UPAYA MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERBICARA MELALUI
PENERAPAN METODE ROLE PLAY PADA SISWA KELAS V
SDN 2 KECAMATAN SEMESTER II
TAHUN 2010/2011
ABSTRAK
YE Sri Mulayi;2011” Upaya Meningkatkan ketrampilan berbicara melalui penerapan metode Role Play pada siswa kelas V SDN 2 Bogor Kecamatan Cawas semester 2 Tahun 2010/2011”
Pada umumnya siswa SD masih mengalami kesulitan dalam berbicara di depan kelas. Hal ini juga dialami oleh sebagian besar siswa kelas V SDN 2 Bogor Kecamatan Cawas semester 2 Tahun 2010/2011 Keadaan tersebut disinyalir karena rendahnya kreativitas guru dalam menentukan teknik pembelajaran keterampilan berbicara kepada siswa. Rasa kurang percaya diri, gugup ataupun grogi senantiasa melingkupi diri siswa setiap pembelajaran berlangsung.
Salah satu tujuan yang dapat dijadikan alternatif pemecahan masalah tersebut yaitu dengan menerapkan pembelajaran keterampilan berbicara dengan menggunakan metode Role Play . Permasalahan yang diungkap dalam penelitian ini yaitu a) Mengetahui apakah penerapan metode bermain peran dapat meningkatkankualitas proses pembelajaran keterampilan berbicara siswa kelas V SDN 2 Bogor Kecamatan Cawas semester 2 Tahun 2010/2011 b). Mengetahui apakah penerapan metode Role Play dapat meningkatkan kualitas proses pembelajaran keterampilan berbicara siswa kelas V SDN 2 Bogor Kecamatan Cawas semester 2 Tahun 2010/2011.
Penelitian Tindakan Kelas (PTK) ini meliputi tiga siklus. Tiap-tiap siklus dilakukan secara berdaur yang terdiri atas empat tahap, yaitu 1) perencanaan, 2) tindakan, 3) pengamatan, dan 4) refleksi. Data penelitian diambil melalui tes dan nontes. Selanjutnya, data dianalisis secara kuantitatif dan kualitatif.
Berdasarkan analisis data penelitian dan pembahasan, disimpulkan bahwa dengan menggunakan metode bermain peran, keterampilan berbicara siswa terjadi peningkatan. Pada siklus I, minat belajar siswa dalam mengikuti pelajaran 54 %, Siklus II 75% dan siklus III 96 %. Keaktifan siswa mengikuti pelajaran siklus I 25 % siklus II 58 % dan siklus III mencapai 92%. Sedangkan kemampuan siswa dalam mengikuti pelajaran berbicara siklus I 62% siklus II 83 % dan siklus III mencapai 100 %.
Dari hasil penelitian tersebut, saran yang dapat direkomendasikan antara lain 1).Siswa seharusnya memahami bahwa keterampilan berbicara merupakan hal penting yang harus dikuasai, untuk itu siswa perlu mengikuti pembelajaran berbicara dengan penuh kesungguhan agar siswa memiliki keterampilan berbicara yang baik, 2).Guru hendaknya menerapkan metode bermain peran dalam kegiatan belajar mengajar khususnya pada pengajaran berbicara, karena metode bermain peran lebih efektif dibandingkan dengan metode lainya.
Kata Kunci: Keterampilan berbicara, Metode Role Play .
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Berbicara merupakan salah satu aspek keterampilan berbahasa yang bersifat produktif, artinya suatu kemampuan yang dimiliki seseorang untuk menyampaikan gagasan, pikiran atau perasaan sehingga gagasan-gagasan yang ada dalam pikiran pembicara dapat dipahami orang lain. Berbicara berarti mengemukakan ide atau pesan lisan secara aktif melalui lambang-lambang bunyi agar terjadi kegiatan komunikasi antara penutur dan mitra tutur. Namun pada kenyataannya pembelajaran berbicara di sekolah-sekolah belum bisa dikatakan maksimal, sehingga keterampilan siswa dalam berbicara pun masih rendah. Permasalahan dalam kemampuan berbicara juga terjadi pada siswa kelas V SDN 2 Bogor Kecamatan Cawas semester 2 Tahun 2010/2011.
Berdasarkan hasil observasi awal, dapat diidentifikasi penyebab rendahnya kemampuan berbicara siswa, yakni sebagai berikut: (1) Sikap dan minat siswa dalam mengikuti pembelajaran berbicara rendah. Pada umumnya siswa merasa takut dan malu saat ditugasi untuk tampil berbicara di depan teman-temannya. (2) Siswa kurang terampil sebagai akibat dari kurangnya latihan berbicara. Dari uraian di atas, maka penerapkan metode bermain peran dalam bentuk penelitian tindakan kelas. Adapun alasan pemilihan metode tersebut adalah dengan pertimbangan bahwa metode ini dirasa lebih efektif dan lebih efisien untuk diterapkan dalam pembelajaran keterampilan berbicara.
