Terbaru

6/recent/ticker-posts

Upaya Peningkatan Kemampuan Guru Dalam Menggunakan Model Pembelajaran CTL Melalu Pelatihan Model “Klasemen” Bagi Guru-Guru SMA Wilayah Binaan Di Kabupaten Dompu Semester Gasal Tahun Pelajaran 2009-2010

ABSTRAK
“Upaya Peningkatan Kemampuan Guru Dalam Menggunakan Model Pembelajaran ”CTL” Melalui Pelatihan Model ”Klasemen ” Bagi Guru-Guru SMA Wilayah Binaan Di Kabupaten Dompu Tahun Pelajaran 2011/2012”
Model pembelajaran Contextual Teaching Lwarning (CTL) merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Dengan konsep itu, hasil pembelajaran diharapkan lebih bermakna bagi siswa. Proses pembelajaran berlangsung alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalami, bukan mentransfer pengetahuan dari guru ke siswa. Strategi pembelajaran lebih dipentingkan daripada hasil.
Tujuan dari penelitian tindakan kepengawasan ini adalah untuk mengetahui sejauh mana pembinaan pengawas meningkatkan kemampuan guru dalam menerapkan model pembelajaran Contextual Teaching Learning (CTL) melalui pelatihan “Klasemen”
Dalam penelitian tindakan kepengawasan se wilayah (PTK/Sw) ini dilakukan dalam 2 siklus, dari hasil tindakan yang dilakukan terbukti dapat meningkatkan kinerja guru dengan mencapai standar ideal. Dari 67,93 % pada siklus I, dapat meningkat menjadi 93,92 % pada siklus II,
Hasil penelitian tindakan ini menunjukkan bahwa pembinaan pengawas melalui pelatihan model klasemen dapat meningkatkan kinerja guru dalam menggunakan model pembelajaran CTL di sekolah binaan kabupaten Donpu Tahun Pelajaran 2010/2011.
Kata Kunci :
Kemampuan Guru, pengembangan model pembelajaran CTL, Pelatihan Klasemen.

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kemampuan guru merupakan faktor pertama yang dapat mempengaruhi keberhasilan pembelajaran. Guru yang memilikim kemampuan tinggi akan bersikap kreatif dan inovatif yang selamanya akan mencoba dan mencoba menerapkan berbagai penemuan baru yang dianggap lebih baik untuk pembelajaran siswa.
Suatu asumsi bahwa peningkatan mutu pembelajaran di sekolah dapat dicapai melalui peningkatan mutu sumber daya manusia (guru dan tenaga kependidikan lainnya), walaupun diakui bahwa komponen-komponen lain turut memberikan kontribusi dalam peningkatan mutu pembelajaran. Peningkatan sumber daya menusia telah banyak dilakukan pemerintah, terutama peningkatan kompetensi guru. Usaha ini berupa peningkatan kompetensi melalui pendidikan dan pelatihan, workshop atau bentuk lainnya.
Dalam aspek perencanaan misalnya, guru dituntut untuk mampu mendesain perencanaan yang memungkinkan secara terbuka siswa dapat belajar sesuai dengan minat dan bakatnya., seperti kemampuan merumuskan tujuan pembelajaran, kemampuan menyusun dan menyajikan materi atau pengalaman belajar siswa, kemampuan untuk merancang desian pembelajaran yang tepat sesuai dengan tujuan yang akan dicapai, kemampuan menentukan dan memanfaatkan media dan sumber belajar, serta kemampuan menentukan alat evaluasi yang tepat untuk mengukur keberhasilan proses pembelajaran.
Disamping itu, peningkatan profesionalisme guru juga dilakukan melalui kegiatan Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) bagi guru Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan guru Sekolah Menengah Atas (SMA), atau pola-pola lain seperti seminar, lokakarya atau workshop. Namun demikian hasil belajar siswa masih memprihatinkan dan sampai saat ini kenyataannya bahwa hasil evaluasi belajar yang dicapai secara nasional belum semuanya sesuai dengan standar minimal yang ditetapkan pemerintah.
Hal yang sama juga terjadi terhadap guru di wilayah sekolah binaan Penulis di kabupaten Dompu. Pelatihan terhadap guru-guru di sekolah binaan tersebut telah banyak diikutkan dalam kegiatan diklat baik yang dilaksanakan oleh Pengawas Binaan itu sendiri, LPMP, Bimtek KTSP-SSN oleh Direktorat Pembinaan SMA yang difasilitasi oleh Fasilitator Pusata maupun daerah, PPPPTK, atau oleh Dinas Pendidikan Kota Dompu, namun hasil belajar siswa mereka masih dibawah standar yang diharapkan.
Pengamatan yang dilakukan peneliti selama menjadi fasilitator dalam kegiatan workshop atau diklat , bahwa pada struktur program dalam panduan pelatihan yang disusun pada setiap kegiatan diklat atau workshop, masih didominasi oleh kegiatan menyusun administrasi pembelajaran, dan hanya sedikit kegiatan yang membimbing guru dalam penguasaan materi serta penggunaan model-model pembelajaran CTL serta keterampilan menggunkan media pembelajaran yang sesuai. Disamping itu, pada umumnya para guru yang telah mengikuti diklat atau workshop jarang mensosialisasikan hasil-hasil diklatnya kepada rekan-rekan mereka di sekolah. Hal ini terjadi karena kepala sekolah mereka jarang memberi kesempatan untuk mensosialisasikan hasil diklat kepada rekan-rekannya di sekolah.
Berdasarkan hal tersebut, Nawawi (1993) menyatakan bahwa ” program kelas tidak akan berarti bilamana tidak terwujudkan menjadi kegiatan. Untuk itu peranan guru sangat menentukan karena kedudukannya sebagai pemimpin pendidikan di antara peserta didik dalam suatu kelas”. Guru bertanggung jawab untuk mengatur, mengarahkan dan menciptakan suasana yang dapat mendorong peserta didik untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan di dalam kelas.
Untuk menunjang tugas tersebut maka guru perlu ditunjang dengan kemampuan profesional yang memadai. Guru yang profesional adalah guru yang menguasai kurikulum, menguasai materi pelajaran, menguasai model-model dan atau metode-metode pembelajaran, menguasai penggunaan media pembelajaran, menguasai teknik penilaian pembelajaran, dan komitmen terhadap tugas. Dengan demikian diharapkan proses pembelajaran yang dilaksanakan guru, dapat dicapai tanpa pemborosan waktu, tenaga, material, finansial, dan bahkan pemikiran sehingga pada gilirannya tujuan sekolah dapat dicapai secara efektif dan efisien.
Beeby (1987) menyatakan bahwa pelajaran-pelajaran yang diberikan guru amat kurang sekali variasinya, dan dengan sedikit kekecualian, pola yang sama telah menjadi standar di ulang-ulang sepanjang jam pelajaran sekolah. Kadang-kadang guru mulai mengajar dengan hanya mendiktekan saja pelajarannya dan jika masih ada waktu baru memberikan penjelasan sekedarnya tidak mencerminkan pembelajaran CTL apa lagi tanpa variasi dengan penggunaan media yang sesuai maupun sumber-sumber belajar yang memadai. Apabila kebiasaan seperti itu tetap dipraktekan oleh para guru di kelas selama proses pembelajaran, maka dapat dipastikan bahwa peningkatan mutu pendidikan akan sulit dicapai.
Guru dikatakan tidak saja semata-mata sebagai pengajar (transfer of knowledge), tetapi pendidik (transfer of value) dan sekaligus sebagai pembimbing yang memberikan penghargaan dan menuntun murid dalam belajar (Sardiman, 1990). Para pakar pendidikan seringkali menegaskan bahwa guru adalah sumber daya manusia yang sangat menentukan keberhasilan program pendidikan. Pada umumnya kegiatan guru hanya mentrasfer pengetahuan atau pengalamannya dengan sedikit memberi kesempatan siswa untuk berdiskusi dan diakhiri dengan pemberian tugas atau latihan tanpa menggunakan media dan sumber belajar yang memadai.
Setelah ditelusuri melalui pengamatan atau dialog peneliti dengan beberapa guru di sekolah binaan di kabupaten Dompu, faktor penyebabnya adalah kebanyakan guru-guru kurang menguasai pembelajaran CTL dan ketrampilan penggunaan media serta sumber belajar yang ada sehingga pembelajaran yang mereka laksanakan masih didominasi dengan cara mentrasfer dari pada menciptakan pembelajaran yang memberi kesempatan siswa untuk mengkonstruksi pengetahuannya. Bettencourt,1989 dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi (2006) menyatakan “Konsep keilmuan tidak dapat ditransfer oleh guru kepada siswa melainkan siswa itu sendiri yang mengkonstruksinya dari data yang diperoleh melalui pancaindranya”.
Berdasarkan uraian di atas, tampak bahwa model dan strategi pembelajaran yang tepat akan berdampak positif bagi siswa. Namun kenyataan yang ada di sekolah binaan penulis pada semester 2 thn 2010/2011 menunjukkan hal yang terbalik. Dari hasil supervisi menunjukkan bahwa 90 % guru di SMA binaan peneliti masih dominan belum menggunakan strategi pembelajaran yang tepat sesuai dengan karaketristik siswa dan situasi kelas. Bila ditelusuri lebih lanjut, faktor yang meyebabkan guru belum mampu melaksanakan strategi pembelajaran dengan tepat karena kinerja menyusun strategi model pembelajaran CTL belum optimal, bahkan ada yang tidak membuat. Penerapan model CTL pembelajaran sangat penting, karena perencanaan yang baik berpengaruh terhadap hasil belajar siswa. Oleh karena itu diperlukan adanya perubahan paradigma dalam melaksanakan pembelajaran yang semula guru berpikir bagaimana mengajar menjadi berpikir bagaimana siswa belajar.
