Terbaru

6/recent/ticker-posts

Pola Gerak Dominan Senam: Penerapan Pendekatan Pola Gerak Dominan (PGD) untuk Meningkatkan Keterampilan Rangkaian Gerakan Senam Lantai dalam Proses Pembelajaran Senam pada Prodi S-1 Penjaskes

Pola Gerak Dominan Senam

Penerapan Pendekatan Pola Gerak Dominan (PGD) untuk Meningkatkan Keterampilan Rangkaian Gerakan Senam Lantai dalam Proses Pembelajaran Senam pada Prodi S-1 Penjaskes FKIP UNIB.
Oleh:
Tono Sugihartono, Drs.,M.Pd.
Sugiyanto, Drs. M.P.d


ABSTRACT

This study aims to determine the impact of the application of dominant movement pattern “Pola Gerak Dominan (PGD)” for increase in floor gymnastics series of learning outcomes, increase effective of Academic Learning-time Physical Education / ALT-PE and student motivation in learning. To know this purpose the methods used in this study is Class-room Action Research collaboration, in 3 cycles are made to the research subject is PE 3rd semester student in the course Senam III dan Aktivitas Ritmik with a series of gymnastic floor material. The results showed that by using the tools of observation of students' learning process (ABOPBM) can be seen that 1) there is increasing movement of student learning time effectively 47.8% of the 90-minute lessons, 2) increase skills in gymnastics series Variation Indicator Movement, in the category Pre-registration cycle both 19.05% increase in cycle 3 to 33.3%.; Indicators difficulty level, on both the Pre-cycle categories of 11.09% increase in cycle 3 to 31.0%.; indicator circuit requirements, in either category Pre -cycle of 16.7% increase in cycle 3 to 23.8%.; indicators of implementation, at both the Pre-cycle category of 14.3% increase in cycle 3 to 26.2%.; Indicators Aesthetics, in the category of both the Pre-cycle by 11, 9% increase in cycle 3 to 35.7%. ; 3) Increased student motivation to learn.

Keywords :Dominant Movement Pattern”Pola Gerak Dominan (PGD)”, Ggymnastic floor skills series, learning gymnastics.


