Terbaru

6/recent/ticker-posts

PTK PS SD: MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENGAJAR MUATAN LOKAL MACAPAT DENGAN PENDEKATAN CTL MELALUI SUPERVISI KLINIS BAGI GURU KELAS

MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENGAJAR MUATAN LOKAL MACAPAT DENGAN PENDEKATAN CTL MELALUI SUPERVISI KLINIS BAGI GURU KELAS DI GUGUS VIII RONGGOWARSITO
KECAMATAN BANJARSARI KOTA SURAKARTA SEMESTER II TAHUN PELAJARAN 2012/2013

Oleh: Drs Tri Winarni, M.Pd.
Pengawas TK/SD Gugus VIII , Ronggowarsito, Kecamatan Banjarsari,Surakarta

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui peningkatan kemampuan mengajar muatan lokal macapat dengan pendekatan CTL melalui supervisi klinis bagi guru kelas di gugus VIII Ronggowarsito Kecamatan Banjarsari, Kota Surakarta, Semester II Tahun pelajaran 2012/2013. Penelitian ini mengggunakan model siklus, sedangkan subyek penelitian ini adalah guru-guru kelas Se-Gugus VIII Ronggowarsito, Kecamatan Banjarsari, Surakarta Semester II Tahun Pelajaran 2012/2013. Teknik pengumpulan data menggunakan teknik observasi, tes, dan dokumen.Dari Hasil penelitian dapat disimpulkan peningkatan kemampuan guru dalam menerapkan model pembelajaran CTL pada mata pelajaran muatan lokal macapat se Gugus VIII Ronggowarsito sudah terlihat adanya peningkatan kemampuan. Hal ini dapat dilihat dari analisis data yang peneliti lakukan bahwa setiap guru mampu menerapkan model pembelajaran CTL pada kegiatan belajar mengajar, yang sebelumnya pelajaran berorientasi pada guru. Berdasarkan hasil penelitian pada
siklus 1 tingkat kemampuan guru ada di kualifikasi baik. Pada siklus 2 kualifikasi meningkat, ada yang ke level A (amat baik) ada yang masih bertahan pada level B, namun masih tergolong baik. Penelitian tindakan sekolah ini menunjukkan adanya perubahan pada guru. Guru dengan senang hati menerapkan model pembelajaran CTL pada mata pelajaran muatan lokal macapat. Dengan demikian tidak ada perbedaan antara mata pelajaran muatan lokal dengan mata pelajaran inti.
Kata kunci: Pembelajaran, CTL
PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Belajar atau pembelajaran merupakan suatu kegiatan yang wajib dilakukan dan diberikan kepada anak-anak. Kegiatan pembelajaran merupakan kunci sukses unutk mencapai masa depan yang cerah, mempersiapkan generasi bangsa dengan wawasan ilmu pengetahuan yang tinggi. Hasil akhirnya akan bermanfaat bagi masyarakat dan negara. Melihat peran yang begitu vital, maka menerapkan metode yang efektif dan efisien adalah sebuah keharusan. Proses belajar mengajar yang diharapkan adalah yang menyenakngkan dan tidak membosankan.
Sekolah merupakan lembaga formal yang berfungsi membantu khususnya peserta didik dn masyarakat, khususnya orang tua dalam memberikan pendidikan kepada anak-anaknya. Sekolah memberikan pengetahuan, keterampilan dan sikap kepada anak didiknya secara lengkap sesuai dengan yang mereka butuhkan. Semua fungsi sekolah tersebut tidak akan efektif apabila komponen dari sistem sekolah tidak berjalan dengan baik, karena kelemahan dari salah satu komponen akan berpengaruh pada komponen yang lain yang pada akhirnya akan berpengaruh juga pada jalannya sistem itu sendiri.  Salah satu dari bagian komponen sekolah adalah guru.