Untuk mengatasi hal tersebut di atas, maka peneliti berkeinginan membantu guru di sekolah binaan penilis untuk meningkatkan kemampuan mereka menyusun model-model dan ketrampilan menggunakan media Pembelajaran Melalui kegiatan Pelatihan model ”Kelasmen”
B. Perumusan dan Pemecahan Masalah
1. Rumusan Masalah
Dari latar belakang masalah yang dipaparkan di atas maka rumusan permasalahannya adalah:
a. Bagaimanakah meningkatkan kemampuan guru dalam menyusun dan mendesain model-model pembelajaran CTL melalui pelatihan model ”Kelasmen”?
b. Apakah setelah mengikuti Pelatihan model ”Kelasmen” dapat meningkatkan kinerja guru dalam menggunakan model pembelajaran CTL ?
2. Pemecahan Masalah
Berbagai upaya pemecahan masalah yang telah dilakukan untuk meningkatkan kinerja guru dalam menyusun model pembelajaran CTL, antara lain memperdalam pengetahuan bidang studi yang harus dikuasi guru, memperdalam pengetahuan tentang model dan strategi pembelajaran dan syarat-syarat pembuatan model pembelajaran CTL dan lain sebagainya. Namun fokus perbaikan yang dilakukan untuk pemecahan masalah dalam penelitian ini adalah meningkatkan kinerja guru dalam mendesain dan mengunakan model pembelajaran melalui kegiatan Pelatihan Model Klasemen dengan langkah –langkah sebagai berikut :
1. Melalui pelatihan model klasemen ini akan diberikan pembekalan dan bimbingan teknis pembuatan desain model pembelajaran CTL .
2. Pada proses perkembangan kinerja menyusun dan mendesain model pembelajaran CTL, dilakukan perbaikan-perbaikan terhadap draf-draf awal suatu model pembelajaran.
3. Mendiskusikan hasil evaluasi kegiatan pembelajaran dan memberikan refleksi terhadap semua kegiatan yang sudah dilakukan
4. Dengan adanya refleksi atau umpan balik dari fasilitator dan guru-guru sejenis diharapkan ada motivasi sehingga kinerja guru dalam menyusun model pembelajara CTL dapat ditingkatkan.
5. Merevisi perencanaan siklus berikutnya berdasarkan hasil yang diperoleh pada siklus sebelumnya.
C. Hipotesis Tindakan
Dari latar belakang masalah, rumusan masalah, dan pemecahan masalah yang telah dipaparkan di atas maka hipoetesis tindakan dapat dirumuskan sebagai berikut.
”Kemampuan guru menggunakan model pembelajaran CTL dapat di tingkatkan melalui pelatihan model ”Klasemen”, dengan demikian dapat meningkatkan aktifitas dan hasil belajar siswa.”.
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan permasalahan di atas, maka tujuan penelitian ini ingin mengetahui dan mendiskripsikan :
a. Peningkatkan kemampuan guru dalam menyusun dan mendesaian model-model pembelajaran CTL melalui pelatihan model ”Kelasmen di SMA binaan Kabupaten Dompu
b. Peningkatan kemampuan guru dalam menggunakan model pembelajaran CTL melalui pelatihan model ”Kelasmen di SMA binaan Kabupaten Dompu
c. Respon guru setelah diterapkannya kegiatan Pelatihan Model Klasemen dalam kaitanya dengan kemapuan dalam menggunakan model pembelajaran CTL.
2. Manfaat Penelitian
a. Melalui workshop kegiatan Pelatihan Model Klasemen dapat memberikan pengalaman belajar bagi guru, untuk menemukan model pembelajaran sesuai dengan karaketristik siswa dan situasi kelas yang ada.
b. Guru, memiliki kemampuan dalam mendesai model-model pembelajaran CTL sehingga dapat dijadikan alternatif bagi guru sehingga tercipta suasana belajar yang kondusif dalam upaya peningkatan prestasi belajar siswa.
c. Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat sebagai alternatif untuk meningkatkan kemampuan guru menggunakan model-model pembelajaran CTL serta didukung oleh keterampilan menggunakan media pembelajaran yang sesuai
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian Teori
1. Konsep Pembelajaran Dalam Diklat
Proses pembelajaran dalam arti luas merupakan jantung dari pendidikan, untuk membangun watak dan karakter dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Pembelajaran atau instruction merupakan konsep pedagogik yang secara teknis diartikan sebagai upaya sistimatik dan sistemik untuk menciptakan lingkungan belajar yang potensial, menghasilkan proses belajar yang bermuara pada berkembangnya potensi individu sebagai peserta didik. Dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) Nomor 20 tahun 2003 disebutkan bahwa “ Pembelajaran diartikan sebagai “ … proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar”.
Sedangkan belajar menurut Gredler (1986:1) “ adalah proses yang dilakukan manusia untuk mendapatkan aneka ragam competencies, sklls and attitudes. Para pakar psikologi melihat prilaku belajar sebagai proses psikologi individu dalam interaksinya dengan lingkungan secara alami, sedangkan pakar pendidikan melihat perilaku belajar sebagi proses psikologi-pedagogis yang ditandai dengan adanya interaksi individu dengan lingkungan belajar yang sengaja diciptakan. Jadi belajar dan pembelajaran memiliki keterkaitan substansi dan fungsional.
Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) merupakan wahana pembelajaran orang dewasa atau andragogik yang berbasis bekal ajar awal, bersifat peningkatan kinerja profesional bagi pendidik dan tenaga kependidikan. Oleh karena itu strategi pembelajaran dalam diklat seyogyanya menerapkan paradigma meta-learning and meta-teaching yang berarti widyaiswara berempati pada posisi bagaimana peserta diklat belajar dan membelajarkan untuk tujuan profesional development (pengembangan profesional). Dengan demikian proses pembelajaran dalam diklat harus mampu memfasilitasi interaksi kesejawatan yang memungkinkan terjadinya saling berbagi ide dan pengalaman guna meningkatkan kinerja profesional.
2. Prinsip Pembelajaran Dalam Diklat
Diklat merupakan pendidikan bagi orang dewasa yang mengembangkan interaksi antara penatar dengan peserta diklat dengan menerapkan prinsip-prinsip andragogy/pendidikan orang dewasa. Pusdiklat Depdiknas (2003) menguraikan aplikasi prinsip pembelajaran orang dewasa antara lain sebagai berikut :
a. Orang dewasa perlu mengetahui mengapa mereka harus mempelajari sesuatu dan harus siap belajar. Alasannya adalah pada awal pembelajaran sebagai pegantar harus ada kaitan isi materi diklat dengan pekerjaan mereka. Bagian ini merupakan bagian penting untuk meletakkan dasar yang kuat dari kseluruhan pembelajaran.
b. Peserta diklat cenderung berfokus pada kegiatan pembelajaran yang berkaitan dengan kehidupan, tugas, dan pemecahan masalah. Prinsip ini memberitahukan bahwa orang dewasa ingin memperoleh pengetahuan yang praktis dan menerapkan hal-hal yang dipelajari dalam pekerjaan mereka atau dalam kehidupan pribadi.
c. Peserta diklat dapat belajar dengan baik, ketika berpraktek dan bekerja atas dasar pengetahuan dan keterampilan serta sikap baru.
Disamping itu, proses belajar untuk orang dewasa dapat menganut model yang dikembangkan oleh Kolb, DA (1984) yaitu membangun pengetahuan melalui transformasi pengalaman. Menurut model ini proses belajar berlangsung melalui empat fase atau tahapan yang melipuiti :
• Individu memperoleh pengalaman langsung dan konkret
• Dikembangkan observasi dan dipikirkan atau merefleksikannya
• Akan terbentuk generalisasi dan abstraksi
• Implikasi yang diambil dari konsep tersebut dijadikan pengalaman baru.
3. Hakikat Kinerja Guru dalam Menyusun Model Pembelajaran
Broke dan Stone (dalam Wijaya, 1991: 7) menjelaskan istilah kinerja merupakan gambaran hakikat kualitatif dari perilaku atau tenaga kependidikan yang tampak sangat berarti. Sedangkan Charles E. Jhonson, et al (dalam Cece, 1991:8) mengatakan kinerja merupakan perilaku yang rasionil untuk mencapai tujuan yang dipersyaratkan sesuai dengan kondisi yang diharapkan.
Menurut Houston dan Howson (dalam Soekarno, 1999: 103), kinerja (competency) diartikan sebagai tugas yang memadai atau pemilikan pengetahuan, keterampilan dalam kinerja yang dituntut oleh jabatan guru/dosen. Dekker (dalam Soekarno, 1999: 104) mengatakan kinerja guru merupakan kinerja profesional yang berhubungan dengan jabatan guru.
Strategi merupakan suatu kata kerja yang memberikan arti kepada sesuatu untuk memposisikan suatu dengan cara-cara tertentu. Strategi adalah cara untuk menempatkan sesuatu sehingga menjadi suatu tujuan. Sedangkan pembelajaran adalah suatu proses daam melakukan sesuatu sehingga terjadi suatu perubahan. Pebelajaran adalah prosess, cara menjadikan orang untuk belajar (Rasyid, 2005: 42). Dengan demikian, kinerja menyusun strategi pembelajaran adalah kapasitas seorang guru dalam membuat perencanaan pembelajaran yang membuat cara-cara melaksanakan pembelajaran sehingga pembelajaran mencapai tujuan sesuai dengan yang telah ditetapkan.