PENDAHULUAN
Pembelajaran senam merupakan salah satu mata kuliah pada program studi Penjaskes yang memiliki karakteristik unik, sebab senam merupakan keterampilan (skill) melakukan gerakan-gerakan yang menuntut kemampuan dan keluasan gerak, seperti kelenturan, kecepatan gerak (speed motor), kekuatan yang dipadukan dengan kecepatan (daya ledak atau explosive power), keseimbangan statis dan keseimbangan dinamisnya serta kemampuan aerobik dan an aerobik dalam melakukan rangkaian gerakan senam lantai. Dengan demikian melalui aktivitas senam akan sangat menunjang secara efektif dalam mengoftimalkan pertumbuhan dan perkembangan anak (Hidayat,1996). Pada jenjang pendidikan di SD, SMP dan SLTA mata pelajaran senam merupakan materi penting dengan jumlah jam yang cukup dominan, bahkan di sekolah dasar materi ini diprioritaskan untuk diajarkan dan dikuasai siswa. Oleh karena itu mahasiswa Penjaskes wajib memiliki bekal keterampilan senam secara teori dan praktek.
Melalui pembelajaran senam gerakan-gerakan yag ditampilkan menurut Mahendra (2002:1) akan merangsang perkembangan komponen kebugaran jasmani, seperti kekuatan, daya tahan dan kelenturan seluruh bagian tubuh, selain berpotensi mengembangkan keterampilan gerak dasar.
Mengingat kedudukan mata kuliah senam sangat penting dalam pendidikan jasmani di sekolah-sekolah dengan tuntutan kemampuan gerak dasar senam cukup komplek baik secara kuantitas maupun kualitas, maka dalam kurikulum program studi S-1 Penjaskes dibebankan ke dalam 3 semester (semester 1, 2 dan 3) masing-masing 2 sks. Berdasarkan hasil perkuliahan pada semester 1 dan semester 2 berjalan, hasil belajar mahasiswa belum mencapai target yang diharapkan, yaitu; mahasiswa mendapat nilai A sebesar 6.98%, nilai B sebesar 27.91%, nilai C sebesar 51.16% dan nilai D 13.95%.
Beberapa hal yang menjadi kendala keberhasilan pembelajaran senam pada mahasiswa Penjaskes, berdasarkan hasil penelitian pendahuluan terungkap bahwa; 1) sebagian besar mahasiswa merasa takut melakukan gerakan-gerakan senam, 2) rasa takut itu karena trauma muncul sejak belajar olahraga senam di SD,SMP maupun SMA ketika melakukan gerakan senam kemudian gagal dan merasa badannya sakit-sakit bahkan ada yang sempat cidera, 3) akibat masalah di atas, minat dan motivasi belajar pada pembelajaran senam menjadi rendah, 4) Sehingga prosentase waktu aktif bergerak (berlatih melakukan gerakan senam) sangat rendah; 5) rendahnya minat dan motivasi yang berpengaruh terhadap rendahnya waktu bergerak dalam berlatih senam juga disebabkan karena monotonnya pembelajaran senam.
Sementara itu permasalahan juga muncul karena 1) perlengkapan dan alat penunjang praktek kurang mendukung kebutuhan mahasiswa untuk melakukan latihan-latihan dengan frekuensi yang cukup, hal itu karena terbatasnya alat matras (5 buah) yang tersedia dengan jumlah mahasiswa yang cukup banyak 43-45 orang/kelas; 2) Ruang senam di kampus air sebakul terlalu sempit untuk menampung sejumlah mahasiswa, sehingga area pergerakan mahasiswa berlatih sangat terbatas; 3) mahasiswa Penjaskes rata-rata berusia 18 tahun ke atas dengan bobot berat badan rata-rata 65 kg dan tinggi badan 165 cm. hal tersebut akan menghambat proses belajar senam, dimana idealnya menurut Litbang PB.Persani (2008) dalam sistem rekrutmen atlet senam, usia mulai belajar senam yang ideal dimulai sejak usia 4-5 tahun yang puncak prestasinya pada usia 18-20 tahun); 4) dalam usia mahasiswa di atas 18 tahun, maka dengan sendirinya baik secara antropometrik (ukuran organ tubuh), dan secara fisiologis serta fungsi alat gerak yang membentuk kemampuan-kemampuan kelenturan (flexibility) khususnya tidak mendukung lagi karena sudah keras dan kaku. 5) Kenyataan menunjukkan, bahwa dalam beberapa situasi pembelajaran senam, banyak sekali siswa di SD, SLTP dan SLTA yang nampaknya tidak tertarik untuk betul-betul menguasai keterampilan senam. Sebenarnya persoalan takutnya siswa/mahasiswa dalam mengikuti pelajaran senam bukan masalah baru. Dan itu terjadi bukan hanya di sekolah-sekolah Indonesia yang peralatannya sangat tidak memadai. Bahkan di negara majupun keadaan di atas tampak sangat mencolok. Di mana sebenarnya letak kesalahannya? kesalahannya justru pada pendekatan pengajaran senam yang ditempuh para guru.
Beberapa situasi dan kondisi sebagai kendala atau hambatan proses pembelajaran senam yang telah dikemukakan di atas, perlu adanya langkah-langkah dalam rangka mengeksplorasi proses pembelajaran agar lebih efektif dan efisien serta hasil pembelajaran juga meningkat. Dalam hal lain setelah mahasiswa menyelesaikan masa studinya, diharapkan mahasiswa mampu menyajikan pembelajaran pada siswanya secara baik dengan strategi yang tepat, mampu membelajarkan siswa dengan Aktif, Inovatif, Kreatif, Efisien dan Menyenangkan (PAIKEM). Salah satu langkah agar terjadi pembelajaran yang PAIKEM, guru hendaknya beralih pandangan dari mengajar sebagai sumber otoritas menuju pada perannya sebagai fasilitator dan mediator yang kreatif, sehingga dapat mengembangkan kemampuan berpikir siswa (Widi,2007:2).
Sehubungan hal di atas Mahendra (2008) (http://www.diecoach.com/69.html) menyebutkan bahwa dalam upaya mengatasi permasalahan pembelajaran senam saat ini guru harus mengambil sikap dalam memilih dan mengubah pendekatan pembelajaran yang konvensional dengan pendekatan yang berorientasi pada permainan yaitu pendekatan Pola Gerak Dominan (PGD), dimana pendekatan PGD merupakan pembelajaran yang menuntut siswa dan guru lebih aktif, guru selalu menyajikan kondisi pembelajaran yang inovatif, guru dan siswa menunjukkan aktivitas yang kreatif, dan menyenangkan. Hal ini sesuai dengan pandangan (Mosston & Asworth, 1994) bahwa guru harus selalu menempuh pendekatan baru, dengan menerapkan serta memanfaatkan bermacam-macam keterampilan mengajar, metode dan gaya mengajar yang dapat berinteraksi secara efektif dengan lingkungan belajar yang khusus.
Russel (1986); Schembry (1983) dalam Mahendra (2001). sepaham bahwa dalam pembelajaran atau latihan senam harus mengutamakan fase-fase latihan secara progresif dengan mengutamakan sedikitnya 7 pola gerak yang sifatnya sangat dominan, Yaitu Pendaratan (Landing); Posisi statis (Static position); Lokomotor (Locomotor); Ayunan (Swing); Putaran (Rotation); Tolakan (Spring); Ketinggian dan layangan (Hight and Flight), sehingga lazim disebut sebagai pola gerak Dominan (Dominant Movement Patterns). Selanjutnya menurut Mahendra (2002:15) mengemukakan bahwa Pendekatan Pola Gerak Dominan (PGD) adalah pendekatan yang menekankan pembekalan pola gerak yang mendasari terkuasainya keterampilan senam.
Permasalahan dalam penelitian ini dirumuskan adalah 1) Apakah penerapan pendekatan Pola Gerak dominan (PGD) dapat meningkatkan keterampilan mahasiswa dalam melakukan rangkaian senam lantai?; 2) Apak penerapan pendekatan Pola Gerak Dominan (PGD) dapat meningkatkan waktu efektif belajar gerak mahasiswa?; 3) Bagaimana motivasi mahasiswa dalam pembelajaran senam?

