevansi.
DAFTAR PUSTAKA
Ausubel, D.P. & Robinson, F.G. (1969). School Learning: an Introduction to Educational Psychology. New York: Holt Rinehart and Winston, Inc.
Bruner, J. (1960). The Process of Education. Cambridge: Harvard University Press.
Cohen, L. dan Manon, L. (1984). A Guide to Teaching Practice (Second Edition). New York: Methuen & Co.
Depdikbud. (1998). Kurikulum Pendidikan Dasar 1998.
Galby, M., Greewald and Ruth, W. (Edited) (1983). Curriculum Design. Providen House: Croom Helm.
Jackson, P. W. (Ed) (1992). Handbook of Research on Curriculum. New York: MacMillan.
Joyce, B. & Weil, M. (1980). Models of Teaching. Englewood Cliffs, New Jersey: Prentice-Hall.
Kirbi, N. (1984). Personal Values in Primary Education. London: Harper & Row.
Klein, M. F. (1989). Curriculum Reform in the Elementary School: Creating your own agenda. Teacher College, Columbia University.
Marsh,C. & Stafford, K. (1988). Curriculum Practices. Sydney: Mc Graw-Hill Book.
Miller, J.P. & Seller,W. (1985). Curriculum Perspectives and Practice. New York & London: Longman.
0 Komentar