4. Tinjauan Tentang Diklat
Pengetahuan, keterampilan dan kecakapan manusia dikembangkan melalui belajar. Banyak cara yang dapat dilakukan untuk memperoleh ketiga aspek tersebut seperti belajar di dalam sekolah, luar sekolah, tempat bekerja, sewaktu bekerja, melalui pengalaman, dan melalui diklat atau workshop. Diklat adalah suatu pertemuan ilmiah dalam bidang sejenis (pendidikan) untuk menghasilkan karya nyata (Badudu, 1988: 403). Lebih lanjut, Harbinson (1973: 52) mengemukakan bahwa pendidikan dan pelatihan secara umum diartikan sebagai proses pemerolehan keterampilan dan pengetahuan yang terjadi di luar sistem persekolahan, yang sifatnya lebih heterogen dan kurang terbakukan dan tidak berkaitan satu dengan lainnya, karena memiliki tujuan yang berbeda.
Dalam banyak bidang pelatihan , hal tersebut memang sangat sulit untuk tidak mengatakannya mustahil (dilakukan validasi dan evaluasi). Bidang yang dimaksud misalnya manajemen atau pelatihan hubungan manusia umum sifatnya. Dalam hal ini, semua bentuk pelatihan tidak dapat memperlihatkan hasil yang objektif.
Pelatihan umumnya mempunyai masalah mengenai prestasi penatar dalam mengajar, yaitu masalah evaluasi dan validasi kelangsusungannya. Jika pelajaran telah diajarkan dengan baik dan penatar telah belajar pelajaran tersebut sesuai dengan ukuran penatarnya maka efektifitas pelatihan sudah dianggap valid.
Penilaiannya juga dilakukan langsung, karena jika si penatar selalu menjawab enam untuk soal tiga kali dua maka ia selalu benar.
Pelatihan merupakan proses perbantuan (facilitating) guru untuk mendapatkan keefektifan dalam tugas-tugas mereka sekarang dan masa yang akan datang melalui pengembangan kebiasaan berpikir, bertindak, keterampilan, pengetahuan dan sikap yang sesuai (Dahana and Bhatnagar, 1980: 672). Pelatihan pada dasarnya berkenaan dengan persiapan pesertanya menuju arah tindakan tertentu yang dilukiskan oleh teknologi dan organisasi tempat ia bekerja serta sekaligus memperbaiki unjuk kerja, sedang pendidikan berkenaan dengan membukakan dunia bagi peserta didik untuk memilih minat, gaya hidup dan kariernya.
5. Pelatihan Model “ Kelasmen”
Model Pelatihan yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah pelatihan model ”Kelasmen” yang dilandasi teori belajar konstruktivis yang memberi kesempatan peserta mengkomunikasikan pengetahuan dan pengalamannya setelah menggunakan media pembelajaran. Model pelatihan tersebut berdasarkan pada proses belajar untuk orang dewasa yang dikembangkan oleh Kolb, DA (1984) yaitu membangun pengetahuan melalui transformasi pengalaman.
Untuk mengungkapkan tingkat keterlibatan dan pemahaman peserta pada penelitian ini digunakan kerangka kerja ”Kelasmen” yaitu model pelatihan yang dimulai dari Kegiatan-Penjelasan- Implementasi yang diadopsi dari teori belajar Action Process Object
Scema (APOS) dari Dubinsky (2000)
Kegiatan (tindakan) adalah manipulasi fisik atau mental yang dapat diulang yang mentransformasikan obyek dengan suatu cara. Bila keseluruhan kegiatan menempati seluruhnya dalam pikiran individu atau hanya diimajinasikan/dibayangkan (saat terjadi) tanpa individu memerlukan semua langkah-langkah khusus, maka kegiatan itu telah diinteriorisasikan menjadi suatu penjelasan. Kejadian-kejadian kognitif yang dapat menginteriorisasikan suatu kegiatan menuju suatu penjelasan dikatakan bahwa perkembangan pengetahuan peserta berada pada tahap intra.
Bila penjelasan-penjelasan itu sendiri ditransformasikan oleh suatu tindakan maka dikatakan bahwa penjelasan telah dienkapsulasikan menjadi kemampuan mengimplementasikan. Bila hal ini terjadi yaitu peserta mampu mengenkapsulasi suatu penjelasan menuju kemampuan mengimplementasikan, maka perkembangan keterampilan peserta dikatakan berada pada tahap inter.
Disamping mengungkapkan tingkat pemahaman peserta, kerangka kerja ”Kelasmen” juga dapat dipakai untuk mengungkapkan tingkat keterlibatan peserta dalam proses belajar. Keterlibatan peserta tersebut dapat diamati dari tindakan (kegiatan) yang dilakukan peserta dengan menggunakan berbagai media (alat) dalam menyelesaikan masalah, mengkomunikasikan (penjelasan) pengetahuan kepada peserta lain, mengimplementasikan berbagai media dalam pembelajaran suatu konsep yang dihadapi dengan pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya.
B. Langkah-Langkah Pelatihan
1. Fase-fase Pelatihan
Ciri utama pelatihan model ”Kelasmen” adalah pelatihan yang dimulai dari melakukan kegiatan manipulasi, mengkomunikasikan hasil kegiatan sehingga tercipta kerjasama diantara sesama peserta, dan kemampuan mengimplementasikan dengam konsep-konsep baru dalam pembelajaran. Ada enam fase utama dalam pelatihan model ”Kelasmen”. Keenam fase itu disajikan seperti pada tabel berikut :
Fase Indikator Aktifitafasilitator Peserta
1
Orientasi peserta kepada masalah Fasilitator menjelaskan tujuan pelatihan, menjelaskan sarana/bahan yang dibutuhkan, memotivasi peserta untuk terlibat dalam pemecahan masalah dengan melakukan suatu kegiatan atau tindakan
Memperhatikan penjelasan fasilitator dan tanya jawab tentang tugas-tugas yang akan dilakukan
2
Mengorganisasikan peserta untuk belajar Membantu peserta mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah Membentuk kelompok heterogen berdasarkan kemampuan, keterampilan dan pemahaman mereka tentang model pembelajaran CTL
3 Membimbing peserta melakukan sesuatu baik secara individu maupun kelompok Fasilitator mendorong peserta untuk melakukan sesuatu dengan menggunakan material manipulatif, gambar-gambar atau sumber-sumber lain untuk memecahkan masalah Mendiskusikan masalah yang diberikan fasilitator tentang pengertian, jenis, fungsi dan penggunaan model dalam kegiatan pembelajaran
4 Menjelaskan atau mengkomunikasikan hasil karya berdasarkan yang telah dilakukan Fasilitator membantu peserta menjelaskan atau mengkomunikasikan hasil karya kepada peserta lain Mendemonstrasikan penggunaan model pembelajaran sesuai topik bahasan yang dipilih
5
Mengembangkan masalah dalam bentuk-bentuk lain
Fasilitator mendorong dan membimbing peserta mengembangkan masalah dengan cara-cara lain • Menjelaskan dan mengembangkan nodel pembelajaran sesuai sumber-sumber yang ada
6 Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah Fasilitator membantu peserta untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses-proses yang mereka gunakan Merangkum dan mendokumentasikan pengalaman atau hasil yang mereka peroleh
2. Pelaksanaan Pelatihan
Fase 1 : Orientasi peserta kepada masalah
Agar kegiatan peserta berorientasi kepada masalah, maka perencanaan pelatihan yang dirancang dan dimulai dari kegiatan penetapan tujuan yang jelas, kemudian merancang situasi masalah yang akan diselesaikan peserta, dan mengorganisasikan sumber daya serta rencana logistik yang digunakan.
a. Penetapan tujuan
Dalam pelaksanaannya, pelatihan model ”Kelasmen” diarahkan untuk mencapai tujuan yang sifatnya membantu peserta mengembangkan ketrampilan berpikir dan pemecahan masalah, dan menjadi peserta yang mandiri
b. Merancang situasi
Pelatihan model ”Kelasmen” dirancang untuk memberi keleluasaan kepada peserta memilih masalah untuk diselidiki dan dicoba, karena cara ini dapat meningkatkan motivasi peserta. Masalah yang dirancang sebaiknya authentik, mengandung teka-teki, memungkinkan kerjasama,
c. Organisasi sumber daya dan rencana logistik
Dalam pelatihan model “Kelasmen” peserta belajar dengan berbagai sarana, material, atau peralatan. Pelaksanaannya dapat dilakukan di kelas, di laboratorium, di perpustakaan atau di luar kelas bahkan di luar tempat pelatihan. Oleh karena itu pengorganisasian sumber daya dan logistik menjadi tugas fasilitator yang utama dalam merancang pelatihan model “Kelasmen”
Fase 2 : Mengorganisasikan peserta untuk belajar
Pelatihan model ”Kelasmen” dibutuhkan pengembangan ketrampilan kerjasama dalam melakukan sesuatu untuk memecahkan masalah. Untuk itu perlu bantuan fasilitator dalam merencanakan dan mengorganisasikan tugas-tugas peserta, sehingga diperlukan kelompok belajar kooperatif. Pengorganisasian peserta dalam kelompok ini memperhatikan kemampuan/keterampilan akademik peserta, sosial, ekonomi, budaya bahkan agama.
Fase 3 : Membimbing peserta melakukan sesuatu baik secara individu maupun kelompok
Pada fase ini fasilitator membantu peserta mengumpulkan informasi dari berbagai sumber, dilatih dengan berbagai pertanyaan untuk membantu peserta memikirkan suatu tindakan untuk memecahkan masalah. Disamping itu fasilitator mendorong peserta untuk melakukan sesuatu dengan menggunakan material manipulatif, gambar-gambar atau simbol-simbol untuk memecahkan masalah
Fase 4 : Menjelaskan atau mengkomunikasikan hasil karya
Fasilitator mendorong terjadinya pertukaran informasi atau ide secara bebas dalam melatih peserta mengkomunikasikan konsep yang dimiliki sehingga terciptanya kemampuan peserta menjelaskan konsep menggunakan model pembelajaran CTL dengan media/sumber pada peserta lain.