METODE PENELITIAN
Metode penelitian ini menggunakan penelitian terapan (Applied Research), dengan pendekatan Penelitian Tindakan Kelas (Classroom Action Research). Penelitian Tindakan Kelas ( PTK) merupakan alternatif penelitian terapan untuk meningkatkan dan memperbaiki Kinerja pembelajaran di kelas atau lapangan (Carr & Kemmis 1991, dalam IGK Wardani, 2007).
1. Subjek Penelitian dalam Penelitian ini adalah dosen pengampu mata kuliah senam III (senam dan Aktivitas Ritmik) dan mahasiswa program studi S-1 Penjaskes semester III yang berjumlah 42 orang, yang terdiri dari 40 orang mahasiswa berjenis kelamin laki-laki dan 2 orang mahasiswa jenis kelamin perempuan.
2. Waktu dan Tempat Penelitian; a) Waktu Penelitian, Penelitian dilaksanakan pada semester ganjil (semester 3) tahun akademik 2010-2011; b) Tempat penelitian dilaksanakan pada Program studi S-1 Penjaskes FKIP Universitas Bengkulu, Kampus Air Sebakul.
3. Prosedur penelitian yang digunakan dalam memecahkan permasalahan penelitian ini menggunakan rancangan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) berkolaborasi (collaborative classroom action research). Adapun pelaksanaannya terdiri tiga langkah yaitu: (1) Perumusan masalah, (2) Perbaikan, yang terdiri atas beberapa siklus yang meliputi (a) Perencanaan (planning), (b) Pelaksanaan/tindakan (action), (c) Pengamatan (observation & evaluation), (d) Refleksi (reflexion), dan (3) pemantapan (Beker, 2001; Elliot, 1993; dan Borgg dan Biklen, 1992 dalam Suharsimi Arikunto 2002 ). Dalam hal ini penelitian akan dilakukan sedikitnya 2 siklus, yang tiap siklusnya terdiri dari 2 kali pertemuan terhadap subjek yang diteliti.
HASIL PENELITIAN
Hasil penelitian ini merupakan dampak penerapan pola gerak dominan pada pembelajaran senam III. Dampak nyata yang merupakan pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah perubahan proses pembelajaran. Proses pembelajaran dengan pola gerak dominan memberikan pengaruh perubahan sistem pembelajaran yang biasanya terfokus pada dosen, beralih pada mahasiswa yang lebih aktif dan bertanggung jawab dalam proses pembelajaran. Tujuan-tujuan pembelajaran PGD yang disampaikan pada mahasiswa di awal perkuliahan membantu mahasiswa menentukan target dirinya (self-target) dalam proses pembelajaran, mereka lebih bertanggung jawab dan memahami tugasnnya.
Pembelajaran penerapan PGD dalam bentuk latihan sirkuit (sircuit training) dirasakan mahasiswa lebih bebas dalam mencapai target latihan, dan mereka lebih termotivasi sebagai bentuk kesadaran dalam aktivitas gerak; mahasiswa lebih terdorong kreativitasnya dalam melakukan latihan yang bervariasi. Penerapan PGD dalam bentuk latihan sirkuit membuat suasana belajar lebih kompetitif karena satu sama lain kelompok ingin menampilkan yang terbaik.
Selanjutnya dalam pembahasan ini akan dibahas berkaitan dengan variabel penelitian penerapan PGD dalam pembelajaran senam terhadap variabel penelitian lainnya, yaitu 1) kemampuan keterampilan senam rangkaian, 2) Waktu efektif, dan 3) Motivasi mahasiswa dalam pembelajaran senam.
1. Kemampuan melakukan senam lantai rangkaian.
Pembelajaran senam dengan Pola gerak dominan, memberikan pengaruh yang baik terhadap kemampuan dasar dari keterampilan senam lantai baik gerak lokomotor maupun non-lokomotor, kesimbangan statis dan dinamis, kemampuan lompatan dan pendaratan (Mahendra, 2002), sedangkan indikator keterampilan senam rangkaian yang dinilai sangat komplek yaitu penilaian variasi gerakan, tingkat kesulitan, persyaratan rangkaian, pelaksanaan gerakan, tampak pada tabel berikut.

