Terbaru

6/recent/ticker-posts

PTK MTK SD Kelas 3: UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATERI PECAHAN MELALUI BANTUAN ALAT PERAGA BENDA KONKRET SISWA KELAS III SD

ABSTRAK
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efektifitas penggunaan media benda konkrit dalam meningkatkan prestasi belajar matematika materi pecahan siswa kelas III SD Negeri Karakan 01 Kecamatan Weru Kab. Sukoharjo  Semester I Tahun 2013/2014.
Penelitian ini disebut penelitian Tindakan kelas dengan subjek penelitian adalah semua siswa kelas III SD Negeri Karakan 01 Kecamatan Weru Kab. Sukoharjo  semester I tahun pelajaran 2013/2014 sejumlah 12 siswa dilaksanakan dalam tiga siklus. Teknik prngumpulan data yang digunakan adalah Observasi langsung yang dilakukan peneliti selama proses pembelajaran berlangsung adalah observasi partisipatif agar hasilnya obyektif, selain itu observasi juga dilakukan untuk mengamati siswa dalam mengikuti pembelajaran dan Tes yang dilaksanakan pada awal penelitian untuk mengetahui sejauh mana kemampuan anak dan pada akhir setiap siklus untuk mengetahui prestasi belajar membaca anak. Teknik analisis hasil penelitian nilai rata-rata yang diperoleh pada siklus sebelumnya sampai siklus III ini meningkat hingga daya serapnya mencapai 89 %. Semula hanya mencapai rata-rata 7,4 kini meningkat menjadi 8,9. peningkatan ini telah melebihi dari yang peneliti targetkan (KKM). Sehingga, melihat dari hasil penelitian yang cukup baik pada materi pecahan ini dapat  dikatakan bahawa penggunaan peraga benda konkrit dapat meningkatkan  prestasi belajar siswa dan dari hasil ini maka peneliti akan melanjutkan dan menggunakan cara-cara yang sudah peneliti tempuh, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran matematika dengan menggunakan media benda konkrit dapat mengatasi kesulitan belajar materi pecahan pada siswa kelas III SD Negeri Karakan 01 Kecamatan Weru Kab. Sukoharjo  Semester I Tahun 2013/2014.

Kata Kunci : Peningkatan prestasil belajar, Peraga benda konkrit.