Fase 5 : Mengembangkan masalah dalam bentuk-bentuk lain
Fasilitator mendorong dan membimbing peserta mengembangkan masalah dengan cara menyajikan dalam bentuk lain.
Fase 6 : Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah
Tugas fasilitator pada fase akhir ini adalah membantu peserta menganalisis dan mengevaluasi proses berpikir mereka sendiri, dan ketrampilan penyelidikan yang mereka gunakan.
3. Alur Pelatihan.
C. Kerangka Berpikir
Dalam kaitannya dengan pembinaan kemapuan guru melalui diklat atau workshop model Klasemen , maka Amstrong (1990: 209) bahwa tujuan diklat atau workshop adalah untuk memperoleh tingkat kinerja yang diperlukan dalam pekerjaan mereka dengan cepat dan ekonomis dan mengembangkan kinerja-kinerja yang ada sehingga prestasi mereka pada tugas yang sekarang ditingkatkan dan mereka dipersiapkan untuk menerima tanggung jawab yang lebih besar di masa yang akan datang. Siswanto (1989: 139) mengatakan diklat atau workshop bertujuan untuk memperoleh nilai tambah seseorang yang bersangkutan, terutama yang berhubungan dengan meningkatnya dan berkembangnya pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang bersangkutan. Diklat atau Workshop dimaksudkan untuk mempertinggi kinerja dengan mengembangkan cara-cara berpikir dan bertindak yang tepat serta pengetahuan tentang tugas pekerjaan termasuk tugas dalam melaksanakan evaluasi diri (As’ad, 1987: 64).
Dari paparan di atas, menunjukkan bahwa peningkatan kemapuan guru dalam mendesain serta menggunakan model pembelajaran CTL melalui kegiatan diklat model kelasemen yang lebih menekankan pada metode kolaboratif konsultatif akan memberikan kesempatan sharing antara satu guru dengan guru lain. Dengan demikian, pemahaman terhadap model atau strategi pembelajaran CTL dapat ditingkatkan baik dalam teoretisnya maupun implementasinya. Dengan demikian dapat diduga bahwa melalui workshop Pelatihan model kelasemen dapat meningkatkan kemapuan guru mendesain dan menggunkana model pembelajaran CTL.
D. Temuan Hasil Penelitian yang Relevan
Penelitian yang berkaitan dengan pelaksanaan pelatihan atau workshop sebagai salah satu kegiatan yang dapat meningkatkan kinerja guru yang telah dilakukan oleh beberapa peneliti seperti: Sudhiana (2007) meneliti tentang upaya meningkatkan kemampan guru dalam menyusun RPP melalui kegiatan pelatihan workshop. Berdasarkan analisis dapat disimpulkan bahwa terjadi peningkatan aktivitas peserta dalam kegiatan pelatihan workshop .Di samping itu juga, terjadi peningkatan kompetensi guru dalam menyusun RPP melalui pembinaan berupa pelatihan workshop dari siklus I ke siklus III dan mencapai target minimal yang telah ditetapkan yakni 80%, artinya 80% guru telah efektif dalam menyusun RPP pada masing-masing aspek. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa melalui pelatihan workshop dapat meningkatkan kompetensi guru dalam menyusun RPP .
Penelitian yang sejenis dilakukan oleh Nilawati (2007), yang meneliti tentang kinerja guru menganalisis hasil belajar melalui pelatihan workshop. Berdasarkan hasil analisis pada masing-masing siklus menunjukkan peningkatan kinerja guru dalam membuat alat evaluasi, yakni peningkatan banyak guru yang mampu membuat pre tes 3 butir, postes 6 butir, ulangan harian sebanyak 20 dan tes blok 40 butir dari siklus I ke siklus II dan dari siklus II ke siklus III. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa melalui kegiatan pelatihan workshop dapat dapat meningkatkan kinerja guru dalam mengevaluasi hasil belajar
\
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian Tindakan
Penelitian ini merupakan penelitian tindakan (action research) yang bertujuan untuk meningkatkan kemapuan guru menggunakan model pembelajaran CTL melalui diklat model klasmen di sekolah binaan penulis . Tindakan yang akan dilakukan adalah workshop diklat model klasmen penyusunan model pembelajaran CTL. Jenis penelitian tindakan yang dipilih adalah jenis emansipatori. Jenis emansipatori ini dianggap paling tepat karena penelitian ini dilakukan untuk mengatasi permasalahan pada wilayah kerja peneliti sendiri berdasarkan pengalaman sehari-hari. Dengan kata lain, berdasarkan hasil observasi, refleksi diri, guru bersedia melakukan perubahan sehingga kinerjanya sebagai pendidik akan mengalami perubahan secara meningkat.
Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan model Kemmis yang terdiri dari atas empat langkah, yakni: perencanaan, pelaksanaan, observasi dan refleksi (Wardhani, 2007: 45). Model ini dipilih karena dalam pembelajaran selalu diawali dengan perencanaan, pelaksanaan, observasi dan refleksi. Dalam Penelitian ini akan dilaksanakan dalam dua siklus, dan langkah-langkah dalam setiap siklus meliputi perencanaan, pelaksnaan tindakan, observasi, dan refleksi.
Rancangan Penelitian Tindakan Kepengawasan menurut Kemmis dan Mc.Taggar ( Depdiknas,2000 ) adalah seperti gambar berikut :
Plan
Reflective
Action / Observation
Siklus I
Recived Plan
Reflective
Action / Obesrvation
Siklus II
Recived Plan
Reflective
Action / Observation
Siklus III
Recived Plan
Gambar 3.1. Alur Penelitian Tindakan Kepengawasan
1. Rencana ( Plan ) : adalah rencana tindakan apa yang akan dilakukan untuk memperbaiki, meningkatkan atau perubahan perilaku dan sikap sebagai solusi.
2. Tindakan ( Action ) : adalah apa yang dilakukan oleh peneliti / Pengawas sebagai upaya perbaikan,peningkatan atau perubahan yang diinginkan.
3. Observasi ( Observation ) : adalah mengamati atas hasil atau dampak dari tindakan yang dilaksanakan atau dikenakan terhadap guru.
4. Refleksi ( reflection ) : adalah peneliti mengkaji, melihat, dan mempertimbangkan atas hasil atau dampak dari tindakan dari pelbagai keriteria.
5. Revisi ( recived plan ) : adalah berdasarkan dari hasil refleksi ini,peneliti melakukan revisi terhadap rencana awal.
Waktu penelitian mulai penyusunan proposal sampai pelaporan akhir direncanakan selama empat bulan mulai bulan Agustus sampai pertengahan Deseember 2011 atau disesuaikan dengan jadwal KTI-Online 2011 .
.
B. Subjek dan Objek Penelitian
Yang menjadi subjek penelitian ini guru-guru di sekolah binaan penulis yang hadir sebanyak 76 orang, yang terbagi atas dua wilayah binaan ,wilayah A dan wilayah B. Wilayah A ( guru-guru SMP dan SMA Kecamatan Dompu,Woja dan Pajo yang berjumlah 42 orang. Wilayah B ( Guru-guru SMP, SMAN dan SMK di Kec. Kempo dan Manggelewa Manggelewa yang berjumlah 34 orang, Sedangkan yang menjadi objek penelitian adalah kemapuan guru dalam menggunakan model pembelajaran CTL.
Adapun data Peserta Guru Binaan Kabupaten adalah sebagai berikut :
TABEL 3.1
JUMLAH DAN NAMA GURU SMA BINAAN
KABUPATEN DOMPU WILAYAH :A
TAHUN PELAJARAN 2009-2010
No Responden Asal sekolah Alamat Kec.
1 Agus Gunawansyah, S.Pd. SMAN 2 WOJA Woja
2 Arifuddin, S.Pd SMAN 1 Hu.u Hu’u
3 Arifuddin,S.Pd SMAN 1 Pajo Pajo
4 Arsyad SMPN 2 Hu.u Hu’u
5 Budiyati,S.Pd SMPN 2 Hu.u Hu’u
6 Darman,S.Pd SMPN 2 Hu.u Hu’u
7 Dewi Arniaty,S.,Pdi SMPN 2 Hu.u Hu’u
8 Dra.Kamasari SMAN 1 Pajo Pajo
9 Endang setia wahyuni,S.Pd SMPN 2 Hu.u Hu’u
10 Enir Lany,S.Pd SMPN 2 Hu.u Hu’u
11 Hidayat SMAN 1 Dompu Dompu
12 Ikhsan,S.Pd SMAN 1 Hu’u Hu’u
13 Ishaka,S.Pd SMA 1 Kilo Kilo
14 Jamal Muttaqin.SP.d SMA 1 Pajo Pajo
15 Jumratun,S.Pd SMPN 2 Hu.u Hu’u
16 Junaidin,S.Pd SMA Ar Rahmah Woja
17 Laily Ramadhan SMPN 2 Hu.u Hu’u
18 Mardiningsih,S,Pd SMPN 2 Hu.u Hu’u
19 Muh.Hiftansuyah,S,.pd SMA TD Kosgoro Dompu
20 Muhammad Rusdi, S.Pd SMAN 2 WOJA Woja
21 Muslimah,S.Pd SMPN 2 Hu.u Hu’u
22 Nur rahmi.S.Pd SMPN 2 Hu.u Hu’u
23 Nurbaya ,S.Pd SMPN 2 Hu.u Hu’u
24 Nurhanifah,S.Pd SMPN 2 Hu.u Hu’u
25 Nuristiana,S.Pd SMA Ar Rahmah Dompu
26 Rafiah,S.Pd SMPN 2 Hu.u Hu’u
27 Siti Rukmini,AB,BA SMAN 2 Woja Woja
28 Siti Sarah,S.Pd SMPN 2 Hu.u Hu’u
29 Sri rahayuningsih,S.Pd SMPN 2 Hu.u Hu’u
30 Sri Wahyuningsih,,S.Pd SMA Kosgoro Dompu
31 St.hajar,S.Pd SMPN 2 Hu.u Hu’u
32 St.Rahmah,S,Pd SMPN 2 Hu.u Hu’u
33 Sugerman,S.Pd SMAN 1 Dompu Dompu
34 Suharti,S.Pd SMPN 2 Hu.u Hu’u
35 Syafruddin,S.Pd SMPN 2 Hu.u Hu’u
36 Syamsuddin,S.Pd SMPN 2 Hu.u Hu’u
37 Ulmiayti,S.Pd SMA PGRI Dompu Dompu
38 Upik Nurdianti, S.Pd SMA TD Kosgoro Dompu
Sumber Data : Dinas Dikpora Kabupaten Dompu TP 2009-292010
TABEL 3.2
JUMLAH DAN NAMA GURU BINAAN
KABUPATEN DOMPU WILAYAH :B
TAHUN PELAJARAN 2011-2012
No Responden Asal sekolah Alamat Kec.