Guru dituntut mampu menguasai kurikulum, menguasai materi, menguasai metode, dan tidak kalah pentingnya guru juga harus mampu mengelola kelas sedemikian rupa sehingga pembelajaran berlangsung secara aktif, inovatif dan menyenangkan. Namun umumnya guru masih mendominasi kelas, siswa pasif ( datang, duduk, nonton, berlatih, dan lupa). Guru memberikan konsep, sementara siswa menerima bahan jadi. menurut Erman Suherman, ada  hal yang menyebabkan siswa tidak menikmati (senang) untuk belajar, yaitu kebanyakan siswa tidak siap terlebih dahulu dengan (minimal) membaca bahan yang akan dipelajari, siswa datang tanpa bekal pengetahuan seperti membawa wadah kosong. Lebih parah lagi, siswa tidak menyadari tujuan belajar yang sebenarnya, tidak mengetahui manfaat belajar bagi masa depannya nanti.
Berdasarkan pengamatan penulis di SD di Gugus VIII Ronggowarsito, terdapat beberapa kendala pada pembelajaran selama ini antara lain :
1. Siswa mengalami kesulitan dalam memahami konsep.
2. Siswa kurang aktif / siswa pasif dalam proses pembelajaran.
3. Siswa belum terbiasa untuk bekerja sama dengan temannya dalam belajar.
4. Guru kurang mengaitkan materi pembelajaran dengan kehidupan sehari-hari.
5. Hasil nilai ulangan / hasil belajar siswa pada pembelajaran rendah.
6. KKM tidak tercapai.
7. Pembelajaran tidak menyenangkan bagi siswa.
8. Kurangnya minat siswa terhadap pembelajaran.
Sebagai pendidik, penulis melihat pembelajaran menjadi kurang efektif karena hanya cenderung mengedepankan aspek intelektual dan mengesampingkan aspek pembentukan karakter. Hal ini tentu suatu hambatan bagi guru. Namun penulis ingin mengubah hambatan tersebut menjadi sebuah kekuatan dalam pengelolaan kegiatan belajar mengajar yang efektif dan efisien sehingga nantinya akan mendapatkan hasil yang memuaskan.
Untuk menjawab hal itu, penulis mencoba memberi solusi kepada guru-guru untuk menerapkan model-model  pembelajaran melalui kegiatan supervisi klinis dengan pendekatan kolaboratif di SD di Gugus VIII Ronggowarsito dengan menyusun berbagai perangkat pembelajaran yang dibutuhkan seperti : RPP, alat peraga, teknik pengumpulan data, dan instrumen yang dibutuhkan untuk membantu guru dalam mengelola kelas dan mengevaluasi pembelajaran yang dilakukan.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang diuraikan di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut “Apakah dengan  supervisi klinis dapat meningkatkan kemampuan guru dalam menerapkan model pembelajaran CTL pada mata pelajaran muatan local macapat di SD Gugus VIII Ronggowarsito ?”
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan kemampuan guru dalam menerapkan model pembelajaran CTL pada mata pelajaran muatan local macapat di SD di Gugus VIII Ronggowarsito melalui supervisi klinis.
Manfaat Penelitian
Penelitian tindakan sekolah ini, diharapkan bermanfaat:
1. Bagi Siswa
a. Memperoleh pengalaman belajar yang lebih menarik.
b. Meningkatkan aktivitas siswa di dalam belajar.
c. Meningkatkan penguasaan konsep.
d. Menumbuhkan keberanian mengemukakan pendapat dalam kelompok/
membiasakan bekerja sama dengan teman.
2. Manfaat bagi guru
a. Memperoleh alternatif baru yang dapat diterapkan guru dalam meningkatkan pemahaman siswa terhadap materi yang diajarkan.
b. Memperoleh alternatif baru yang dapat diterapkan guru untuk peningkatan mutu pembelajaran.