PENDAHULUAN
Komponen utama dalam proses pembelajaran adalah guru dan siswa. Ditinjau dari komponen guru, agar proses pembelajaran berhasil, guru harus dapat    membimbing   siswa   sedemikian   rupa   sehingga    mereka    dapat mengembangkan pengetahuannya  sesuai dengan struktur pengetahuan mata pelajaran  yang  dipelajarinya. Untuk mencapai keberhasilan tersebut harus memahami sepenuhnya materi yang diajarkan, guru juga dituntut mengetahui secara  tepat  dimana  “posisi”  pengetahuan  siswa  pada   awal  (sebelum) mengikuti   pelajaran   materi   tertentu.  Selanjutnya  berdasar   metode  yang dipilihnya, guru diharapkan  dapat  membantu siswa dalam  mengembangkan pengetahuannya secara efektif.
Ditinjau dari komponen siswa, keberhasilan belajar sangat ditentukan oleh  konsep-konsep  yang  relevan  yang  telah  dimiliki  siswa  pada  awal (sebelum)  mempelajari  materi   tertentu.   Konsep-konsep  baru   akan  sulit dipahami, bila konsep-konsep yang relevan belum dimiliki siswa. Kegagalan  siswa  di  kelas   sering  diakibatkan  oleh   ketidaksiplinan   siswa   mengenai konsep-konsep yang relevan ini. Sampai  sekarang   masih  banyak   terdengar  keluhan  bahwa   mata pelajaran  matematika  membosankan,  tidak  menarik.  Hal  ini  disebabkan pelajaran  matematika  dirasakan  sukar,  gersang  dan  tampaknya  tidak  ada kaitannya dalam kehidupan sehari-hari, kenyataan ini  adalah persepsi  yang negatif   terhadap   matematika,   persepsi   ini   ada   dalam   setiap   jenjang pendidikan.   Banyak  hal  yang  dapat  dikaji   untuk   mengungkap   masalah tersebut, mungkin bersumber dari porsi materinya yang tidak sesuai, strategi pembelajarannya kurang tepat dan cara penyajian aturan-aturan yang tidak jelas asal-usulnya.
Untuk  mengatasi  persepsi  yang  negatif  tersebut,  guru  mempunyai peranan yang sangat  penting,  maka dalam kegiatan  belajar  mengajar guru hendaknya  mampu  memilih  dan  menggunakan  strategi  yang  melibatkan siswa  aktif  dalam   belajar,  baik  secara   mental,  fisik,   maupun  sosial.
Bagaimana agar siswa itu belajar aktif? Agar siswa belajar aktif, hendaknya pengajaran matematika itu: menarik minat siswa, derajat kesukarannya dapat diikuti   siswa,   siswa   mendapat   kesempatan,   sarana   dan   prasarananya menunjang kelancaran dalam pembelajaran, penggunaan teknik/metode yang tepat, guru harus mampu mengadakan penilaian diri, pengetahuan guru luas, memakai cara evaluasi yang bervariasi, dan guru memiliki kompetensi yang utuh serta mampu menerapkan dalam pembelajaran matematika.
Disamping hal tersebut di atas, pembelajaran matematika hendaknya disesuaikan dengan kekhasan konsep/pokok bahasan/sub pokok bahasan dan perkembangan berpikir siswa. Dengan demikian  diharapkan akan  terdapat keserasian     dalam      pembelajaran     yang      menekankan      keterampilan menyelesaikan dan pemecahan masalah.
Karena  matematika  merupakan ide-ide abstrak  yang berisi  simbol-simbol,  maka konsep-konsep  matematika  harus dipahami  terlebih dahulu, sebelum   memanipulasi  simbol-simbol  itu.   Seseorang   akan  lebih   mudah mempelajari   sesuatu   bila   belajar   itu   didasari   pada   apa   yang   telah diketahuinya.  Karena itu untuk  mempelajari  suatu  materi matematika yang baru, pengalaman belajar  yang lalu dari seseorang itu akan  mempengaruhi terjadinya proses belajar  materi  matematika tersebut. Dalam  hal  ini penulis mengangkat materi pecahan untuk dijadikan bahan penelitian karena selama penulis  mengajar di kelas III SD Negeri Karakan  01 Kecamatan Weru dapat ditarik kesimpulan bahwa materi pecahan kurang diminati siswa. Hal ini tercermin dari kurang antusiasnya siswa dalam mengikuti pelajaran khususnya pada materi pecahan serta kurang adanya respon positif dan siswa yang dapat mengerjakan soal tes formatif dengan betul kurang dari 65% dengan ketuntasan  kurang dari 60%.
Untuk mencapai keberhasilan dalam proses pembelajaran matematika di Pendidikan Dasar sangat diperlukan  suatu  media  pengajaran  matematika atau   alat  peraga,  terutama   dalam  proses   menuju   kepemahaman  siswa terhadap objek abstrak, sehingga  dalam  penelitian  ini penulis  merasa perlu menggunakan    benda-benda    konkret    untuk     membantu     memberikan pemahaman  terhadap  siswa  dalam  menghayati  ide-ide  matematika  yang abstrak.