1 Abubakar SMAN 1 Manggelewa Manggelewa
2 Adi Suhardadi, S.Pd SMAN 1 Manggelewa Manggelewa
3 Afifuddin, S.Pd SMAN 1 Manggelewa Manggelewa
4 Buhari Muslim, S.Pd SMAN 1 Manggelewa Manggelewa
5 Drs. M. Said SMAN 1 Manggelewa Manggelewa
6 Ediansyah,Spd SMKN 1 Kempo Kempo
7 Eka Vivi Raf’ah, S.Pd SMAN 1 Manggelewa Manggelewa
8 Eliyardin,S.Pd SMKN 1 Kempo Kempo
9 Fatimah, S.Pd SMAN 1 Manggelewa Manggelewa
10 Fitirani, S.Pd SMAN 1 Manggelewa Manggelewa
11 Fitrah,S.Pd SMPN 3 Kempo Kempo
12 Ice Trisnawati, S.Pd. SMA 2 Kempo Kempo
13 Ir.Maryati SMP 4 manggelewa Manggelewa
14 Irmansyah,ST SMKN 1 Kempo Kempo
15 Isyuyanti, S.Pd SMAN 1 Manggelewa Manggelewa
16 Juhriah,S.Pd SMPN 1 Kmepo Kempo
17 Kadek Wita, S.Si SMA 2 Kempo Kempo
18 Kurniawti,S.pd SMPN 2 Kempo Kempo
19 Lili Ramlah, S.Pd. SMA 2 Kempo Kempo
20 Lili Suryani, S.Pd SMAN 1 Manggelewa Manggelewa
21 M.Yunus, S.Pd SMAN 1 Manggelewa Manggelewa
22 Mucli,S.Pd SMKN 1 Kempo Kempo
23 Muh.Syaiful islam ,S.Pd SMPN 3 Kempo Kempo
24 Muhibbah,S.Pd SMA 2 Kempo Kempo
25 Muhiddin,S.Pd SMAN 1 Kempo Kempo
26 Mutmainndah,S.Ps SMP 5 satap Kempo Kempo
27 Nurjen hardayani.S.Pd SMKN 1 Kempo Kempo
28 Nurnani, S.Pd SMAN 1 Manggelewa Manggelewa
29 Nurwahyuni, S.Pd. SMA 2 Kempo Kempo
30 Rahmatillah, S.Pdi SMAN 1 Manggelewa Manggelewa
31 Retno Dwi Wijayanti, S.Pd SMAN 1 Manggelewa Manggelewa
32 Salahuddin SMA 1 Manggelewa Manggelewa
33 Samsoewandi, S.Pd SMAN 1 Manggelewa Manggelewa
34 Siti Asmah, S.Ag SMAN 1 Manggelewa Manggelewa
35 Sri Wahyuningsih, S.Pd SMA 2 Kempo Kempo
36 St Nurayani,S.Pd SMP 4 Manggelewa Manggelewa
37 Suaeb SMPN 1 Manggelewa Manggelewa
38 Suhada, S.Pd SMAN 1 Manggelewa Manggelewa
39 Sumarni ,S.Pd SMPN 1 Kempo Kempo
40 Sunarti,S,pd SMKN 1 Kempo Kempo
41 Suryansyah,ST SMKN 1 Kempo Kempo
42 Syaiful Arif, S.Pd SMAN 1 Manggelewa Manggelewa
43 Wahyda,S.pd SMKN 1 Kempo Kempo
44 Wardiansya SMKN 1 Kempo Kempo
45 Zulkifli,S.Pd SMPN 2 Kempo Kempo
Sumber Data : Dinas Dikpora Kabupaten Dompu Tahun Pelajaran 2011-2012
C. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan pada semua guru sekolah binaan penulis sebagaimana disebutkan pada subyek penelitian di atas. Pemilihan lokasi penelitian karena sekolah tersebut merupakan sekolah binaan peneliti. Di samping itu, dari hasil supervisi ditemukan kelemahan guru dalam menyusun dan menggunakan model pembelajaran dalam peroses pembelajaran di kelas. Penelitian ini dilaksanakan pada semester gazal tahun 2011/2012 selama empat bulan mulai dari bulan agustus sampai bulan desember mulai dari persipan sampai dengan pembuatan laporan.
D. Tahap-Tahap Penelitian.
Tahap-tahap yang dilakukan dalam penelitian ini adalah :
(1) Tahap refleksi awal, (2) Tahap perencanaan, (3) Tahap pelaksanaan tindakan, (4) Tahap observasi dan (5) Tahap refleksi.
Uraian masing-masing tahap dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
(1). Refleksi Awal
Pada tahap refleksi awal kegiatan yang dilakukan peneliti adalah dialog dengan kepala sekolah dan guru tentang kemampuan mereka menggunakan model pembelajaran dalam kegiatan belajar mengajar di kelas.
(2) Tahap Perencanaan
Pada tahap perencanaan, beberapa kegiatan yang dilakukan adalah adalah menyusun struktur program pelatihan, menyiapkan bahan-bahan pelatihan, menyiapkan alat/media pembelajaran yang dibutuhkan dalam pelatihan, menyusun instrumen pengamatan peserta dan fasilitator, menyusun jadwal kegiatan pelatihan, menyampakan informasi tertulis kepada guru agar membawa bahan-bahan seperti; kurikulum, silabus, RPP bahan ajar, Laptop dan sebagainya.. Penelitian ini terlaksana sebanyak dua siklus, yaitu siklus kesatu melaksanakan tindakan pelatihan dengan menggunakan metode pembelajaran deduktif. Siklus kedua melaksanakan tindakan pelatihan dengan menggunakan metode pembelajaran induktif
(3). Tahap Pelaksanaan Tindakan
Pelaksanaan tindakan yang dimaksudkan adalah melaksanakan pelatihan sesuai rencana dengan skenario sebagai berikut
Siklus 1. : Menerapkan pelatihan model “Kelasmen” dengan menggunakan metode deduktif yaitu peserta diberikan pemahaman penggunaan model pembelajaran secara teoritis (enactive, iconic) kemudian peserta mendiskusikan dan menggunakannya dalam pembelajaran dikelompok masing-masing
Siklus 2.: Menerapkan Pelatihan model “Kelasmen” dengan menggunakan metode induktif yaitu peserta diminta menggunakan model pembelajaran dan menjelaskan cara menggunakannya pada peserta lain.( Pada dasarnya siklus II memiliki prosedur yang sama dengan siklus I, hanya saja diadakan perbaikan pada hal-hal yang dilihat ada kelemahan serta mempertahankan hal-hal yang sudah berjalan dengan baik. Tidak menutup kemungkinan juga dilakukan modifikasi terhadap hal-hal sudah baik supaya tindakan yang diberikan tidak membosankan).
(4). Observasi
Kegiatan observasi adalah mengamati aktivitas peserta diklat dengan menggunakan lembar observasi yang telah disiapkan dan dilakukan oleh teman sejawat
Untuk melaksanakan observasi terhadap pelaksanaan dan hasil pemberian tindakan, menggunakan pedoman observasi sebagai berikut.
a) Pedoman Observasi Proses Pelaksanaan Workshop
Nama
Aspek yang Diamati
Kesiapan mental dan fisik guru Kesiapan bahan Kehadiran Guru Kesiapan Laptop
S TS S TS H TH S TS
Keterangan:
S = siap, TS= tidak siap , H= hadir, TH= tidak hadir
b). Pedoman Penilaian Penyusunan Model Strategi Pembelajaran
No Aspek Yang Dinilai Skor
1 2 3 4
1 Kesesuaian dengan format
2 Relevansi antara waktu dengan bahan ajar
3 Pembukaan:
a. Apersepsi
b. panduan tes awal (Pre-tes)
c. Menentukan cara-cara memotivasi siswa
4 Inti Inti
a. Menentukan jenis kegiatan
b.Kesesuaian antara pemb dengan bahan ajar
c. Kualitas urutan penyajian
d. Kualitas penugasan siswa
e. Waktu
5 Penutup:
a. Meninjau kembali penguasaan
inti pelajaran
b. Merancang tugas rumah
c. Pos-test
6 ALAT/BAHAN/SUMBER BELAJAR
a. Menentukan pengembangan alat pengajaran
b. Menentukan media pengajaran
c. Menentukan sumber belajar
7 PENILAIAN
a. Menentukan prosedur dan jenis penilaian
b. Kepraktisan penggunaan format
c. Penggunaan bahasa tertulis
8 Kesan Umum
a. Kebersihan dan kerapian
b. Kepraktisan penggunaan format
c. Penggunaan bahasa tertulis
Jumlah
(5). Refleksi
Pada kegiatan refleksi, peneliti melakukan diskusi dengan pengamat untuk menjaring hal-hal yang terjadi sebelum dan selama tindakan berlangsung berdasarkan hasil pengamatan, catatan lapangan, dan hasil wawancara dengan subyek penelitian agar dapat diambil kesimpulan dalam merencanakan tindakan selanjutnya.