Unsur/Indikator Keterampilan Senam Lantai Rangkaian Siklus ke siklus Prosentase keberhasilan
Sangat Baik Baik Cukup Kurang Kurang sekali
1 2 3 4 5 6 7
1.Variasi Gerakan Pra-Siklus 2,38 19,05 33,33 38,10 7,14
Siklus ke-1 7,1 19,0 31,0 38,1 4,8
Siklus ke-2 11,9 28,6 40,5 14,3 4,8
Siklus ke-3 21,4 33,3 31,0 14,3 0,0
2.Tingkat Kesulitan Pra-Siklus 2,4 11,9 33,3 35,7 16,7
Siklus ke-1 4,8 16,7 35,7 31,0 11,9
Siklus ke-2 14,3 28,6 38,1 14,3 7,1
Siklus ke-3 19,0 31,0 40,5 7,1 2,4
3.Persyaratan
Rangkaian Pra-Siklus 9,5 16,7 40,5 26,2 7,1
Siklus ke-1 14,3 19,0 38,1 19,0 9,5
Siklus ke-2 16,7 23,8 40,5 14,3 4,8
Siklus ke-3 28,6 35,7 23,8 9,5 2,4
1 2 3 4 5 6 7
4.Pelaksanaan Pra-Siklus 7,1 14,3 38,1 21,4 19,0
Siklus ke-1 14,3 19,0 35,7 14,3 16,7
Siklus ke-2 28,6 21,4 28,6 9,5 11,9
Siklus ke-3 33,3 26,2 28,6 9,5 2,4
5.Estetika Pra-Siklus 0 11,9 26,2 33,3 28,6
Siklus ke-1 4,8 14,3 28,6 35,7 16,7
Siklus ke-2 19,0 35,7 19,0 19,0 7,1
Siklus ke-3 31,0 35,7 16,7 11,9 4,8