Berdasarkan hal tersebut, maka penulis ingin mencetuskan suatu ide atau gagasan sebagai  langkah untuk  meningkatkan hasil belajar  siswa  pada pelajaran   matematika,   khususnya   pada   materi   pecahan,   yaitu   dengan mendekatkan siswa pada kegiatan-kegiatan yang terjadi dan dialami siswa dalam  kehidupan  sehari-hari  dengan  memanfaatkan  benda-benda  konkret yang terdapat di sekitarnya untuk  membantu  proses pembelajaran. Semoga dapat   memenuhi   sasarannya,   terutama   dalam   membantu   siswa   untuk menyenangi pelajaran matematika.
Rumusan  masalah  pada  penelitian  ini  adalah “Bagaimanakah  cara meningkatkan hasil belajar  siswa kelas III SD Negeri Karakan  01 Kecamatan Weru Kab. Sukoharjo Semester I tahun  pelajaran  2013/2014  dalam   materi  pecahan   melalui bantuan alat peraga benda konkret” ?
Tujuan penelitian tindakan kelas ini adalah untuk meningkatkan hasil belajar  siswa  kelas III SD Negeri Karakan  01 Kecamatan Weru Kab. Sukoharjo Semester I tahun  pelajaran  2013/2014dalam materi pecahan melalui bantuan alat peraga benda k
Manfaat penelitian tindakan kelas sebagai berikut. Manfaat bagi pengetahuan   dan   kemampuan   siswa   dalam   berpikir   semakin meningkat, dapat membentuk sifat logis, kritis, cermat, kreatif dan disiplin, dapat menumbuhkan sikap aktif terhadap pelajaran,dapat  mengembangkan   pengetahuan   dasar  matematika   sebagai bekal belajar di kelas yang lebih tinggi, siswa lebih termotivasi dalam belajar, dan siswa dapat lebih memahami pelajaran. Manfaat bagi guru memperoleh   kemudahan   dalam   penyampaian   materi   sehingga mudah dipahami oleh siswa. Manfaat bagi sekolah membantu siswa  yang siap dalam  jenjang pendidikan  yang lebih bermutu, dan sekolah semakin dipercaya oleh masyarakat.
LANDASAN TEORI DAN  PENGAJUAN HIPOTESIS
Landasan teori
Pengertian Belajar
Pengertian belajar menurut beberapa ahli pendidikan tidaklah sama. Namun perbedaan tersebut justru akan menambah wawasan kita dalam pengetahuan tentang belajar. Menurut Sudjana (1985:5) mengartikan belajar sebagai berikut. Belajar adalah suatu proses yang harus disadari dengan perubahan pada diri seseorang sebagai hasil proses dalam bentuk pengetahuan, sikap dan tingkah laku, keterampilan, kecakapan, kebiasaan, serta perubahan aspek-aspek lain pada individu yang belajar. Perubahan tingkah laku tersebut karena adanya interaksi.Menurut Nasution (1982:38) mengartikan belajar sebagai berikut. Belajar adalah perubahan tingkah laku akibat pengalaman sendiri. Dengan belajar seseorang akan mengalami perubahan tingkah laku, sehingga terjadi perubahan baik pengetahuan, sikap, keterampilan, maupun kelakuannya. Dengan kata lain ada perbedaan sikap dan tingkah laku antara sebelum dan sesudah belajar. Menurut Winkel (dalam Belajar Pembelajaran TIM IKIP Semarang, 1996:2) menjelaskan bahwa “belajar adalah suatu aktivitas mental/psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan, yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan, pemahaman, kemampuan, dan perubahan sikap-sikap itu bersifat relatif, konstan, dan berbekas.”
Dalam uraian pengertian di atas secara umum dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan oleh individu untuk memperoleh perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai pengalaman individu itu sendiri dalam berinteraksi dengan lingkungan.
Natawijaya (1984:13) menuliskan ciri-ciri perubahan tingkah laku dalam pengertian belajar sebagai berikut. (1) perubahan yang terjadi secara sadar; (2)perubahan dalam belajar bersifat kontinyu dan fungsional; (3) perubahan dalam belajar bersifat positif; ; (4) perubahan dalam belajar akan bersifat sementara; (5) perubahan dalam belajar bertujuan dan berarah; (6) perubahan mencakup seluruh tingkah laku.