E. Data dan Sumber Data
Sumber data dalam penelitian ini adalah guru di sekolah binaan tersebut yang mengajar di kelas X ,XI dan XII . Sedangkan data penelitian adalah data kualitatif yang diperoleh dari :
1. Pengamatan Partisipatif.
Pengamatan partisipatif dilakukan oleh orang yang terlibat secara aktif dalam proses pelaksanaan tindakan dengan menggunakan lembar pengamatan. Hasil pengamatan digunakan untuk menilai keaktifan peserta dalam mengikuti diklat dan kontribusinya dalam membantu teman sejawat menyelesaikan masalah
2. Keterampilan mendesain model pembelajaran CTL
Untuk menilai kemampuan peserta mendesain model pembelajaran dan menggunakan lingkungan sekitar sesuai mata diklat
3. Keterampilan menggunakan model pembelajaran CTL.
Untuk menilai keterampilan peserta diklat dalam mengimplementasikan model pembelajaran CTL
4. Wawancara.
Wawancara dimaksudkan untuk menggali kesulitan peserta dalam mendesain dan mnggunakan model pembelajaran CTL
D. Teknik Analisis Data
Moleong (1999 :190) menyatakan bahwa proses analisis data dimulai dengan menelaah seluruh data yang tersedia dari berbagai sumber yaitu dari wawancara, pengamatan yang sudah dituliskan dalam catatan lapangan, dokumen pribadi, dokumen resmi, gambar, foto dan sebagainya.
Analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis data kualitatif yaitu analisis berdasarkan penalaran logika. Analisis tersebut digunakan atas pertimbangan bahwa, jenis data yang diperoleh berbentuk kalimat-kalimat dan aktivitas-aktivitas peserta diklat. Sedangkan Analisis Kuantitatif akan digunakan untuk menghitung besarnya peningkatan kemampuann guru melalui worshop atau diklat model Klasemen dengan menggunakan prosentase ( % ).
Indikator Keberhasilan
a). Proses Pelaksanaan pelatihan model kelasemen , guru minimal:
 Siap secara mental dan fisik = 85%
 Kesiapan bahan = 85%
 Kehadiran = 90%
 Kesiapan laptop = 60 %
b). Hasil Pelaksanaan Pelatihan:
 85% guru menyusun model pembelajaran sesuai dengan format yang relevan dengan kondisi pembelajaran.
 85% guru memperoleh skor baik dan sangat baik pada aspek relevansi antara waktu dengan bahan ajar
 85 % guru pada aspek pembukaan dalam kategori baik dan sangat baik
 85 % guru pada aspek kegiatan inti dalam kateori baik dan sangat baik.
 85 % guru pada aspek kegiatan penutup (kesimpulan, pos-test dan waktu) dalam kategori baik dan sangat baik
Apabila kurang dari 85% guru tidak mememenuhi indikator keberhasilan yang telah ditetapkan, berarti tindakan dianggap belum berhasil. Oleh karena itu perlu dilakukan perbaikan dan dilaksanakan pada siklus II.
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
1. Deskripsi Kondisi Awal
Gambaran hasil yang didapat berdasarkan rekaman fakta/observasi di lapangan, para guru .pada awalnya pemahaman terhadap model pembelajaran CTL beserta strategi pelaksanaannya sangat kurang, hal ini dikarenakan persepsi guru menganggap bahwa model dan strategi pembelajaran tidak terlalu penting, penyusuanan model strategi pembelajaran hanya merupakan persyaratan administrasi sehingga model strategi pembelajaran CTL yang dibuat tidak sesuai dengan karakatristik mata pelajaran dan siswa. Demikian pula tampak jelas, kinerja guru dalam menyusun model strategi pembelajaran CTL hanya didasari oleh contoh-contoh yang ada tanpa menganalisis secara kritis berdasarkan standar yang ada sehingga kualitas model strategi pembelajaran CTL jauh dari apa yang diharapkan. Hampir semua guru ditemukan kurang paham semua aspek yang ada dalam menyusun model strategi pembelajaran CTL. Kesalahan umum yang tampak adalah: (1) guru belum mampu menyusun tujuan pembelajaran, (2) guru belum mampu menguraikan materi ajar dengan baik, (3) guru belum mampu membuat langkah-langkah pembelajaran sesuai metode pembelajaran yang dituliskan, (4) guru belum mampu membuat penilaian sesuai dengan metode yang digunakan, dan (5) guru belum mampu memanejemn waktu baik dalam kegiatan awal, inti dan penutup. Dengan kondisi awal seperti kesan umum masih jauh dari standar yang di harapkan. Sehingga ini perlu adanya tindakan nyata yang diharapkan mampu meningkatkan kinerja guru dalam menyusun model strategi pembelajaran CTL, yakni berupa diklat workshop model “Klasemen” .
.
2. Deskripsi Siklus I (Pertama)
a. Perencanaan
Perencanaan terdiri atas: (1) menyiapkan perangkat diklat worshop model “Klasemen”, (2) berkoordinasi dengan masing-masing kepala sekolah dan para wakil kepala sekolah untuk menyampaikan informasi kesiapan worshop , dengan minta masukan tentang masalah yang ada sekaligus membicarakan tentang masalah teknis, waktu pelaksanaan penelitian dan hal-hal yang terkait dengan penelitian dan atau diklat workshop yang dilaksanakan, (3) memberikan pengarahan tentang diklat / workshop model strategi pembelajaran CTL, (4) mengelompokkan guru berdasarkan Mata Pelajaran, (5) menelaah konsep model strategi pembelajaran CTL, sesuai kondisi mata pelajaran, (6) mendiskusikan konsep model strategi pembelajaran CTL dan presentasi kelompok, (7) presentasi kelas, dan (8) menghasilkan model strategi pembelajaran CTL final.
Di samping perencanaan umum, dilakukan juga perenanaan teknis pelaksanaan kegiatan seperti: (1) mengumpulkan guru melalui undangan kepala sekolah, (2) menyusun jadual workshop: hari, tanggal, jam dan tempat, (3) menyiapkan materi workshop; pengarahan kepala dinas , pemaparan materi , (4) menyuruh guru membawa bahan-bahan seperti; kurikulum, silabus, RPP bahan ajar , membawa laptop dan sebagainya, (5) pengelompokan guru menurut mata pelajaran sejenis, (6) menyiapkan konsumsi untuk workshop.
b. Pelaksanaan Tindakan
Pada tahap ini melaksanakan pelatihan model “klasemen” dengan menggunakan metode deduktif sesuai rencana dan skenario yang telah di siapkan dengan langkah kegiatan : (1) absensi peserta, (2) pengarahan-pengarahan , (3) penjelasan umum kepada seluruh peserta peserta diberikan pemahaman penggunaan model pembelajaran secara teoritis (enactive, iconic) (4) kemudian peserta mendiskusikan dan mengkaji standard kompetensi, kompetensi dasar (KD) sesuai model silabus rnata pelajaran masing-masing, materi pembelajaran, indikator, penilaian dan menggunakannya dalam pembelajaran dikelompok sesuai mata pelajaran masing-masing, (5) Peserta kelompok mengimplementasikan scenario model strategi pembelajaran CTL sesuai format yang telah disepakati,
c. Hasil Observasi
Pada tahap ini dilakukan pengamatan terhadap pelaksanaan tindakan, yaitu menitikberatkan pada kompetensi guru dalam menyusun scenario model strategi pembelajaran CTL sebagai akibat diterapkan diklat workshop model ‘Klasemen’. Tujuan dilaksanakan pengamatan adalah untuk mengetahui kegiatan yang mana patut dipertahankan, diperbaiki, atau dihilangkan sehingga kegitan pembinaan melalui diklat workshop model Klasemen benar-benar berjalan sesuai dengan tujuan dan mampu meningkatkan kinerja guru dalam menyusun dan mendesain model strategi pembelajaran CTL.
Kegiatan peserta juga diobservasi, baik menyangkut kesiapan mental dan fisik guru, kesiapan bahan-bahan yang dibawa guru pada waktu diklat workshop, kehadiran guru, kesiapan laptop, kualitas scenario model strategi pembelajaran, dan respon guru Dari hasil pengamatan terhadap aktivitas peserta yang yang hadir berjumlah 76 orang dengan menggunakan lembar observasi yang telah disiapkan, diperoleh data sebagai berikut.
Tabel 4.1
Data Observasi Kesiapan Guru Mengikuti Workshop
Siklus I
Aspek yang Diamati
Kesiapan mental dan fisik guru Kesiapan bahan Kehadiran Guru Kesiapan Laptop
S TS S TS H TH S TS
Jumlah 67 16 49 27 76 7 11 65
Persentase (%) 78.95 19.28 64.47 35.53 91.57 9.21 14.47 85.53
Pencapaian indiaktor keberhasilan Belum tercapai Belum tercapai Sudah
Tercapai Belum
Tercapai
Keterangan:
S = siap, TS= tidak siap, H= hadir, TH = tidak hadir
Dari Tabel 4.1 di atas, diperoleh data pada aspek kesiapan mental dan fisik; 67 orang atau 78,95% peserta siap dan 16 orang atau 19,28% tidak siap. Pada aspek kesipan bahan; tampak bahwa 49 orang guru atau 64,47% siap dan 27 orang guru atau 35,53% belum siap. Pada aspek kehadiran guru tampak bahwa dari 83 orang guru yang direncanakan untuk pembinaan ,ternyata yanh hadir 76 orang atau 91,57% dan 7 orang guru atau 9,21% tidak hadir. Pada aspek kesiapan laptop tampak bahwa 11 orang atau 14,47% siap dan 65 orang guru atau 85,53% belum siap. Berdasarkan dekripsi ini tampaknya kesiapan guru dalam mengikuti worksop belum memenuhi kriteria keberhasilan untuk semua aspek.