3. Manfaat bagi sekolah
a. Meningkatkan prestasi sekolah dalam bidang akademis.
b. Meningkatkan kinerja sekolah melalui peningkatan profesionalisme guru.
 KAJIAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS
Kajian Teori
Pembelajaran
a. Pengertian Pembelajaran
Pembelajaran adalah istilah yang kadang-kadang mengundang kontroversi baik di kalangan para ahli maupun di lapangan, terutama di antara guru-guru di sekolah (Suyanto, 2000: 30). Perbedaan pendapat itu terilihat misalnya, sementara orang mengatakan bahwa istilah pembelajaran sesungguhnya hanya berlaku di lingkungan pendidikan masyarakat atau pendidikan luar sekolah, bukan di lingkungan pendidikan sekolah. Sebaliknya, pihak lain menegaskan, justru istilah tersebut sangat relevan dalam sistem persekolahan, yakni untuk membelajarkan siswa.
Menurut Gagne dan Briggs (http://blog.persimpangan.com /blog2007/08/06/ pengertian-pembelajaran.html) instruction atau pembelajaran adalah suatu sistem yang bertujuan untuk membantu proses belajar siswa, berisi serangkaian peristiwa yang dirancang disusun sedemikian rupa untuk mempengaruhi dan mendukung terjadinya proses belajar siswa yang bersifat internal.
Ada pula yang berpendapat bahwa pembelajaran merupakan padanan kata dari istilah instruction, yang artinya lebih luas dari pengajaran (Sadiman, 1988:34). Sebaliknya, Belkin and Gray (1978) menyatakan bahwa istilah teaching mencakup konsep instruction dan kegiatan-kegiatan lain yang bersifat psikologis, sosial, dan pribadi. Hal ini berarti bahwa instruction merupakan bagian dari konsep teaching.
Tanpa mengurangi penghargaan terhadap perbedaan pendapat tersebut, dalam buku ini istilah pembelajaran akan diartikan secara luas sehingga keberadaannya tidak hanya dalam jalur pendidikan luar sekolah, tetapi juga dalam jalur pendidikan sekolah. bahkan pembelajaran ini tidak hanya terjadi dalam pendidikan (education), tetapi juga dalam pelatihan (training). Ini pun tidak hanya ada dalam konteks pre-service education and training misalnya ketika siswa atau siswa masih belajar di sekolah/perguruan tinggi, tetapi juga dalam konteks in-service education and training (INSET) seperti pada kegiatan penataran atau pelatihan. Lebih jauh lagi, istilah tersebut juga dapat menjanglcau upaya pembelajaran diri.
Pembelajaran adalah usaha sadar guru untuk membantu siswa atau anak didik, agar mereka dapat belajar sesuai dengan kebutuhan dan minatnya (http://re¬searchenones.com/rustanti30708.html).
Brunner mengemukakan bahwa teori pembelajaran adalah preskriptif dan teori belajar adalah deskriptif. Prespektif karena tujuan teori pembelajaran adalah menetapkan metode pembelajaran yang optimal. Dan deskriptif karena tujuan utama teori belajar adalah memberikan proses belajar. Teori belajar menaruh perhatian pada hubungan di antara variabel-variabel yang menentukan hasil belajar, atau bagaimana seseorang belajar. Sedangkan teori pembelajaran menaruh perhatian bagaimana seseorang mempengaruhi orang lain agar terjadi hal belajar, atau upaya mengontrol variabel dalam teori belajar agar dapat memudahkan belajar (http://blog.persim¬pangan-cgm/blog/2007/08/06/pengertian-pembelajaran).