Menurut Ahmadi (1986:14) prinsip-prinsip itu adalah sebagai berikut. (1) belajar harus bertujuan dan terarah. Tujuan akan menuntutnya dalam belajar untuk mencapai harapan-harapannya; (2)belajar memerlukan bimbingan. Baik bimbingan dari guru atau buku pelajaran itu sendiri; (3) belajar memerlukan atas hal-hal yang dipelajari sehingga memperoleh pengertian-pengertian; (4) belajar memerlukan latihan dan ulangan agar apa yang telah dipelajari dapat dikuasainya; (5) belajar adalah suatu proses aktif dimana saling terjadi pengaruh secara dinamis antara murid dengan lingkungannya; (6) belajar harus disertai keinginan dan kemauan yang kuat untuk mencapai tujuan dan (6) belajar dianggap berhasil ke dalam bidang praktik sehari-hari.
Pembelajaran Matematika
Menurut Moeliono (1990:566), matematika diartikan sebagai “ilmu tentang bilangan-bilangan, hubungan antara bilangan, dan prosedur operasional yang digunakan dalam penyelesaian masalah mengenai bilangan”. Namun, sampai sekarang di antara para ahli matematika belum ada kesepakatan yang bulat untuk memberikan jawaban definisi tentang matematika secara baku. Menurut Soedjadi dan masriyah (1994:1), menyatakan Meskipun terdapat berbagai pendapat yang tampaknya berlainan, tetapi dapat ditarik ciri-ciri yang sama, yakni matematika mempunyai objek kajian yang abstrak, matematika mendasarkan diri pada kesepakatan-kesepakatan, matematika sepenuhnya menggunakan pola pikir deduktif, dan matematika dijiwai dengan kebenaran konsistensi.
Pada hakikatnya pengajaran matematika di sekolah memiliki kegunaan yang kompleks, yakni kegunaan untuk kepentingan matematika sendiri dan kegunaan dalam kehidupan sehari-hari di bidang non matematika. Dengan diajarkannya matematika kepada siswa di semua tingkat, maka konsep-konsep matematika dapat diberikan secara bertahap sesuai dengan tingkat penalaran dan pemahaman siswa akan senantiasa berkembang ke tingkat yang lebih logis dan kritis. Inilah yang dimaksud dengan kegunaan matematika untuk kepentingan matematika sendiri.
 Tujuan pengajaran matematika pada jenjang pendidikan dasar dan pendidikan menengah memberi tekanan pada penataan nalar, pembentukan sikap siswa dalam kehidupan sehari-hari dan dalam mempelajari berbagai ilmu pengetahuan serta juga memberi tekanan pada keterampilan dalam penerapan matematika.
Menurut Richard Skemp (dalam Amin Suyitno, 2005:35), belajar matematika perlu dua tahap, yaitu sebagai berikut: perlu menggunakan benda-benda konkret untuk memberikan basis bagi siswa dalam menghayati ide-ide matematika yang abstrak dan tingkat abstrak, yaitu mulai meninggalkan benda konkret untuk menuju kepemahaman matematika yang memang memuat objek-objek abstrak. Dari beberapa teori belajar matematika di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa pembelajaran matematika di Pendidikan Dasar sangat diperlukan suatu media pengajaran matematika.
Media Pengajaran Matematika
Alat peraga merupakan benda-benda konkret sebagai model dan ide-ide matematika dan untuk penerapannya. Pentingnya Media atau Alat Peraga mempunyai nilai praktis sebagai berikut: (1) mampu mengatasi keterbatasan perbedaan pengalaman pribadi siswa; (2) mampu mengatasi keterbatasan ruang kelas; (3) mampu mengatasi keterbatasan ukuran benda; (4) mampu mengatasi keterbatasan kecepatan gerak benda; (5) mampu mempengaruhi motivasi belajar siswa; (6) mampu mengatasi daya abstraksi siswa, dan (7) memungkinkan pembelajaran yang lebih bervariasi.
Menurut John and Rising (dalam Sugiarto dan Isti Hidayah, 2004:5), hasil penelitian yang menunjukkan pentingnya media atau alat peraga dalam pembelajaran (matematika) menunjukkan, persentase yang diingat dari informasi yang diperoleh dengan kegiatan hanya mendengar adalah kurang lebih 20%, melihat dan mendengar kurang lebih 50%, sedangkan dengan melihat, mendengar, sekaligus melakukan kurang lebih 75%. Hal ini sesuai dengan pepatah lama yang menyatakan, saya mendengar saya lupa, saya melihat saya ingat, dan saya mengerjakan saya mengerti.
Pembelajaran Pecahan
Setelah anak mengenal bilangan ini digunakan untuk menyatakan banyaknya anggota suatu himpunan, kini diperkenalkan lagi hal baru yaitu bilangan yang digunakan untuk menyatakan bagian-bagian benda, jika benda itu dibagi-bagi menjadi beberapa bagian yang sama. Bilangan-bilangan itu disebut bilangan pecah atau pecahan
1)    Bila benda dibagi menjadi dua bagian yang sama (panjang/luas besar). Maka setiap bagian tersebut menyatakan bilangan “seperdua” atau “setengah” dan ditulis dengan lambang ½ dibaca seperdua atau satu perdua atau setengah.
Lihat gambar 3.1