Dari hasil evaluasi terhadap penyusunan skenario model strategi pembelajaran CTL yang dibuat oleh 76 orang guru untuk Wilayah A dan B setelah diadakan diklat workshop model “Klasemen” pada tahap awal (siklus I) diperoleh kinerja guru menyusun scenario model strategi pembelajaran CTL seperti tampak pada Tabel 4.2 berikut.
Tabel 4.2
Data Penilaian Kemampuan Guru Menyusun Model
pembelajaran CTL pada Siklus I
No Aspek yang Dinilai Skor
1 2 3 4
Jml % Jml % Jml % Jml %
1. Format 13 17.11% 13 17.11% 31 40.79% 19 25.00%
2. Relevansi 5 6.58% 18 23.68% 42 55.26% 11 14.47%
3. Pembukaan 7 9.21% 15 19.74% 35 46.05% 21 27.63%
4. Inti 6 7.89% 14 18.42% 40 52.63% 16 21.05%
5. Penutup 3 3.95% 10 13.16% 33 43.42% 30 39.47%
6 Alat/Bahan/Sumber Belajar 6 7.89% 17 22.37% 41 53.95% 12 15.79%
7 Penilaian 5 6.58% 39 51.32% 32 42.11% 0 0.00%
8 Kesan Umum Desain Model Pembelajaran 13 17.11% 13 17.11% 50 65.79% 0 0.00%
Keterangan:
4 = sangat baik 2 = cukup
3 = baik 1 = tidak baik
Pada Tabel 4.2 di atas, terlihat bahwa pada aspek format; 13 orang guru atau 17,11 % guru dalam kategori tidak baik, 13 orang guru atau 17,11% tergolong cukup, 31 orang atau 40,79% tergolong baik dan 19 orang guru atau 25,00% tergolong sangat baik. Bila dijumlahkan antara yang berkategori baik dan sangat baik mencapai 50 orang guru atau 65,79%. Pada aspek relevansi antara waktu dengan bahan ajar, tampak bahwa 5 orang guru atau 6,58% tergolong tidak baik, 18 orang guru atau 23,68% tergolong cukup, 42 orang atau 55,26% tergolong baik dan 11 orang atau 14,47% tergolong sangat baik. Bila dijumlahkan antara yang baik dan sangat baik mencapai 53 orang atau 69,74%. Pada aspek pembukaan; 7 orang guru atau 9,21% guru dalam kategori tidak baik, 15 orang guru atau 19,74% tergolong cukup, 35 orang atau 46,05% tergolong baik dan 21 orang atau 27,63% tergolong sangat baik. Bila dijumlahkan antara yang berkategori baik dan sangat baik mencapai 55 orang atau 72,37%. Pada aspek inti pembelajaran; 6 orang atau 7,89% guru dalam kategori tidak baik, 14 orang atau 18.42% tergolong cukup, 40 orang atau 52.63% tergolong baik dan 16 orang atau 21.05% tergolong sangat baik. Bila dijumlahkan antara yang berkategori baik dan sangat baik mencapai 56 orang atau 73,68%. Pada aspek penutup pembelajaran; 1 orang atau 3.95% guru dalam kategori tidak baik, 10 orang atau 13.16% tergolong cukup, 33 orang atau 43.42% tergolong baik dan 30 orang atau 39.47% tergolong sangat baik. Bila dijumlahkan antara yang berkategori baik dan sangat baik mencapai 43 orang atau 56,58%.
Berdasarkan dekripsi pada tabel 4.1 dan 4.2 tampaknya kinerja guru menyusun dan menerapkan scenario model pembelajaran CTL para guru belum memenuhi indikator kinerja yang telah ditetapkan pada semua aspek, baik menyangkut kesiapan maupun kinerja menyusun scenario model, strategi pembelajaran CTL.
d. Refleksi
Dari hasil yang diperoleh menunjukkan kinerja guru dalam menyusun scenario model strategi pembelajaran CTL pada siklus I belum menunjukkan hasil sesuai dengan indikator kinerja yang telah ditetapkan. Setelah diadakan refleksi terhadap hasil yang diperoleh, diputuskan untuk memperbaiki dari segi kegiatan pelatihan atau workshop terutama memperjelas tentang aspek-aspek yang belum sesuai dengan indikator kinerja yang telah ditetapkan. Dari hasil tersebut tampaknya secara umum guru membuat desain model strategi pembelajaran tidak sesuai dengan format terutama dalam hal waktu. Demikian pula halnya dengan kegiatan awal, belum menunjukkan proporsi waktu yang sesuai, guru belum jelas membedakan mana kegiatan awal, inti dan penutup.
Terkait dengan kesiapan guru, ditemukan bahwa guru belum menyadari bahwa pentingnya penyusunan desain model strategi pembelajaran CTL. Selain itu guru belum lengkap memiliki silabus, RPP, dan bahan ajar. Mengenai kehadiran,. Terkait dengan kesiapan laptop, guru kebanyakan tidak memiliki; alternatif solusinya adalah meminjamkan pada sekolah lain atau memanfaatkan komuter yang ada di sekolah. Berdasarkan hasil refleksi itu, itu diputuskan untuk memantapkan kegiatan pembinaan lebih memfokuskan pada aspek-aspek yang belum memenuhi indikator kinerja yang telah ditetapkan.
Dari masalah tersebut, diputuskan untuk memperbaiki beberapa langkah dalam siklus I, yakni memfokuskan pada penjelasan tentang format dan aspek penilaian dalam kaitannya dengan mendesain menyusun model strategi pembelajaran. Langkah-langkah ini dijalankan pada siklus II dengan tetap mempertahankan kegiatan yang lain yang sudah dianggap baik. Untuk meningkatkan kesiapan guru, fasilitator memberikan kesadaran bahwa betapa penting perencanaan pembelajaran yang dibuat guru sebelum melaksanakan pembelajaran. Yang berbasis CTL
3. Deskripsi Hasil Siklus II
Pada siklus II, menerapkan Pelatihan model “Kelasmen” dengan menggunakan metode induktif. Sesuai dengan refleksi hasil siklus I , langkah-langkah yang diambil pada dasarnya memiliki prosedur yang sama dengan siklus I, hanya saja diadakan perbaikan pada hal-hal yang dilihat ada kelemahan serta mempertahankan hal-hal yang sudah berjalan dengan baik. dengan memfokuskan pada penjelasan aspek-aspek yang belum dipahami guru lebih menitikberatkan pada aspek pembimbingan secara individu dalam suatu kelompok. Kemudian peserta diminta menggunakan model pembelajaran dan melakukan presentasi visual untuk menjelaskan cara menggunakannya pada peserta lain dan kelompk lain meberikan tanggapan , masukan . Peneliti sebagai fasilitatot memberikan refleksi dan penguatan juga melakukan modifikasi terhadap hal-hal sudah baik supaya tindakan yang diberikan tidak membosankan.
Dari 76 orang guru yang hadir pada siklus I, semua dilibatkan dalam siklus II untuk memperdalam pengetahuan tentang desain penyusunan model strategi pembelajaran CTL. Setelah siklus II dijalankan yang mengacu pada refleksi dan pemecahan masalah pada sikuls I diperoleh data tentang seperti tampak pada Tabel 4.3 berikut.
Tabel 4.3
Data Observasi Kesiapan Guru Mengikuti Diklat Workshop pada Siklus II
Aspek yang Diamati
Kesiapan mental dan fisik guru Kesiapan bahan Kehadiran Guru Kesiapan Laptop
S TS S TS H TH S TS
Jumlah 76 0 73 3 76 0 60 16
Persentase (%) 100 0.00 96.05 3.95 100 0 78.95 21.05
Pencapaian indiaktor keberhasilan Tercapai Tercapai Tercapai Tercapai
Keterangan:
S = siap, TS = tidak siap, H = hadir, TH = tidak hadir
Dari Tabel 4.3 di atas, tampak bahwa: pada aspek kesiapan mental dan fisik; seluruh peserta 76 orang guru yang hadir atau 100% peserta siap. Pada aspek kesiapan bahan; tampak bahwa 73 orang guru atau 96,05% siap dan 3 orang atau 3,95% belum siap. Pada aspek kehadiran guru tampak bahwa 76 orang guru yang hadir pada siklus I masih saama pada siklus II atau 100% hadir atau 0,00% tidak hadir. Pada aspek kesiapan laptop tampak bahwa terjadi peningkatan yang signifikan yaitu 60 orang guru atau 78,95% siap dan 16 orang guru atau 21,05% tidak siap.
Berdasarkan dekripsi ini tampaknya kesiapan guru dalam mengikuti pelataaihan worksop model Klasemen telah memenuhi kriteria keberhasilan untuk semua aspek. Namun belum sepenuhnya tercapai seratus persen.
Dari hasil evaluasi terhadap penyusunan scenario model strategi pembelajaran CTL yang dibuat oleh 76 orang guru setelah diadakan tindakan melalui diklat workshop model Klasemen pada siklus II diperoleh kinerja guru menyusun scenario model strategi pembelajaran CTL seperti tampak pada Tabel 4.4 berikut.