B. Rumusan Masalah
a. Apakah penerapan metode bermain peran dapat meningkatkan kualitas proses
pembelajaran keterampilan berbicara siswa kelas V SDN 2 Bogor Kecamatan Cawas semester 2 Tahun 2010/2011?
b. Apakah penerapan metode bermain peran dapat meningkatkan kualitas hasil
pembelajaran keterampilan berbicara siswa kelas V SDN 2 Bogor Kecamatan
Cawas semester 2 Tahun 2010/2011?
C. Tujuan Penelitian
a. Mengetahui apakah penerapan metode bermain peran dapat meningkatkan
kualitas proses pembelajaran keterampilan berbicara siswa kelas V SDN 2
Bogor Kecamatan Cawas semester 2 Tahun 2010/2011.
b. Mengetahui apakah penerapan metode bermain peran dapat meningkatkan
kualitas proses pembelajaran keterampilan berbicara siswa kelas V SDN 2
Bogor Kecamatan Cawas semester 2 Tahun 2010/2011.
D. Manfaat Hasil Penelitian
1. Manfaat Teoretis
Mengetahui peningkatan keterampilan berbicara siswa dengan penerapan
metode bermain peran.
2. Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:
a. Bagi siswa:
Penerapan metode bermain peran dalam pengajaran keterampilan berbicara dapat meningkatkan minat dan keaktifan siswa sehingga kemampuan berbicaranya dapat meningkat.
b. Bagi guru :
Hasil penelitian ini dapat memberikan pengalaman langsung pada guru-guru untuk dapat mengembangkan pembelajaran dengan metode yang lebih inovatif.
LANDASAN TEORI DAN PENGAJUAN HIPOTESIS
A. Landasan Teori
1. Hakikat Berbicara
a. Pengertian Berbicara
Berbicara merupakan salah satu aspek keterampilan berbahasa yang bersifat produktif. Menurut Suharyanti (1996: 5), berbicara merupakan pemanfaatan sejumlah otot dan jaringan otot tubuh manusia untuk memberi tanda-tanda yang dapat didengar (audible) dan yang dapat dilihat (visible) agar maksud dan tujuan dari gagasan-gagasan pembicara dapat tersampaikan. Ini berarti bahwa berbicara merupakan sebuah kegiatan/aktivitas kebahasaan yang berfungsi sebagai sarana komunikasi secara lisan.
b. Faktor-faktor Penunjang Keefektivan Berbicara
Tujuan utama berbicara adalah untuk berkomunikasi. Agar dapat berkomunikasi secara baik, pembicara harus mempunyai kemampuan berbicara yang baik pula. Di samping tujuan utama untuk berkomunikasi, Gorys Keraf (2001: 320-321) menyatakan tujuan berbicara, antara lain: 1) mendorong, yaitu pembicara berusaha memberi semangat serta menunjukkan rasa hormat dan pengabdian, 2) meyakinkan, yaitu pembicara ingin meyakinkan sikap, mental dan intelektual kepada para pendengarnya, 3) bertindak, berbuat, menggerakkan, yaitu pembicara menghendaki adanya tindakan atau reaksi fisik dari pendengar, dan 4) menyenangkan atau menghibur.
2. Hakikat Pembelajaran Keterampilan Berbicara
a. Pengertian Pembelajaran
Pembelajaran adalah suatu proses belajar yang kompleks di mana siswa (pembelajar) dapat mengalami perkembangan mental sesuai tujuan pembelajaran yang telah ditentukan (Dimyati dan Mudjiono, 1999: 17-18).
b. Pembelajaran Keterampilan Berbicara di SD
Pembelajaran keterampilan berbicara merupakan satu dari empat aspek keterampilan berbahasa (menyimak, berbicara, membaca dan menulis) yang diajarkan disekolah-sekolah. Kurikulum berbicara untuk kelas V dijabarkan dalam bentuk standar kompetensi yang harus dikuasai siswa, yaitu: mengungkapkan pikiran, pendapat, perasaan, fakta secara lisan dengan menanggapi suatu persoalan, menceritakan hasil pengamatan/kunjungan atau wawancara, mengungkapkan pikiran dan perasaan secara lisan dalam diskusi dan bermain drama (Depdiknas, 2006: 327-328).
c. Penilaian Pembelajaran Keterampilan Berbicara
Secara umum, penilaian untuk mengukur kemampuan berbicara dapat dilakukan melalui beberapa tingkatan. Burhan Nurgiyantoro (2001: 291-292) menjelaskan tingkatan-tingkatan tersebut, sebagai berikut:1). Tes kemampuan berbicara tingkat ingatan, 2). Tes tingkat pemahaman, 3). Tes tingkat penerapan.