2)    Jika suatu benda dibagi menjadi tiga bagian yang sama (panjang/luas besar), maka setiap bangunan tersebut menyatakan bilangan “sepertiga” ditulis dengan lambang 1/3 dibaca sepertiga atau satu pertiga. Lihat gambar 3.2











3)    Pada gambar 3.3 masing-masing benda dibagi menjadi 4 bagian yang sama. Maka setiap bagian tersebut menyatakan pecahan “seperempat” dan ditulis dengan lambang ¼ dibaca seperempat atau satu perempat. Perhatikan ada beberapa cara membagi sebuah benda.






Lihat Gambar 3.3








4)    Pada gambar 3.4 masing-masing benda dibagi menjadi bagian-bagian yang sama sehingga daerah yang terbayangbayang pada:









Gb. 3.4 (i) menyatakan ¾         Gb. 3.4 (ii) menyatakan 4/6
Gb. 3.4 (iii) menyatakan 2/6         Gb. 3.4 (iv) menyatakan 1/3
Pada Gb. 3.4 (i) menyatakan pecahan 3/4 karena daerah yang terbayang-bayang ada tiga dari empat bagian yang sama. Jadi angka “4” ditulis di bawah garis disebut penyebut dan menyatakan menjadi berapa bagian benda itu dipecah-pecah, sedangkan angka ”3” ditulis di atas garis disebut pembilang. Menyatakan berapa bagian benda yang ada. Pecahan 1/3 dapat diterangkan seperti pada gb. 3.4 (iv).
Disamping itu dapat juga diterangkan degan garis bilangan dan juga dengan perbandingan 3/2 diartikan sebagai perbandingan dari banyak anggota dua kumpulan benda. Misalnya Panji memiliki 2 pensil. Ira memiliki 3 pensil. Dapat dikatakan banyaknya pensil Panji dibanding banyaknya pensil Ira 2:3 dan dapat ditulis 2/3 .
a.    Relasi dua pecahan
1)    Nama lain suatu pecahan (pecahan senilai) Kita dapat menunjukkan kepada siswa bahwa :
 =   =    dan seterusnya, dengan beberapa cara:
a)    Dengan peragaan luas







b)    Dengan garis bilangan









2)    Relasi lebih besar/lebih kecil antara dua bagian
Untuk menunjukkan sebuah pecahan lebih besar/lebih kecil dari pecahan yang lain dapat dilakukan beberapa cara:
a)    Dengan peragaan









Dengan cara menghimpitkan kedua bagian tersebut tampak bahwa:
 >   dan   =   
c)    Dengan garis bilangan















Tampak pada garis bilangan di atas bahwa:
  di sebelah kanan  , maka   >  
  di sebelah kiri,  maka   >  
Agar siswa lebih jelas, guru dapat menggunakan alat peraga pita seperti uraian yang ada di bawah ini. Buatlah pita kertas dengan panjang 6 cm dan lebar 2 cm sebanyak 4 lembar.
Lipatlah salah satu pita menjadi 2 bagian yang sama. Tandai pada garis lipatan dengan lambang bilangan   Ambil pita kedua dan lipatlah menjadi 4 bagian yang sama. Tandai pada garis-garis lipatan dari kiri dengan lambang-lambang  ,2/4 ,  , 
Untuk pita ketiga lipatlah menjadi 3 bagian yang sama dan pita keempat lipatlah menjadi 6 bagian yang sama.
Kemudian pada masing-masing garis lipatan tandai dengan lambang bilangan yang sesuai, seperti yang terlihat  pada gambar di bawah ini: 

Amatilah keempat pita bilangan tersebut dan garis bilangan terakhir.
  dan  pada titik yang sama
  =   = 
  =  , dan
  =   =   = 
  disebalah kiri 

Pecahan  kurang dari 
Ditulis    < 
  disebalah kiri 

Pecahan  lebih dari pecahan 
Ditulis    > 
Perhatikan dan ingatlah
   dan   , dibaca seperenam kurang dari seperempat
Dapat dibaca    >      , dibaca seperempat lebih dari seperenam
  sama letaknya dengan 
Pecahan   sama dengan pecahan 