Teori pembelajaran harus memasukkan variabel metode pembelajaran. Jika tidak, teori ini bukanlah teori pembelajaran. Ini penting sekali sebab banyak terjadi apa yang dianggap sebagai teori pembelajaran yang sebenarnya adalah teori. Teori pembelajaran selalu menyebutkan metode pembelajaran, sedangkan teori belajar sama sekali tidak berurusan dengan metode pembelajaran (http://blog.persimp"gan-com/blog/2007/08106/pengertian-pembelajaran/)
Pembelajaran sebagai suatu sistem instruksional mengacu pada pengertian sebagai perangkat komponen yang saling bergantung satu sama lain untuk mencapai tujuan (Djamarah, 2002:10). Pembelajaran terjemahan dari kata "instruction" yang terjadi dari self instruction (dari dalam internal) dan eksternal instruction (dari eksternal). Pembelajaran yang bersifat internal antara lain datang dari guru yang disebut teaching atau pengajaran. Dalam pembelajaran yang bersifat eksternal prinsip-prinsip belajar dengan sendirinya akan menjadi prinsip-prinsip pembelajaran (Achmad Sugandi, 2004:9).
Bertolak pada beberapa pendapat di atas, dapat dikatakan bahwa pembelajaran dapat berhasil jika ada feed back atau balikan yang balk antara guru dengan peserta didik. Seorang guru harus berusaha sebaik mungkin agar siswa dapat membentuk tingkah laku yang diinginkan dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk berpikir dan memahami apa yang dipelajari, sehingga akan membentuk suatu perubahan pada diri siswa sesuai dengan minat dan kemampuan masing-masing. Jika sudah terjadi feed back antara guru dan siswa maka diharapkan tujuan pembelajaran tersebut dapat tercapai.
Sebagai suatu sistem, pembelajaran meliputi suatu komponen, antara lain tujuan, bahan, siswa, guru, metode, situasi, dan evaluasi. Agar tujuan itu tercapai, semua komponen yang ada harus diorganisasikan sehingga antar semua komponen terjadi kerjasama, karena itu guru tidak hanya memperhatikan komponen-komponen tertentu saja, tetapi ia harus memperhatikan dan mempertimbangkan komponen secara keseluruhan.
Salah satu model yang dilakukan untuk menank perhatian siswa pada saat proses pembelajaran berlangsung yaitu melalui pembelajaran dengan melakukan apersepsi atau pembukaan dengan menghubungkan materi yang telah disampaikan dengan materi yang akan disampaikan. Apersepsi ini dilakukan untuk menarik perhatian siswa sehingga siswa fokus pada materi yang diberikan dan dalam pemberian materi sebaiknya harus disertai media yang mendukung sehingga proses pembelajaran dapat berjalan secara efektif dan efisien, kemudian mengakhiri pelajaran dengan menarik kesimpulan (Nana Sudjana, 2005:148).
Variasi gaya penyajian, model pembelajaran, menggunakan media yang menarik disesuaikan dengan materi pelajaran, maka diharapkan proses pembelajaran tersebut sesuai dengan tujuan pembelajaran yang diharapkan dan dapat mencetak sumber daya manusia, yang berkualitas. Bertolak pada uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran adalah suatu proses kegiatan belajar mengajar yang berindikasi bahwa guru sebagai yang mengajar dan siswa sebagai yang belajar.
b. Ciri-ciri Pembelajaran
Pada hakikatnya pembelajaran merupakan kegiatan yang dilakukan oleh pendidik secara terprogram agar siswa mampu belajar secara aktif Proses pembelajaran dilakukan untuk mengeinbangkan aktivitas dan kreativitas siswa. Darsono (2000:25) mengemukakan ciri-ciri pembelajaran sebagai berikut:
1) Pembelajaran dilakukan secara sadar dan direncanakan secara sistematis.
2) Pembelajaran dapat menumbuhkan perhatian dan motivasi siswa dalam belajar.
3) Pembelajaran dapat menyediakan bahan belajar yang menarik dan menantang bagi siswa.
4) Pembelajaran dapat menggunakan alat bantu belajar yang tepat dan menarik.
5) Pembelajaran dapat menciptakan suasana belajar yang aman dan menyenangkan bagi siswa.