3. Hakikat Metode Bermain Peran
a. Pengertian Metode Bermain Peran
Herman J. Waluyo (2002: 171) memberikan pengertian tentang metode, yaitu prosedur atau langkah-langkah yang dijabarkan ke dalam teknik mengajar yang benar benar dilakukan guru di dalam kelas. Anang Prasetyo (2000) mengatakan bahwa salah satu komponen dalam pembelajaran yang dapat menentukan efektivitas mengajar seorang guru adalah penggunaan metode mengajar. Guru memiliki peran besar dalam memilih dan menentukan metode maupun langkah-langkah pembelajaran, karena penggunaan metode yang tepat dapat mempengaruhi keberhasilan pembelajaran.Salah satu metode yang dapat digunakan dalam pembelajaran berbicara adalah dengan metode bermain peran atau role play.
Metode bermain peran atau role play sudah muncul sejak tahun 1930- an, hingga sekarang telah berkembang menjadi berbagai bentuk dan variasi pendidikan dari tingkat pemula di sekolah dasar hingga ke tingkat yang lebih tinggi (Gangel, Kenneth O., dalam Ratri, 2008). Role play atau permainan peran menurut para ahli mempunyai definisi yang beragam. Kiranawati (2007), menyebutkan pengertian metode role play, yaitu suatu cara penguasaan bahan bahan pelajaran melalui pengembangan imajinasi dan penghayatan siswa.
B. Hipotesis Tindakan
Dengan penerapan metode bermain peran dalam pembelajaran keterampilan berbicara akan membantu meningkatkan kemampuan berbicara siswa sehingga dapat meningkatkan kualitas proses dan kualitas hasil pembelajaran keterampilan berbicara pada siswa kelas V SDN 2 Bogor Kecamatan Cawas semester 2 Tahun 2010/2011.
METODE PENELITIAN
A. Setting Penelitian
Penelitian ini dilakukan di kelas V SDN 2 Bogor Kecamatan Cawas pada semester 2 Tahun 2010/2011. Penelitian ini dilakukan selama 4 bulan, yaitu mulai dari bulan Februari sampai bulan Mei 2011.
B. Subjek dan Obyek Penelitian
Subjek penelitian adalah siswa kelas V SDN 2 Bogor Kecamatan Cawas semester 2 Tahun 2010/2011, dengan jumlah siswa 12 anak. Penelitian ini mengambil objek penelitian pembelajaran keterampilan berbicara dengan menggunakan metode bermain peran pada mata pelajaran Bahasa Indonesia.
C. Bentuk dan Strategi Penelitian
Penelitian ini berbentuk Penelitian Tindakan Kelas (Classroom Action Research). Hopkins (dalam Rochiati Wiriaatmadja, 2007: 11) menyatakan bahwa penelitian tindakan kelas adalah sebuah penelitian yang mengkombinasikan prosedur penelitian dengan tindakan substantif, atau suatu usaha seseorang untuk memahami apa yang sedang terjadi sambil terlibat dalam sebuah proses perbaikan dan perubahan.
D. Sumber Data Penelitian
1. Peristiwa, yaitu kegiatan berbicara yang berlangsung di dalam kelas
dengan penerapan metode bermain peran.
2. Informan, dalam penelitian ini menggunakan informan guru dan siswa
kelas V SDN 2 Bogor .
3. Dokumen yang berupa catatan wawancara dengan guru dan siswa
E. Teknik Pengumpulan Data
1. Teknik in dept interview (wawancara mendalam); 2. Obsevasi atau pengamatan; 3. Angket; 4. Tes
F. Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis model interaktif yang merupakan interaksi dari empat komponen, yaitu: (1) pengumpulan data, (2) reduksi, (3) penyajian data (display data) dan, (4) penarikan kesimpulan.
G. Prosedur Penelitian
Penelitian ini berupa penelitian tindakan kelas, sehingga mekanisme kerjanya diwujudkan dalam bentuk siklus (direncanakan 3 siklus), yang dalam setiap siklusnya tercakup 4 tahap, yaitu (1) perencanaan, (2) pelaksanaan, (3) observasi dan interpretasi, dan (4) analisi dan refleksi.
H.Indikator Kinerja
Tabel 1. Indikator Kinerja
Aspek Pencapaian Cara Mengukur
Minat siswa dalam mengikuti pembelajaran berbicara 90 % Diamati saat pembelajaran dan diukur dari jumlah siswa yang menyampaikan ketertarikan dan kesusungguhan dalam pembelajaran berbicara.