a) Variasi gerakan yang ditampilkan mahasiswa dengan kategori A (baik sekali) sedikitnya dilakukan 13 gerakan dasar (tabel 11) di awal pembelajaran hanya 2,38%., Siklus-1 meningkat menjadi 7.1%, pada siklus ke-2 menjadi 11,9% dan siklus ke-3 menjadi 28,6 %; Kategori baik juga meningkat dari 19.05% pada akhir siklus menjadi 33.3%; sementara itu yang semula pada kategori kurang sekali 7,4% meningkat menjadi lebih baik semua. Sehingga tampak bahwa mahasiswa tidak yang melakukan hanya 3 gerakan yang diulang-ulang tetapi betul-betul bervariasi.
Variasi gerakan senam sangat ditentukan oleh kemampuan mahasiswa menguasai teknik dasar senam lantai, salah kemampuan itu dapat ditempa melalui pembekalan latihan dengan penerapan PGD pada mahasiswa, seperti dikemukakan Ikhsan (2008:25) bahwa latihan-latihan berputar, mengayun, melompat dan mendarat, jenis keseimbangan statis dan dinamis akan menentukan keterampilan dasar-dasar senam.
b) Tingkat kesulitan, dalam penilaian ini mahasiswa dituntut melakukan gerakan-gerakan yang memiliki tingkat kesulitan dan resiko tinggi ( Ikhsan: 2008,34), misalnya melakukan gerakan dengan lompatan yang menghasilkan layangan (flight) dan Pendaratan (landing): Handspring, Flik-flak, salto dsb. Pada tabel 10 data menunjukkan ada sedikit peningkatan keberanian mahasiswa melakukan gerakan dengan tingkat kesulitan pada katagori A (sangat baik) dari 2,4 % mejadi 19,0% dan dari kemampuan kurang sekali 16,7% meningkat sehingga menyisakan 7,1% dalam kategori kurang sekali.
c) Persyaratan rangkaian, melakukan rangkaian senam lantai biasanya dalam suatu lomba dipersyaratkan unsur-unsur yang harus ditampilkan menurut Code of Point FIG (2008) adalah harus ada unsur keseimbangan, gerakan akrobatik (melompat dan berputar), lompatan explosive power, dan unsur kekuatan. Pada data tabel 10 diketahui bahwa kemampuan mahasiswa menampilkan rangkaian dengan persyaratan tersebut pada siklus ke-3 pada kategori sangat baik dan baik sebesar 28,6% dan 35,7% artinya bahwa mahasiswa sudah merusaha melakukan persyaratan rangkaian dengan dengan cukup baik.
d) Unsur penilaian pelaksanaan gerakan, Secara berturut-turut sesuai tabel 10 kemampuan penilaian unsur “pelaksanaan” dengan kategori sangat baik sebesar 33,3%, dan kategori baik 26,2% , dan kategori cukup sebesar 28,6%. Hal itu menunjukkan peningkatan pelaksanaan lebih baik karena di awal pra siklus kategori baik hanya sebesar 7,1% saja.
Jika rangkaian senam dilakukan maka setiap satu gerakan itu akan dinilai pelaksanaannya, apakah teknik gerakan sempurna atau melakukan banyak kesalahan sehingga mengurangi nilai pelaksanaan, seperti dikemukakan Sahara (1999) bahwa menilai satu gerakan dasar senam harus dibuat rubrik penilaiannya, pembengkokan, terganggunya keseimbangan dalam gerakan dan pendaratan akan mengurangi nilai pelaksanaan.
e) Estetika, Melakukan gerakan senam dengan tingkat keterampilan tinggi dan mahir akan diikuti oleh penampilan seni gerak atau keindahan gerak (estetika) yang tinggi pula (Sahara, 1999). Berdasarkan data pada tabel 10 menunjukkan peningkatan pra-siklus 0%, menjadi 4,8 % pada siklus ke-1, 19.0% siklus ke-2 dan siklus ke-3 menjadi 31%.