6) Pembelajaran dapat membuat siswa siap menerima pelajaran, baik secara fisik maupun psikologis.
Menurut Eggen & Kauchak (http://blog.persimpangan.com /blog/ 2007/08/06/ pengertian-pembelajaran.html) penjelaskan bahwa ada enam ciri pembelajaran yang efektif, yaitu:
1) Siswa menjadi pengkaji yang aktif terhadap lingkungannya melalui mengobservasi, membandingkan, menemukan kesamaan-kesamaan dan perbedaan-perbedaan serta membentuk konsep dan generalisasi berdasarkan kesamaan-kesamaan yang ditemukan.
2) Guru menyediakan materi sebagai fokus berpikir dan berinteraksi dalam pelajaran.
3) Aktivitas-aktivitas siswa sepenuhnya didasarkan pada pengkajian.
4) Guru secara aktif terlibat dalam pemberian arahan dan tuntunan kepada siswa dalam menganalisis informasi.
5) Orientasi pembelajaran penguasaan isi pelajaran dan pengembangan keterampilan berpikir.
6) Guru menggunakan teknik mengajar yang bervariasi sesuai dengan tujuan dan gaya mengajar guru.
c. Tujuan Pembelajaran
Tujuan pembelajaran adalah perilaku yang hendak dicapai atau yang dapat dikerjakan oleh siswa pada kondisi dan tingkat kompetensi tertentu, Robert F. Mager (dalam Hamzah B Uno, 2007:35). Menurut Jerold E. Kemp (dalam Hamzah B Uno, 2007:35), tujuan pembelajaran adalah suatu pernyataan yang spesifik yang dinyatakan dalam perilaku atau, penampilan yang diwujudkan dalam bentuk tulisan untuk menggambarkan hasil belajar yang diharapkan. Berdasarkan definisi di atas, tujuan pembelajaran mencakup tiga elemen utama, yaitu
1) Menyatakan apa yang seharusnya dapat dikerjakan siswa selama belajar dan kemampuan apa yang sebaiknya dikuasainya pada akhir pelajaran.
2) Perlu dinyatakan kondisi dan hambatan yang ada pada saat mendemostrasikan perilaku tersebut.
3) Perlu ada petunjuk yang jelas tentang standar penampilan minimum yang dapat diterima.
Dengan adanya tujuan pembelajaran seperti yang diungkapkan di atas, maka diharapkan dapat diperoleh suatu manfaat yang jelas dan proses pembelajaran. Manfaat yang dapat diperoleh antara lain: 1) pengajaran menjadi lebih baik dan efektif, 2) hasil belajar dapat dicapai lebih efisien, 3) model pembelajaran yang sesuai dapat dipilih secara lebih mudah, 4) mudah cara menyusun alat evaluasi, 5) hasil evaluasi akan lebih baik (Slameto, 2003:92).
Tujuan umum dalam belajar yaitu terjadi perubahan perilaku positif orang yang belajar. Perubahan perilaku dalam belajar dapat digolongkan dalam tiga klasifikasi seperti yang diungkapkan Bloom, dalam Max Darsono (2000:32-33).
1) Cognitive Domein (Ranah kognitif)
Ranah kognitif terdiri dari: pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesa dan evaluasi.
2) Affective Domein (Ranah Afektif)
Ranah afektif terdiri dan: penerimaan, partisipasi, penilaian, organisasi dan pembentukan pola hidup.
3) Psycomotoric Domein (Ranah Psikomotorik)
Ranah Psikomotorik terdiri dari: persepsi, kesiapan, gerakan terbimbing, gerakan
terbiana, gerakan yang komplek dan kreativitas.