Keaktifan siswa dalam mengikuti pembelajaran berbicara. 90 % Diamati saat pembelajaran berlangsung dan dihitung dari jumlah siswa yang dapat mengikuti pembelajaran berbicara secara aktif Sering bertanya,mampu mengungkapkan pendapat, dan melakukan praktek berbicara dengan baik ).
Kemampuan siswa dalam melakukan aktifitas berbicara 90 % Diukur dari hasil tes kemampuan berbicara secara lesan dan dihitung dari jumlah ketuntasan belajar siswa.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
1. Deskripsi Kondisi Awal
Observasi dilakukan untuk melihat proses pembelajaran berbicara di kelas pada hari Senin, 7 Maret 2011. Saat jam pembelajaran berbicara dimulai, peneliti masuk kelas dan bertindak sebagai partisipan pasif dengan mengambil tempat duduk paling belakang agar lebih leluasa mengamati proses pembelajaran.
Adapun hasil observasi yang telah dilakukan peneliti menunjukkan keadaan sebagai berikut:
1. Siswa terlihat kurang berminat mengikuti pelajaran berbicara.
2. Siswa terlihat kurang aktif selama mengikuti pelajaran.
3.Sebagian besar siswa mengalami kesulitan dan tampak takut.
4. Pembelajaran berbicara dengan metode bersifat konvensional .
5. Posisi guru saat mengajar kurang berinteraksi dengan siswa
Penerapan tindakan ini difokuskan pada peningkatan proses dan hasil pembelajaran berbicara. Melihat penyebab rendahnya kemampuan berbicara yang bersumber dari siswa yaitu pada rendahnya sikap (meliputi minat dan keaktifan), maka peningkatan proses pada penelitian ini lebih memfokuskan pada aspek minat dan keaktifan siswa saja. Sedangkan hasil pembelajaran difokuskan pada peningkatan keterampilan berbicara dan jumlah ketuntasan belajar siswa.
2. Siklus Pertama (I)
Adapun urutan pelaksanaan tindakan I pertemuan pertama ini meliputi langkah-langkah sebagai berikut:
1) Guru membuka pelajaran dan memberikan apersepsi dengan menggali
pengalaman siswa dalam kehidupan sehari-hari yang berkaitan dengan
materi berbicara.
2) Guru dan siswa melakukan tanya jawab tetang jenis kegiatan berbicara.
3) Guru memberikan penjelasan tentang materi diskusi.
4) Guru memperdengarkan rekaman percakapan diskusi sambil
Membagikan transkrip hasil rekaman tersebut sebagai contoh.
5) Guru membagi siswa menjadi 5 kelompok (masing-masing
beranggotakan 4-5 orang).
6) Guru menugasi masing-masing kelompok untuk melakukan diskusi
dengan metode bermain peran. Tema diskusi adalah “Memilih Sesuatu yang Menarik”.
7) Guru dan siswa melakukan tahap persiapan, yaitu: membagikan
Skenario role play, menentukan peran yang akan dimainkan setiap peserta, menjelaskan skenario, menentukan aturan permainan, dan menjelaskan tujuan pembelajaran.
8) Siswa melakukan role play secara berkelompok. Setiap kelompok diberi
waktu 8 menit, dengan rincian 5 menit untuk pemeranan dan 3 menit
untuk refleksi dan evaluasi.
9) Guru bersama siswa lain mengamati penampilan kelompok pemain.
10) Di setiap akhir penampilan, guru melakukan refleksi dan evaluasi
tahap I(yaitu guru bersama siswa pengamat memberikan kritik,
masukan, dan komentar).
11) Guru meminta siswa mempersiapkan diri untuk melakukan
penampilan ulang pada pertemuan berikutnya.
Tabel 2. Perolehan Nilai Tes Berbicara pada Siklus I
Aspek penilaian
I II III IV V VI
1 Musaropah 3 2 2 3 2 2 46,7 Tidak
2 Fakhrur nada 3 2 2 2 2 2 43,3 Tidak
3 Sindi fatika aulia 4 3 4 4 3 2 66,7 Ya
4 Mochamad erlangga fasha 3 3 3 3 2 2 53,3 Tidak
5 Muhammad zakaria 4 3 3 3 2 2 56,7 Tidak
6 Rafika rosalinda 4 4 4 3 3 3 66,7 Ya
7 Jihan hermala 3 3 3 2 3 2 56,7 Tidak
8 Atmotan sidik 3 3 4 4 4 4 66,7 Ya
9 Tiara nuraini 3 3 3 2 3 2 56,7 Tidak
10 Mohammad arifin 3 4 3 4 4 4 66,7 Ya
11 Nanda alfiani 4 4 3 3 4 2 63,3 Ya
12 Wibawa bangkit 4 4 4 4 4 3 70 Ya
Nilai rata-rata 60,9 <60=9
Ketuntasan belajar = 62 % >60=15
Keterangan Aspek Penilaian:
I = lafal; II = intonasi/tekanan; III = tata bahasa; IV = struktur; V = kelancaran/kewajaran; VI = pemahaman
3. Siklus Kedua (II)
Adapun urutan pelaksanaan tindakan II pertemuan pertama ini meliputi langkah-langkah sebagai berikut:
1) Guru membuka pelajaran dan memberikan apersepsi dengan menggali pengalaman siswa yang berkaitan dengan materi pelajaran berbicara pada saat itu.