Tabel 4.4
Data Penilaian Kemampuan Guru Menyusun Skenario
Model Pembelajaran CTL pada Siklus II
No Aspek yang Dinilai Skor
1 2 3 4
Jml % Jml % Jml % Jml %
1. Format 0 0.00% 3 3.9% 30 39.5% 43 56.6%
2. Relevansi 0 0.00% 5 6.58% 37 48.68% 34 44.74%
3. Pembukaan 1 1.32% 6 7.89% 40 52.63% 29 38.16%
4. Inti 0 0.00% 2 2.63% 37 48.68% 37 48.68%
5. Penutup 0 0.00% 2 2.63% 35 46.05% 39 51.32%
6 Alat/Bahan/Sumber belajar 0 0.00% 7 9.21% 35 46.05% 34 44.74%
7 Penilaian 0 0.00% 9 11.84% 36 47.37% 31 40.79%
8 Kesan Umum 0 0.00% 2 2.63% 20 26.32% 54 71.05%
Keterangan:
4 = sangat baik 2 = cukup
3 = baik 1 = tidak baik
Dari Tabel 4.4 di atas, pada aspek format; tidak ada guru atau 0,00% guru dalam kategori tidak baik, 3 orang guru atau 3,9% tergolong cukup, 30 orang atau 39,5% tergolong baik dan 43 orang guru atau 56.6% tergolong sangat baik. Bila dijumlahkan antara yang berkategori baik dan sangat baik mencapai 73 orang guru atau 96,05%. Pada aspek relevansi antara waktu dengan bahan ajar, tampak bahwa 0 orang atau 0,00% tergolong tidak baik, 5 orang atau 6.58% tergolong cukup, 37 orang atau 48,68% tergolong baik dan 34 orang atau 44,74% tergolong sangat baik. Bila dijumlahkan antara yang baik dan sangat baik mencapai 71 orang atau 93,42%. Pada aspek pembukaan; 1 orang atau 1,32% guru dalam kategori tidak baik, 6 orang atau 7,89% tergolong cukup, 40 orang atau 52,63% tergolong baik dan 29 orang atau 38,16% tergolong sangat baik. Bila dijumlahkan antara yang berkategori baik dan sangat baik mencapai 69 orang atau 90,79%. Pada aspek inti pembelajaran; tidak ada atau 0,00% guru dalam kategori tidak baik, 2 orang atau 2,63% tergolong cukup, 37 orang atau 48,68% tergolong baik dan 37 orang atau 48,68% tergolong sangat baik. Bila dijumlahkan antara yang berkategori baik dan sangat baik mencapai 74 orang atau 97,37%. Pada aspek penutup pembelajaran; tidak ada orang atau 0,00% guru dalam kategori tidak baik, 2 orang atau 2,63% tergolong cukup, 35 orang atau 46,05% tergolong baik dan 39 orang atau 51,32% tergolong sangat baik. Bila dijumlahkan antara yang berkategori baik dan sangat baik mencapai 74 orang atau 97,37%. Demikian pula pada aspek Alat/Bahan/Sumber belajar , Penilaian dan kesan umum menunjukkan peningakatan yang sangat signifikan jauh di atas standar yang telah di tetapkan.
Berdasarkan dekripsi pada tabel 4.3 dan 4.4 tampaknya kinerja guru menyusun model pembelajaran CTL para guru sudah memenuhi indikator kinerja yang telah ditetapkan pada semua aspek, baik menyangkut kesiapan maupun kinerja menyusun scenario model pembelajaran CTL . Dengan hasil seperti itu, berarti tindakan yang diberikan efektif dalam meningkatkan kinerja guru dalam menyusun scenario model pembelajaran CTL.
Penilaian Respon Guru terhadap Penyusunan scenario model Strategi Pembelajaran melalui Workshop pelatihan model klasemen ini penting dilakukan untuk memperoleh gambaran tentang respon guru terhadap kegiatan workshop yang telah diterapkan. Bila guru merespon positif terhadap kegiatan tersebut, maka kegiatan tersebut perlu dilanjutkan dalam kegiatan-kegiatan yang lain.
B. Pembahasan Hasil Penelitian
Berdasarkan analisis dan pembahasan seperti yang telah dipaparkan pada bagian sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa terjadi peningkatan aktivitas peserta dalam kegiatan workshop pelatihan model Klasemen tentang penyususnan skenario model strategi pembelajaran CTL bagi guru sekolah binaan di Kabupaten Dompu. Di samping itu juga, terjadi peningkatan kinerja guru dalam menyusun skenario model pembelajaran CTL melalui workshop pelatihan Klasemen dari siklus I ke siklus II pada masing-masing aspek dengan target ketercapaian sesuai dengan kriteria yang ditetapkan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa melalui workshop pelatihan model Klasemen dapat meningkatkan kinerja guru dalam menyusun model pembelajaran CTL bagi guru di sekolah binaan di kabupaten Dompu .
Keberhasilan tindakan ini disebabkan oleh pemahaman secara menyeluruh tentang model pembelajaran CTL sangat diperlukan. Dengan pemahaman yang baik, maka model pembelajaran CTL dapat disusun dengan baik. Mengoptimalkan pemahaman guru terhadap model pembelajaran CTL melalui pembinaan intensif dalam bentuk penyelenggaraan workshop atau pelatihan model Klasemen menunjuk pada metode kooperatif konsultatif dimana diharapkan para guru berdiskusi, bekerja sama dan berkonsultasi secara aktif, serta presentasi visual . Aktivitas ini akan sangat membantu mereka dalam memahami konsep-konsep dasar penyusunan model pembelajaran CTL serta pada akhirnya nanti mereka mampu menyusun model dan strategi pembelajaran CTL dengan baik dan benar.
Dalam kaitannya dengan pembinaan melalui pelataiahan model Klasemen , maka penelitian ini juga sesuai dengan apa yang dikatakan Amstrong (1990: 209) bahwa tujuan workshop atau pelatihan adalah untuk memperoleh tingkat kinerja yang diperlukan dalam pekerjaan mereka dengan cepat dan ekonomis dan mengembangkan kinerja-kinerja yang ada sehingga prestasi mereka pada tugas yang sekarang ditingkatkan dan mereka dipersiapkan untuk menerima tanggung jawab yang lebih besar di masa yang akan datang. Siswanto (1989: 139) mengatakan workshop atau pelatihan bertujuan untuk memperoleh nilai tambah seseorang yang bersangkutan, terutama yang berhubungan dengan meningkatnya dan berkembangnya pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang bersangkutan. Workshop atau pelatihan dimaksudkan untuk mempertinggi kinerja dengan mengembangkan cara-cara berpikir dan bertindak yang tepat serta pengetahuan tentang tugas pekerjaan termasuk tugas dalam melaksanakan evaluasi diri (As’ad, 1987: 64).
Dari paparan di atas, menunjukkan bahwa peningkatan kemapuan guru melalui kegiatan workshop pelatihan model Klasemen yang lebih menekankan pada metode kolaboratif konsultatif akan memberikan kesempatan sharing antara satu guru dengan guru lain. Dengan demikian, pemahaman terhadap model dan strategi pembelajaran CTL dapat ditingkatkan baik dalam teoretisnya maupun implementasinya.
BAB V
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
A.Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian tindakan di atas, dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut :
1. Pelatihan Model Klasemen dapat memberikan pengaruh terhadap peningkatan kemampuan dan kinerja guru dalam menyususun, mendesain dan menggunakan model pembelajaran CTL pada wilayah sekolah binaan di Kabupaten Dompu,
2. Peningkatan kemampuan dan kinerja guru dalam menyususun, mendesain dan menggunakan model pembelajaran CTL berdampak pada peningkatan hasil belajar matematika siswa pada wilayah binaan di Kabupaten Dompu.
3. Guru memberikan respon sangat positif terhadap kegiatan penyusuan model pembelajaran CTL melalui workshop pelatihan model Klasemen. Dengan demikian kegiatan workshop memberikan dampak positif terhadap kinerja guru dalam menyusun model pembelajaran CTL.
A. Rekomendasi
Berdasarkan hasil penelitian, hal-hal yang direkomendasikan adalah sebagai berikut:
1. Pelataihan Model Klasemen dapat dilakukan oleh pengawas sekolah terhadap guru- guru , khususnya guru mata pelajaran,
2. Dalam pembelajaran guru perlu diarahkan untuk merencanakan RPP model pembelajaran yang berbasis CTL dengan berbagai pendekatan dan strategi yang inovatif, , serta menyiapkan media dan sumber belajar dengan baik.
3. Persiapan guru dalam perencanaan model pembelajaran CTL , khususnya dalam hal media dan sumber belajar, perlu difasilitasi oleh sekolah sehingga media dan sumber belajar yang dipersiapkan dapat lebih optimal
4. Guru sebaiknya menyusun model pembelajaran CTL berdasarkan kebutuhan siswa dan memperhatikan proporsi waktu yang ada dan tidak hanya mencontoh strategi pembelajaran yang telah ada,
5. Agar pembinaan melalui workshop model pelatihan Klasemen dapat berjalan secara efektif, maka semua guru harus mampu bekerjasama dengan peserta lain yang bersifat kolaboratif konsultatif,
6. Peningkatan kinerja guru dalam menyusun dan menggunakan model pembelajaran CTL akan berjalan dengan efektif bila semua komponen sekolah memfasilitasi kegiatan tersebut secara rutin,
7. Sebaiknya Dinas Pendidikann senantiasa memfasilitasi dalam semua kegiatan dalam rangka meningkatkan kinerja guru dalam menyusun strategi model pembelajaran berbasil CTL,
8. Pembinaan penyusunan model pembelajaran CTL melalui workshop pelatihan model Klasemen , dapat dijadikan salah satu alternatif dalam meningkatkan kompetensi guru pada umunya

Posting Komentar

0 Komentar