Ditulis   = 
e). Dengan mencari nama lain kedua pecahan
 =   = 
  = 
Ternyata    >    jadi   > 
  =  =   = 
  =   = 
Ternyata   <  , jadi   < 
b.    Penjumlahan Pecahan
Penjumlahan dan pengurangan pecahan memerlukan pemikiran yang lebih cermat yang digunakan pada bilangan cacah, sebab dalam hal ini berhubungan dengan pasangan bilangan, penamaan kembali sehingga penyebutnya sama, dan penambahannya hanya pembilang saja. Pengajaran yang hati-hati diperlukan untuk menghindari murid dari kesalahan, seperti contoh sebagai berikut:

Kesalahan dapat dihindari melalui pemilihan secara efektif di mana murid-murid menggunakan benda-benda konkret. Ada beberapa cara untuk menerangkan penjumlahan bilangan pecahan, yaitu:
1)    Penjumlahan pecahan dengan peragaan/alat peraga
Contoh:
a)    Akan ditunjukkan bahwa , bukan 



b)    Akan ditunjukkan bahwa   bukan 







Dengan peragaan di atas tampak bahwa:
1)   

2)   

2)    Penjumlahan pecahan dengan garis bilangan 
Contoh:

a)   




b)   


3)    Penjumlahan pecahan dengan teknik pembilang-pembilang
Dari contoh di atas tampak bahwa.
a)   

b)      atau  

Secara umum dapat disimpulkan
1)    Untuk mencari hasil penjumlahan dua pecahan yang berpenyebut sama dilakukan dengan menjumlahkan pembilang-pembilangnya, sedangkan penyebutnya tetap.
2)    Untuk mencari hasil penjumlahan dua pecahan yang berpenyebut tidak sama dilakukan dengan cara:
a)    Mencari nama lain dari pecahan yag akan dijumlahkan dengan penyebut yang sama.
b)    Menjumlahkan pembilang-pembilangnya penyebut yang baru.
Alat Peraga Blok Pecahan
Fungsi blok pecahan adalah untuk membantu guru mengajarkan konsep pecahan, mengurutkan pecahan tertentu dengan pecahan senilai. Alat peraga blok pecahan ini dapat dibuat dari bahan triplek, karton, kertas asturo/kertas berwarna, dan lain sebagainya. Bentuk alat dapat berupa persegi panjang atau lingkaran, seperti pada gambar berikut.

Model Blok Pecahan Persegi Panjang

Model Blok Pecahan Lingkaran
Alat peraga blok pecahan ini dapat dipakai secara klasikal untuk menanamkan konsep pecahan. Guru dapat mengawalinya dengan menggunakan selembar kertas yang dilipat sesuai pecahan yang dikehendaki. Selanjutnya guru dapat menggunakan peraga blok pecahan model lingkaran dan persegi panjang tersebut, untuk menerangkan tentang pecahan. Misalnya guru akan memperkenalkan pecahan   maka guru dapat menunjukkan terlebih dahulu kepada siswa 1 bagian yang utuh. Kemudian kenalkan   sebagai bagian dari benda yang dengan menunjukkan pada siswa bahwa 1 bagian yang utuh dapat dibagi menjadi 2 bagian yang sama besar. Guru dapat membandingkan dengan cara meletakkan yang satu di atas bagian yang lain. Seperti pada gambar berikut.
















Blok Pecahan Persegi panjang
Selanjutnya tunjukkan pada siswa bahwa 2 bagian yang sama besar dapat menutupi 1 bagian yang utuh. Kemudian kenalkan pada siswa bahwa masing-masing bagian adalah separuh atau setengah atau seperdua. Selanjutnya tuliskan lambang bilangan setengah yaitu  . Ulangi kegiatan ini dengan menggunakan model lingkaran.