2) Guru melakukan tanya jawab dengan siswa seputar pengetahuannya tetang berbagai macam peristiwa faktual yang sedang terjadi di lingkungan sekitar.
3) Guru mengawali kegiatan inti dengan mengatur tempat duduk siswa sesuai kelompok yang telah dibentuk pada pertemuan sebelumnya.
4) Guru membagikan surat kabar kepada masing-masing kelompok, kemudian memintanya untuk mendata berbagai peristiwa faktual yang sedang terjadi didalamnya.
5) Guru bersama siswa mengidentifikasi sebuah peristiwa faktual yang sedang terjadi di berbagai daerah, yaitu banjir.
6) Guru menugasi setiap kelompok untuk melakukan diskusi tentang peristiwa “Banjir” dengan metode bermain peran.
7) Guru dan siswa melakukan tahap persiapan, yaitu: membagikan skenario role play, menentukan peran yang akan dimainkan setiap peserta, menjelaskan skenario, menentukan aturan permainan, dan menjelaskan tujuan pembelajaran.
8) Siswa melakukan role play secara berkelompok. Setiap kelompok diberi
waktu 8 menit, dengan rincian 5 menit untuk pemeranan dan 3 menit untuk refleksi dan evaluasi.
9) Guru bersama siswa lain mengamati penampilan kelompok pemain.
10) Di setiap akhir penampilan, guru melakukan refleksi dan evaluasi tahap I (yaitu guru bersama siswa pengamat memberikan kritik, masukan, dan komentar).
11) Guru meminta siswa mempersiapkan diri untuk melakukan penampilan ulang pada pertemuan berikutnya.
12) Guru melakukan refleksi (memberikan kesempatan kepada siswa untuk menanyakan hal-hal yang belum mereka pahami), kemudian menutup pelajaran.
Tabel 3. Perolehan Nilai Tes Berbicara pada Siklus II
Aspek penilaian
I II III IV V VI
1 Musaropah 3 3 4 4 4 4 66,7 Ya
2 Fakhrur nada 3 2 2 2 2 2 43,3 Tidak
3 Sindi fatika aulia 4 3 4 4 3 2 66,7 Ya
4 Mochamad erlangga fasha 3 3 4 4 4 4 66,7 Ya
5 Muhammad zakaria 4 3 3 3 2 2 56,7 Tidak
6 Rafika rosalinda 4 4 4 3 3 3 66,7 Ya
7 Jihan hermala 3 3 4 4 4 4 66,7 Ya
8 Atmotan sidik 3 3 4 4 4 4 66,7 Ya
9 Tiara nuraini 3 3 3 2 3 2 56,7 Tidak
10 Mohammad arifin 3 4 3 4 4 4 66,7 Ya
11 Nanda alfiani 4 4 3 3 4 2 63,3 Ya
12 Wibawa bangkit 4 4 4 4 4 3 70 Ya
Nilai rata-rata 72,6 <60=4
Ketuntasan belajar = 83 % >60=20
Keterangan Aspek Penilaian:
I = lafal; II = intonasi/tekanan; III = tata bahasa; IV = struktur;V = kelancaran/kewajaran; VI = pemahaman
4. Siklus Ketiga (III)
Adapun urutan pelaksanaan tindakan III pertemuan pertama ini meliputi langkah-langkah sebagai berikut:
1) Guru melakukan tanya jawab dengan siswa seputar pengetahuannya tetang materi drama.
2) Guru memberi penjelasan tentang materi drama dan menunjukkan contoh dialog drama dari buku pelajaran.
3) Guru meminta siswa membaca dialog drama tersebut.
4) Guru menugasi siswa untuk bermain drama dengan tema kesehatan, secara berkelompok.
5) Guru dan siswa melakukan tahap persiapan, yaitu: membagikan skenario role play yang akan dikembangkan menjadi kerangka naskah drama pendek oleh masing-masing kelompok, menentukan peran yang akan dimainkan setiap peserta, menentukan aturan permainan, dan menjelaskan tujuan pembelajaran.
6) Setelah tahap persiapan selesai, guru meminta siswa untuk memulai kegiatan bermain drama berdasarkan skenario yang telah ditentukan dengan metode bermain peran secara berkelompok. Setiap kelompok mendapatkan waktu 8 menit dengan rincian 5 menit untuk pemeranan dan 3 menit untuk refleksi dan evaluasi.