Dengan adanya tujuan dan perubahan penlaku dari proses pembelajaran seperti yang telah diungkapkan di atas, maka diharapkan seorang guru dapat membenkan suatu proses pembelajaran yang dapat menuju perubahan perilaku siswa baik ditinjau dari segi afektif, kognitif maupun psikomotorik. Bertolak pada uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa belajar adalah proses perubahan tingkah laku. Dengan demikian belajar bertujuan untuk menambah pengetahqan, mengubah tingkah laku menjadi baik, dan memngkatkan keterampilan dari yang dimiliki sebelumnya. Selain itu, tujuan pembelajaran setidaknya mencakup empat elemen, yaitu 1) sasaran didik (audience), 2) perilaku yang dapat diamati sebagai hasil belajar (behavior), 3) persyaratan yang perlu dipenuhi agar perilaku yang dihlrapkandapat tercapai (condition), dan 4) tingkat penampilan yang dapat diterima (degree).
1. Model Pembelajaran
Model pembelajaran dapat diartikan sebagai kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematik dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu dan berfungsi sebagai pedoman bagi perancang pengajaran dan para guru dalam merencanakan dan melaksanakan aktifitas belajar mengajar ( Udin Winataputra, 1994:34). Banyak model-model pembelajaran yang dapat dikembangkan oleh guru dalam proses kegiatan belajar mengajar yang pada prinsipnya pengembangan model pembelajaran bertujuan untuk menciptakan situasi belajar mengajar yang efetif dan efisien, menyenangkan, bermakna, lebih banyak mengaktifkan siswa.
Dalam pengembangan model pembelajaran yang mendapat penekanan pengembangannya terutama dalam strategi dan metode pembelajaran. Untuk masa sekarang ini perlu juga dikembangkan system penilaian yang mencakup ranah kognitif, afektif dan psikomotorik. Oleh karena itu guru dalam pelaksanaan proses belajar mengajar bisa saja mengembangkan model pembelajaran sendiri dengan tujuan proses pembelajaran lebih efektif dan efisien, lebih banyak memberikan kesempatan kepada siswa untuk berkreasi, sehingga siswa lebih aktif. Berikut adalah pengertian model pembelajaran menurut pendapat para tokoh pendidikan antara lain:
a. Agus Suprijono : pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas maupun tutorial.
b. Mills : “model adalah bentuk representasi akurat sebagai proses actual yang memungkinkan seseorang atau sekelompok orang mencoba bertindak berdasarkan model itu”
c. Richard I Arends : model pembelajaran mengacu pada pendekatan yang akan digunakan, termasuk di dalamnya tujuan-tujuan pembelajaran, tahap-tahap kegiatan di dalam pembelajaran, lingkungan pembelajaran dan pengelolaan kelas.
2. Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL)
a. Pengertian
Bandono (http://bandono.web.id/2008/03/07/menyusun-model-pembelajaran-contextual-teaching-and-learning-ctl.php) menjelaskan bahwa Contextual Tea-ching and Learning (CTL) merupakan proses pembelajaran yang holistik dan bertujuan membantu siswa untuk memahami makna materi ajar dengan mengaitkannya terhadap konteks kehidupan mereka sehari-hari (konteks pribadi, sosial dan kultural), sehingga siswa memiliki pengetahuan/ ketrampilan yang dinamis dan fleksibel untuk mengkonstruksi sendiri secara aktif pemahamannya.
CTL disebut pendekatan kontektual karena konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota masyarakat.
Dalam Contextual teaching and learning (CTL) diperlukan sebuah pendekatan yang lebih memberdayakan siswa dengan harapan siswa mampu mengkonstruksikan pengetahuan dalam benak mereka, bukan menghafalkan fakta. Disamping itu siswa belajar melalui mengalami bukan menghafal, mengingat pengetahuan bukan sebuah perangkat fakta dan konsep yang siap diterima akan tetapi sesuatu yang harus dikonstruksi oleh siswa. Dengan rasional tersebut pengetahuan selalu berubah sesuai dengan perkembangan jaman.