2. Peningkatan Efektivitas waktu bergerak (waktu efektif).
Dengan menggunakan instrumen berdasarkan Academic Learning-time Physical Education/ALT-PE (Siedentop,1988) Alat Bantu Observasi Proses Belajar Mahasiswa (ABOPBM) pada tabel 9 data-data waktu efektif mahasiswa aktif bergerak atau berlatih dalam pembelajaran PGD terekam diawal pembelajaran siklus pertama mahasiswa aktif/ giat bergerak hanya 27,8% dari 90 menit pembelajaran berlangsung. Dengan memperbaiki strategi pembelajaran PGD melalui variasi metode latihan sirkuit, ternyata pada siklus kedua ada peningkatan menjadi 36,7%, dan pada siklus ketiga menjadi 47,8% dari 90 menit. Artinya bahwa waktu mahasiswa aktif latihan cenderung lebih lama, tidak banyak istirahat atau tidak banyak bebas selama pembelajaran. Keterlibatan mahasiswa dalam pembelajaran merupakan indikator keberhasilan proses pembelajaran penerapan PGD, hal ini sesuai dengan hukum “law of exercise” thorndike dan Gredler (1991) terjemahan Munandir dalam Ilham Abdullah (2007, 245) bahwa belajar memerlukan adanya latihan-latihan, dimana individu yang aktif menunjukkan keingintahuannya dan meningkatkan keterampilan (skill). Dan menurut teori kognitif bahwa belajar menunjukkan adanya jiwa aktif, proses mengolah informasi dan terjadi transformasi.
Keterlibatan langsung dalam belajar sesuai pandangan John Dewey dengan “learning by doing” belajar sebaiknya dialami oleh perbuatan langsung, belajar harus dilakukan dengan aktif baik secara individual atau kelompok, sementara itu pendidik bertindak sebagai fasilitator. Kaitan dengan hal tersebut bahwa peran dosen terekam dalam penelitian ini yaitu:

No Aktivitas mahasiswa dan dosen Prosentase waktu (%)
Siklus pertama Siklus kedua Siklus ketiga
1 Aktivitas mahasiswa giat bergerak/ berlatih. (G) 27,8 36,7 47,8
2 waktu digunakan untuk informasi dari dosen pada mahasiswa (I) 13,3 11,1 11,1
3 waktu digunakan untuk /selama peralihan (A) 16,7 15,6 13,3
4 mahasiswa menunggu (tidak melakukan gerak)/ menunggu giliran (T) 18,9 16,7 15,6
5 waktu digunakan dosen untuk mengelola kelas (K) 15,6 14,4 12,2
6 mahasiswa bebas, diluar kendali
guru/dosen (B) 7,8 5,6 0,0

















a) Aktivitas gerak atau mahasiswa melakukan latihan sebagai kunci keberhasilan dalam pembelajaran Penjas cenderung meningkat yaitu pada siklus 1selama 27,8 menit, pada siklus ke 2 selama 36,7 menit dan pada siklus ke 3 selama 47,8 menit.
b) dosen memberikan informasi disaat-saat penting dalam proses belajar yang sedang berlangsung, terkait materi yang dipelajari masih diperlukan walaupun cenderung menjadi lebih berkurang dari 13.3% (siklus 1), menjadi 11,1 % pada siklus 2 dan siklus ke-3.
c) Berlatih dalam kelompok sirkuit pada pembelajaran dengan PGD ini memerlukan waktu untuk peralihan dari satu pos latihan ke pos latihan berikutnya, misalnya diperlukan penjelasan tentang materi latihan dan target latihan disetiap pos. Sesuai tabel waktu yang digunakan selama peralihan berkurang dari siklus ke-1 16,7% dan pada siklus ketiga menjadi 13,3%.
d) Pada pembelajaran Penjaskes umumnya adalah kegiatan belajar dengan aktivitas praktek gerak yang membutuhkan alat dan perlengkapan yang cukup. Cukup dan memadai serta seimbang antara jumlah siswa dengan jumlah alat yang harus disediakan. Sehingga mahasiswa/siswa tidak banyak menunggu giliran melakukan gerakan/ latihan terlalu lama, tetapi mereka dapat belajar dan berlatih sebanyak-banyak, bisa mengulang latihan dengan frekuensi dan refetisi yang cukup untuk mencapai keterampilan yang diharapkan, Disamping itu kemampuan penerapan metode yang tepat dan pengelolaan kelas yang baik dapat membantu waktu menunggu giliran menjadi lebih sedikit. Dalam hal ini sesuai hasil observasi waktu tunggu berkurang dari 18,9% (siklus 1) menjadi 15,6% pada siklus ke-3.
e) Pengelolaan kelas merupakan hal yang sangat penting dalam proses pembelajaran sehingga akan terjadi proses belajar sesuai prinsip-prinsip belajar yang sesungguhnya seperti, perhatian dan motivasi (Gage & Berliner 1984), keterlibatan langsung (John Dewey), prinsip balikan dan penguatan teori belajar operant conditioning dari B.F Skinner, dan prinsip perbedaan individu. Pengelolaan kelas yang baik tentu saja tidak membuang-buang waktu dan bertele-tele sehingga waktu harus dimanfaatkan seefisien mungkin. Pada pembelajaran ini waktu yang diperlukan dosen dalam mengelola semakin efisien, pada siklus ke-1 menunjukkan sebesar 15,6% dan pada akhir siklus ke-3 menjasi 12,2%.
f) Proses belajar harus memberikan peluang belajar dan berlatih dan tidak memberikan sedikitpun peluang siswa melakukan hal-hal yang tidak diinginkan, misalnya bebas diluar kendali guru/dosen, main-main, ngobrol, melakukan kegiatan diluar tugas gerak yang ditugaskan. Dll. Sesuai data tabel ternyata waktu mahasiswa bebas diluar kendali dosen/guru siklus ke-1 7,8% tetapi pada siklus ke-3 adalah 0,0%, artinya mahasiswa dapat memanfaatkan waktu yang tersedia dengan sebaik-baiknya untuk berlatih.