7) Guru bersama siswa lain mengamati penampilan kelompok pemain.
8) Di setiap akhir penampilan, guru melakukan refleksi dan evaluasi tahap I (yaitu guru bersama siswa pengamat memberikan kritik, masukan, dan komentar).
9) Guru meminta siswa mempersiapkan diri untuk melakukan penampilan ulang pada pertemuan berikutnya.
10) Guru melakukan refleksi (memberikan kesempatan kepada siswa untuk menanyakan hal-hal yang belum mereka pahami), kemudian menutup pelajaran.
Tabel 4. Perolehan Nilai Tes Berbicara pada Siklus III
Aspek penilaian
I II III IV V VI
1 Musaropah 4 4 4 5 4 4 80 Ya
2 Fakhrur nada 4 4 4 5 4 4 80 Ya
3 Sindi fatika aulia 4 3 4 4 3 2 66,7 Ya
4 Mochamad erlangga fasha 4 4 4 5 4 4 80 Ya
5 Muhammad zakaria 4 4 4 5 4 4 80 Ya
6 Rafika rosalinda 4 4 4 3 3 3 66,7 Ya
7 Jihan hermala 4 4 4 5 4 4 80 Ya
8 Atmotan sidik 3 3 4 4 4 4 66,7 Ya
9 Tiara nuraini 4 4 4 5 4 4 80 Ya
10 Mohammad arifin 3 4 3 4 4 4 66,7 Ya
11 Nanda alfiani 4 4 3 3 4 2 63,3 Ya
12 Wibawa bangkit 4 4 4 4 4 3 70 Ya
Nilai rata-rata 76,1 <60=0
Ketuntasan belajar = 100 % >60=24
Keterangan Aspek Penilaian:
I = lafal; II = intonasi/tekanan; III = tata bahasa; IV = struktur; V = kelancaran/kewajaran; VI = pemahaman
B. Pembahasan Hasil Penelitian
Berdasarkan hasil pengamatan tindakan dapat dinyatakan bahwa terjadi peningkatan kualitas pembelajaran, baik proses maupun hasil kemampuan berbicara dengan menggunakan metode bermain peran dari siklus I sampai dengan siklus III. Secara garis besar penelitian ini telah berhasil menjawab rumusan masalah yang telah dikemukakan peneliti, yaitu ”apakah penerapan metode bermain peran dapat meningkatkan kualitas proses dan kualitas hasil pembelajaran keterampilan berbicara siswa kelas V SDN 2 Bogor Kecamatan Cawas semester 2 Tahun 2010/2011 ?”
1. Siklus Pertama ( I )
Pada siklus I guru menerapkan bermain peran sebagai metode pembelajaran berbicara dengan berdasar pada kompetensi dasar yang disesuaikan dengan silabus, yaitu“Mengomentari Persoalan Faktual disertai Alasan yang Mendukung dengan Memperhatikan Pilihan Kata dan Santun Berbahasa dalam Kegiatan Diskusi”.
Kelemahan atau kekurangan-kekurangan dalam pelaksanaan tindakan siklus I ini dapat dikatakan sebagai faktor penyebab rendahnya hasil tes berbicara siswa. Hal tersebut dapat dilihat dari jumlah siswa yang memperoleh nilai di atas 60 (tuntas) hanya 8 siswa atau sekitar 62% dari jumlah keseluruhan siswa. Selanjutnya kekurangan-kekurangan tersebut dievaluasi oleh peneliti dan guru hingga menghasilkan perencanaan pembelajaran baru, yang diharap mampu mengatasi kekurangan dalam pelaksanaan tindakan siklus I.
2. Siklus Kedua ( II )
Siklus II selanjutnya dilaksanakan untuk mengatasi kekurangan/kelemahan yang terjadi selama proses pembelajaran siklus I. Pada siklus II ini guru juga menerapkan bermain peran sebagai metode pembelajaran berbicara dengan berdasar pada kompetensi dasar yang masih sama, yaitu“Mengomentari Persoalan Faktual disertai Alasan yang Mendukung dengan Memperhatikan Pilihan Kata dan Santun Berbahasa dalam Kegiatan Diskusi”. Berdasarkan pelaksanan siklus II terbukti bahwa telah terjadipeningkatan proses dan hasil pembelajaran berbicara dari siklus I. Peningkatan proses dapat dilihat dari meningkatnya minat dan keaktifan siswa dalam mengikuti pembelajaran, sedangkan peningkatan hasil terbukti dari meningkatnya jumlah siswa yang mencapai ketuntasan belajar (mengikuti tes berbicara dalam bentuk diskusi). Pada siklus I siswa yang dinyatakan tuntas dan memiliki kemampuan berbicara dengan baik sejumlah 15 orang, dan pada siklus II terjadi peningkatan menjadi 20 orang.