Proses belajar anak dalam belajar dari mengalami sendiri, mengkonstruksi pengetahuan, kemudian memberi makna pada pengetahuan itu. Transfer belajar, anak harus tahu makna belajar dan menggunakan pengetahuan serta ketrampilan yang diperolehnya untuk memecahkan masalah dalam kehidupannya. Siswa sebagai pembelajar; tugas guru mengatur strategi belajar dan membantu menghubungkan pengetahuan lama dengan pengetahuan baru, kemudian memfasilitasi kegiatan belajar. Pentingnya lingkungan belajar; siswa bekerja dan belajar secara di panggung guru mengarahkan dari dekat.
Komponen pembelajaran yang efektif meliputi konstruktivisme. Konstrukti-
visme  adalah konsep yang menuntut siswa untuk menyusun dan membangun makna atas pengalaman baru yang didasarkan pada pengetahuan tertentu. Pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas dan tidak secara tiba-tiba. Strategi pemerolehan pengetahuan lebih diutamakan dibandingkan dengan seberapa banyak siswa mendapatkan dari atau mengingat pengetahuan.
Dalam konsep ini kegiatan tanya jawab yang dilakukan baik oleh guru maupun oleh siswa. Pertanyaan guru digunakan untuk memberikan kesempatan kepada siswa untuk berpikir secara kritis dan mengevaluasi cara berpikir siswa, seangkan pertanyaan siswa merupakan wujud keingintahuan. Tanya jawab dapat diterapkan antara siswa dengan siswa, guru dengan siswa, siswa dengan guru, atau siswa dengan orang lain yang didatangkan ke kelas.
Inkuiri merupakan siklus proses dalam membangun pengetahuan/ konsep yang bermula dari melakukan observasi, bertanya, investigasi, analisis, kemudian membangun teori atau konsep. Siklus inkuiri meliputi; observasi, tanya jawab, hipoteis, pengumpulan data, analisis data, kemudian disimpulkan.
Komunitas belajar, adalah kelompok belajar atau komunitas yang berfungsi sebagai wadah komunikasi untuk berbagi pengalaman dan gagasan. Prakteknya dapat berwujud dalam; pembentukan kelompok kecil atau kelompok besar serta mendatangkan ahli ke kelas, bekerja dengan kelas sederajat, bekerja dengan kelas di atasnya, beekrja dengan masyarakat.
Pemodelan, dalam konsep ini kegiatan mendemontrasikan suatu kinerja agar siswa dapat mencontoh, belajr atau melakukan sesuatu sesuai dengan model yang diberikan. Guru memberi model tentang how to learn (cara belajar) dan guru bukan satu-satunya model dapat diambil dari siswa berprestasi atau melalui media cetak dan elektronik.
Refleksi, yaitu melihat kembali atau merespon suatu kejadian, kegiatan dan pengalaman yang bertujuan untuk mengidentifikasi hal yang sudah diketahui, dan hal yang belum diketahui agar dapat dilakukan suatu tindakan penyempurnaan. Adapun realisasinya adalah; pertanyaan langsung tentang apa-apa yang diperolehnya hari itu, catatan dan jurnal di buku siswa, kesan dan saran siswa mengenai pembelajaran pada hari itu, diskusi dan hasil karya.
Penilaian otentik, prosedur penilaian yang menunjukkan kemampuan (pengetahuan, ketrampilan sikap) siswa secara nyata. Penekanan penilaian otentik adalah pada; pembelajaran seharusnya membantu siswa agar mampu mempelajari sesuatu, bukan pada diperolehnya informasi di akhr periode, kemajuan belajar dinilai tidak hanya hasil tetapi lebih pada prosesnya dengan berbagai cara, menilai pengetahuan dan ketrampilan yang diperoleh siswa.
b. Penerapan CTL dalam Pembelajaran
Perlu dikembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri, menemukan sendiri dan engkonstruksi sendiri pengetahuan dan ketrampilan baru. Lakukan sejauh mungkin kegiatan inkuiri untuk semua toipik. Kembangkan sifat keingin tahuan siswa dengan cara bertanya. Ciptakan masyarakat belajar (belajar dalam kelompok-kelompok). Hadirkan model sebagai contoh dalam pembelajaran. Lakukan refleksi pada akhir pertemuan. Lakukan penilaian otentik yang betul-betul menunjukkan kemampuan siswa.