3. Motivasi belajar pada pembelajaran dengan penerapan PGD.
Indikator terjadinya peningkatan motivasi ditandai dengan meningkatkan perhatian siswa/mahasiswa dalam konteks pembelajaran, seperti pendapat Gage dan Berliner (1984) dalam Ilham Abdullah (2007,243) bahwa perhatian mempunyai peranan penting dalam kegiatan belajar, tanpa adanya perhatian tak mungkin terjadi belajar. Berdasarkan data-data observasi yang telah dikemukakan di atas memberikan pengertian bahwa tingkat perhatian mahasiswa meningkat misalnya waktu giat bergerak menjadi lebih lama, waktu menunggu giliran menjadi lebih sedikit, bahkan mereka tidak sempat melakukan hal-hal diluar pembelajaran artinya bahwa pembelajaran menjadi sangat kondusif karena motivasi mahasiswa meningkat. Beberapa mahasiswa diakhir perkuliahan tampak merasa kelelahan dengan keringat yang bercucuran, hal tersebut bisa terjadi karena mereka selalu mencoba gerakan rangkaian senam secara terus menerus. Alasan mereka melakukan latihan secara terus menerus dalam setiap pembelajaran senam dengan PGD dalam kelompok-kelompok terjadi kompetisi individu dan kelompok, kesadaran untuk melakukan gerakan secara berulang-ulang karena memang senam rangkaian tidak mudah, cenderung sulit karena harus mengurangi kesalahan-kesalahan, waktu yang ditentukan sangat singkat tetapi jumlah gerakan harus banyak. Sehingga muncul dalam motivasi dalam dirinya (motivasi instrinsik) untuk mencapai keterampilan yang diinginkannya. Motivasi instrinsik menurut Ilham abdullah (2007,244) adalah pendorong, tenaga pendorong yang sesuai perbuatan yang dilakukannya.

SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan
Penerapan Pola Gerak Dominan (PGD) dalam pembelajaran senam 3 dan aktivitas ritmik sebagai upaya peningkatan kemampuan keterampilan rangkaian senam lantai dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut;
1. Penerapan pola gerak dominan (PGD) dalam pembelajaran senam pada materi rangkaian senam lantai dengan pendekatan penelitian tindakan kelas (PTK) yang dilakukan dalam 3 siklus dapat meningkat.
a) Keterampilan rangkaian senam meningkat pada indikator-indikator rangkaian senam yaitu: variasi gerakan, tingkat kesulitan, pelaksanaan, persyaratan rangkaian, dan indikator estetika.
b) Indikator Variasi Gerakan, pada katagori baik Pra-siklus sebesar 19,05% meningkat pada siklus 3 menjadi 33.3%.; Indikator Tingkat kesulitan, pada katagori baik Pra-siklus sebesar 11,09% meningkat pada siklus 3 menjadi 31.0%.; Indikator Persyaratan rangkaian, pada katagori baik Pra-siklus sebesar 16,7% meningkat pada siklus 3 menjadi 23.8%.; Indikator pelaksanaan, pada katagori baik Pra-siklus sebesar 14,3% meningkat pada siklus 3 menjadi 26.2%.; Indikator Estetika, pada katagori baik Pra-siklus sebesar 11,9% meningkat pada siklus 3 menjadi 35.7%.
2. Penerapan Pola Gerak Dominan dapat meningkatan waktu efektif mahasiswa yaitu mahasiswa giat bergerak, berlatih dan aktif selama proses pembelajaran senam dari siklus pertama 27,8% menjadi 47,8% pada siklus ketiga dari 90 menit pembelajaran.
3. Penerapan pola gerak dominan dapat meningkatkan motivasi mahasiswa dalam mengikuti pembelajaran, yang ditandai dengan meningkatnya perhatian mahasiswa dan waktu efektif giat bergerak; berkurangnya waktu bebas dan istirahat.
B. Saran
Berdasarkan temuan-temuan hasil penelitian yang telah diungkapkan di atas maka peneliti menyarankan pada praktisi-praktisi guru/dosen Penjaskes dan peneliti lainnya hal-hal sebagai berikut;
1) Bagi Guru/ dosen Penjaskes dalam mengajarkan materi senam dapat menerapkan pola gerak dominan sebagai salah satu alternatif dalam pemilihan metode atau pendekatan pembelajaran, sebagai upaya meningkatkan proses pembelajaran yang aktif dan inovatif dalam meningkatkan keterampilan siswa.
2) Bagi peneliti lainnya agar dapat menindaklanjuti penelitian penerapan pola gerak dominan dengan materi yang berbeda atau pada mata kuliah lainnya.

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. Suhardjono. Supardi.( 2007). Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Bumi Aksara.
Depdikbud. (1999). Penelitian Tindakan Kelas (Classroom Action Research). Jakarta: Dirjen Dikti, Proyek Pengembangan Guru Sekolah Menengah.
Hidayat,Imam.,(1996), Senam,Diktat.,Bandung, FPOK IKIP Bandung.
Hopkins, D. (1993). A Teacher’s Guide to Classroom Research. Philadelphia: Open University Press.
Ilham Abdullh,M., (2007), Pentingnya Implementasi prinsip-prinsip Pembelajaran bagi Pendidik, Jurnal Inspirirasi, Vol. 16, No.3 September 2007,: Bengkulu
Litbang. PB.Persani, (2008), Sistem Rekrutmen dan Pembinanaan Atlet Senam Indonesia, Jakarta: PB.Persani Press.
Mahendra, Agus.,(2002), Sebuah Pendekatan Pembinaan Pola Gerak Dominan , Pembelajaran Senam, Jakarta: Depdiknas Direktorat Jenderal Olahraga.

Mahendra,Agus.,(2008), Pendekatan Pembinaan Pola Gerak Dominan , Pembelajaran Senam di Sekolah Dasar. Tersedia pada (http://www.diecoach.com/69.html), diakses pada tanggal 2 Mei 2010.

Murray & Jennifer, (1994), Children & Movement, Phyical Education in Elementary School. Dubuque,Iowa,WM,C. Brown and Benchmark.

Sahara, Suyati ,(1999), Senam Dasar & Teknik Bantuan ,Universitas Terbuka, Jakarta.

Sahara, Suyati, (2008), Senam Dasar ,UniversitasTerbuka , Jakarta .
Soemosasmito.S.,(1997), Efektivitas Pembelajaran Pendidikan Jasmani. Surabaya: Unesa.Press.
Soenardi,Soemosasmito, (1997), Dasar, Proses dan Efektivitas Belajar mengajar Pendidikan Jasmani, Jakarta: PPLPTK, Ditjen Dikti.
Wardani.I.G.K., (2002, Penelitian Tindakan Kelas . Universitas Terbuka Jakarta
Widi, Endang.W., (2007). Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing Untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep, Kemampuan Berpikir Kritis, Dan Sikap Ilmiah” Jurnal Ilmiah PGSD,Edisi 5 Nomor 9, November 2007 (1-9)

Posting Komentar

0 Komentar