3. Siklus Ketiga ( III )
Pada siklus III ini guru juga menerapkan bermain peran sebagai metode pembelajaran berbicara, namun kompetensi dasar yang dijadikan pedoman berbeda dengan kompetensi dasar pembelajaran berbicara di kedua siklus sebelumnya, yaitu” Memerankan Tokoh Drama dengan Lafal, Intonasi, dan Ekspresi yang Tepat”.
Meskipun ada perubahan kompetensi dasar yang digunakan, namun dasar pembelajaran tetap bertumpu pada standar kompetensi yang sama, yaitu ”Mengungkapkan Pikiran dan Perasaan Secara Lisan dalam Diskusi dan Bermain Drama”. Tema pelajaran di siklus III yaitu ”Kesehatan”. Berbeda dengan pelaksanaan kedua siklus sebelumnya, dalam siklus III ini tugas yang harus dikerjakan siswa, yaitu melakukan kegiatan bermain drama (sesuai dengan kompetensi dasar) yang juga dipraktikkan dengan menggunakan metode bermain peran. Dari pelaksanaan siklus III terbukti bahwa telah terjadi peningkatan proses
dan hasil pembelajaran berbicara dari siklus II. Peningkatan proses dapat dilihat dari meningkatnya minat dan keaktifan keseluruhan siswa, sedangkan peningkatan
hasil terbukti dari meningkatnya jumlah siswa yang mencapai ketuntasan belajar dari 10 menjadi 12 orang.
Keberhasilan penerapan metode bermain peran dalam upaya meningkatkan kualitas proses dan hasil pembelajaran berbicara dapat dilihat dari indikator-indikator sebagai berikut:
1. Meningkatnya minat siswa dalam mengikuti proses pembelajaran berbicara.
Setelah pelaksanaan tindakan, maka diperoleh kesimpulan bahwa jumlah siswa yang berminat terhadap pembelajaran berbicara semakin meningkat, yaitu menjadi 54% atau sebanyak 6 orang (di siklus I), 75% atau sebanyak 9 orang (di siklus II), dan 96% atau sebanyak 12 orang (di siklus III).
2. Meningkatnya keaktifan siswa dalam mengikuti pembelajaran berbicara.
Keaktifan siswa di setiap siklus semakin menunjukkan adanya peningkatan. Hal tersebut dapat dilihat dari perbandingan persentase keaktifan siswa antarsiklus, yaitu dari 25% atau sebanyak 3 orang (di siklus I) menjadi 58% atau sebanyak 7 orang (di siklus II), dan 92% atau sebanyak 11 orang (di siklus III).
3. Meningkatnya kemampuan siswa dalam melakukan aktivitas berbicara.
Sebelum diadakan tindakan, sebagian besar siswa mengalami kesulitan dalam melakukan praktik berbicara di kelas, mereka merasa sulit mengungkapkan pikiran maupun perasaannya dalam semua kegiatan yang berhubungan dengan pembelajaran berbicara, seperti kegiatan tanya jawab, diskusi, bercerita, maupun berpendapat. Hal tersebut dapat diketahui dari hasil observasi kondisi awal siswa saat mengikuti pembelajaran berbicara di kelas.
4. Meningkatan nilai yang diperoleh siswa pada setiap siklus.
Penilaian dalam pembelajaran berbicara selama pelaksanaan tindakan dijabarkan dalam dua kategori, yaitu (a) penilaian proses dan (b) penilaian hasil. Dalam penilaian proses digunakan lembar penilaian sikap (afektif) yang terdiri dari aspek: (1) kedisiplinan; (2) minat; (3) keaktifan; (4) kerja sama; dan (5) kesungguhan siswa. Dalam penilaian hasil praktik berbicara, beberapa aspek yang dinilai, yaitu: (1) ketepatan pengucapan; (2) ketepatan intonasi; (3) ketepatan bahasa; (4) keurutan; (5) kelancaran/kewajaran; dan (6) pemahaman. Guru menetapkan batas minimal ketuntasan belajar siswa sebesar 60, dari batasan tersebut diperoleh hasil ketuntasan belajar siswa pada siklus I sebesar 62% atau sebanyak 7 siswa. Pada siklus II diperoleh hasil ketuntasan belajar siswa sebesar 83% atau sebanyak 10 siswa, dan pada siklus III diperoleh hasil ketuntasan belajar siswa sebesar 100% atau sebanyak 12 siswa.