CTL menghargai prinsip diferensiasi. Prinsip diferensiasi merujuk pada dorongan terus menerus dari alam semesta untuk menghasilkan keragaman, perbedaan dan keunikan. Dalam CTL prinsip diferensiasi membebaskan para siswa untuk menjelajahi bakat pribadi, memunculkan cara belajar masing-masing individu, berkembang dengan langkah mereka sendiri. Disini para siswa diajak untuk selalu kreatif, berpikir kritis guna menghasilkan sesuatu yang bermanfaat.
Prinsip pengaturan diri menyatakan bahwa segala sesuatu diatur, dipertahankan dan disadari oleh diri sendiri. Prinsip ini mengajak para siswa untuk mengeluarkan seluruh potensinya. Mereka menerima tanggung jawab atas keputusan dan perilaku sendiri, menilai alternatif, membuat pilihan, mengembangkan rencana, menganalisis informasi, menciptakan solusi dan dengan kritis menilai bukti. Selanjutnya dengan interaksi antar siswa akan diperoleh pengertian baru, pandangan baru sekaligus menemukan minat pribadi, kekuatan imajinasi, kemampuan mereka dalam bertahan dan keterbatasan kemampuan.
Pada bagian akhir buku ini menjelaskan bahwa CTL ditawarkan sebagai salah satu alteratif strategi pembelajaran, baik bagi siswa yang berbakat mapun yang mengalami kesulitan belajar. Keunggulan CTL terletak pada kesempatan yang diberikan kepada semua siswa untuk memelihara harapan untuk maju, mengembangkan bakat terpendam, serta mengetahui informasi terbaru sehingga dapat selalu eksis di lingkungan masyarakat.
3. Supervisi Klinis
Supervisi klinis adalah supervisi yang difokuskan pada perbaikan pembelajaran melalui siklus yang sistematis mulai dari tahap perencanaan, pengamatan dan analisis yang intesif terhadap penampilan pembelajarannya dengan tujuan untuk memperbaiki proses pembelajaran. Beberapa alasan mengapa supervisi klinis diperlukan, di antaranya:
a. Tidak ada balikan dari orang yang kompeten seberapa praktik profesional telah memenuhi standar kompetensi dan kode etik.
b. Ketinggalan iptek dalam proses pembelajaran
c. Kehilangan identitas profesi
d. Kejenuhan profesional (bornout)
e. Pelanggaran kode etik yang akut
f. Mengulang kekeliruan secara massif
g. Erosi pengetahuan yang sudah didapat dari pendidikan prajabatan (Perguruan Tinngi)
h. Siswa dirugikan, tidak mendapatkan layanan sebagaimana mestinya
i. Rendahnya apresiasi dan kepercayaan masyarakat dan pemberi pekerjaan
Secara umum tujuan supervisi klinis untuk :
a. Menciptakan kesadaran guru tentang tanggung jawabnya terhadap pelaksanaan kualitas proses pembelajaran.
b. Membantu guru untuk senantiasa memperbaiki dan meningkatkan kualitas proses pembelajaran.
c. Membantu guru untuk mengidentifikasi dan menganalisis masalah yang muncul dalam proses pembelajaran.
d. Membantu guru untuk dapat menemukan cara pemecahan maslah yang ditemukan dalam proses pembelajaran.
e. Membantu guru untuk mengembangkan sikap positif dalam mengembangkan diri secara berkelanjutan.

Posting Komentar

0 Komentar