Tabel 7. Deskripsi Antarsiklus
Persentase
Siklus I Siklus II Siklus III
1 Minat siswa dalam mengikuti pembelajaran berbicara. 54 % 75 % 96 %
2 Keaktifan siswa selama mengikuti pembelajaran berbicara. 25 % 58 % 92 %
3 Kemampuan siswa dalam melakukan aktifitas berbicara. 62 % 83 % 100 %
Selain melihat ketercapaian indikator-indikator di atas, keberhasilan penerapan metode bermain peran juga dapat dilihat dari hasil wawancara dan pengisian angket pasca tindakan oleh siswa sebagai berikut.
Tabel 8. Hasil Angket Pascatindakan
No Jumlah Uraian
1. 100% siswa Menyatakan siswa senang melakukan praktek berbicara didepan kelas secara berkelompok.
2. 96 % Siswa Menyatakan senang mengikuti pelajaran aspek berbicara dengan metode bermain peran
3. 92 % Siswa Menyatakan sudah paham dengan metode bermain peran yang dijelaskan guru.
4. 54 % Siswa Menyatakan tidak mengalami kesulitan dalam bermain peran
5. 83 % Siswa Menyatakan merasa lebih mudah mengungkapkan perasaan dan pikiran melalui bermain peran
6. 100% Siswa Menyatakan kemampuan berbicara mereka semakin meningkat dengan penerapan metode bermain peran.
SIMPULAN DAN SARAN
A.Simpulan
1. Penerapan metode bermain peran dapat meningkatkan kualitas proses
pembelajaran keterampilan berbicara. Hal ini ditandai dengan persentase minat,keaktifan, serta nilai rata-rata proses pembelajaran siswa mengalami peningkatan dalam tiap siklusnya. Pada siklus I, rata-rata nilai proses pembelajaran berbicara siswa sebesar 41,7; Pada siklus II sebesar 57,3; dan pada siklus III sebesar 66,7. Di samping itu, siswa juga terlihat lebih rileks di dalam mengikuti proses pembelajaran.
2.Penerapan metode Role Play dapat meningkatkan keterampilan berbicara siswa. Hal ini ditandai dengan nilai rata-rata keterampilan berbicara siswa yang mengalami peningkatan pada tiap siklusnya, yaitu siklus I sebesar 60,9; siklus II sebesar 72,6; dan siklus III sebesar 76,1. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kualitas hasil pembelajaran berbicara siswa kelas V SDN 2 Bogor Kecamatan Cawas telah meningkat. Terbukti dari 12 jumlah siswa, semuanya telah mengalami ketuntasan belajar dengan mendapatkan nilai di atas 60 (standarketuntasan).
B.Saran
1.Siswa seharusnya memahami bahwa keterampilan berbicara merupakan hal penting yang harus dikuasai, untuk itu siswa perlu mengikuti pembelajaran berbicara dengan penuh kesungguhan agar siswa memiliki keterampilan berbicara yang baik.
2.Guru hendaknya menerapkan metode Role Play dalam kegiatan belajar mengajar khususnya pada pengajaran berbicara, karena metode bermain peran lebih efektif dibandingkan dengan metode konvensional yang pada umumnya masih sering digunakan dalam pembelajaran berbicara.
3.Mengingat metode Role Play dapat meningkatkan kualitas proses dan hasil pembelajaran berbicara, maka untuk kelas dengan karakteristik yang relatif sama dapat menerapkan metode serupa untuk meningkatkan kualitas pembelajarannya.
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Pendidikan Nasional. 2006. Kurikulum Standar Isi: Mata Pelajaran
Bahasa Indonesia Untuk SD/MI. Jakarta: Diknas.
Dimyati dan Mudjiono. 1999. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.
Kiranawati. 2007. Metode Role Playing. Dalam http://gurupkn.wordpress.com.
Diakses pada tanggal 2 Agustus 2008.
Maidar G. Arsjad dan Mukti U.S. 1991. Kemampuan Berbicara Bahasa Indonesia. Jakarta: Erlangga.
Oemar Hamalik. 2001. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara.
. 2003. Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan Sistem.
Jakarta: Bumi Aksara.
Ratri. 2008. Mengajar Dengan Bermain Peran (Role Play). Dalam
http://lead.sabda.org/03/sep/2008. Diakses pada tanggal 4 Mei 2009.
Rochiati Wiriaatmadja. 2007. Metode Penelitian Tindakan Kelas. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya.
Rusliawarni. 2005. Berbicara Melalui Dramatisasi. Dalam
http://www.balipost.com/balipostcetak/htm. Diakses pada tanggal 16
September 2008.
Suharsimi Arikunto, Suhardjono, Supardi. 2007. Penelitian Tindakan Kelas.
Jakarta: Bumi Aksara.
Sutopo, H.B. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif. Surakarta: UNS Press.
Henry Guntur Tarigan. 1985. Berbicara: Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa.
Bandung: Angkasa.
.
0 Komentar