Blok Pecahan model lingkaran

Untuk mengurutkan pecahan, guru dapat menunjukkan bagianbagian dari keseluruhan seperti,   Kemudian bandingkanlah bagian satu dengan bagian yang lain dengan cara meletakkan bagian satu di atas bagian yang lain. Kemudian suruhlah siswa menyusun blok pechan itu berderet, dari kanan ke kiri dengan mengurutkan dari pecahan besar ke kecil. Dengan penjelasan, bimbingan dan pertanyaan guru diharapkan siswa akhirnya menemukan susunan yang benar, yaitu sebagai berikut:



Selain alat peraga tersebut di atas, juga digunakan alat peraga lain yng terkait dengan pelaksanaan penelitian. Dalam hal ini penulis menyediakan berbagai jenis makanan yang dapat digunakan sebagai alat peraga, seperti: roti, buah apel, mentimun, dan lainnya.
 Kerangka Berpikir
Keberhasilan proses pembelajaran merupakan hal utama yang didambakan dalam pelaksanaan pendidikan di sekolah. Dalam proses pembelajaran komponen utamanya adalah guru dan siswa. Agar proses pembelajaran berhasil, guru harus dapat membimbing siswa, sehingga dapat mengembangkan pengetahuannya. Untuk mencapai keberhasilan tersebut guru harus memahami sepenuhnya materi yang diajarkan. Namun pada kenyataannya siswa cenderung enggan untuk belajar jika materi tidak dapat dipahami, sehingga konsep-konsep baru akan sulit dipahami apabila konsep-konsep yang relevan belum dimiliki oleh siswa.
Pada pembelajaran matematika khususnya materi pecahan, siswa masih mengalami kesulitan dalam mengenal pecahan, membandingkan pecahan, dan dalam pengoperasiannya, sehingga hasil belajarnya pun tidak maksimal. Padahal materi pecahan pada kelas III SD merupakan konsep dasar yang harus dipahami oleh siswa agar dalam menerima konsep-konsep yang baru pada kelas yang lebih tinggi nantinya tidak mengalami kesulitan. Oleh sebab itu pada kesempatan ini peneliti menekankan pembelajaran matematika pada penggunaan alat peraga benda konkret untuk membantu mengungkap dan menjelaskan materi pecahan pada siswa kelas tiga, sehingga diharapkan siswa akan memahami materi pecahan dengan baik dan dapat lebih berkembang. Hal ini dapat diperkuat menurut pendapat John and Rising (dalam Sugiarto dan Isti Hidayah, 2004:5) bahwa pentingnya media atau alat peraga dalam pembelajaran (matematika) menunjukkan, persentase yang diingat dari informasi yang diperoleh dengan kegiatan melihat, mendengar, sekaligus melakukan, lebih besar daripada hanya melihat atau mendengar saja, sehingga hasil belajar akan lebih meningkat.
Untuk itu melalui penelitian tindakan kelas ini peneliti mencoba menanamkan pada siswa tentang konsep pecahan ini melalui bantuan alat peraga benda konkret, sehingga diharapkan siswa memiliki pengetahuan dasar yang kuat khususnya pada konsep pecahan ini.
Hipotesis Tindakan
Melalui pembelajaran dengan alat peraga benda konkret maka hasil belajar siswa kelas III SD Negeri Karakan 01 Kecamatan Weru Kab. Sukoharjo Semester I tahun  pelajaran  2013/2014  dalam materi pecahan meningkat.
METODE PENELITIAN
Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan di kelas III SD Negeri Karakan  01 Kecamatan Weru Kab. Sukoharjo Semester I tahun  pelajaran  2013/2014  yang beralamat di Dukuh jetis pndong Desa Karakan  Kecamatan weru Salah satu  Sekolah yang berada di wilayah kecamatan weru dengan  latar belakang pendidikan dan ekonomi  orang tua  yang beragam,  hal ini menjadikan daya tarik tersendiri bagi peneliti untuk melakukan penelitian tindakan kelas. Subjek penelitian tindakan kelas ini adalah siswa kelas III SD Negeri Karakan  01 Kecamatan Weru Kab. Sukoharjo Semester I tahun  pelajaran  2013/2014  dengan jumlah siswa kelas III sebanyak 12 siswa sebagai subjek. karena kelas ini dirasa  hasil matematika masih  rendah dibanding dengan kelas yang lain. Sumber data yang digunakan pada penelitian tindakan kelas ini adalah sebagai berikut: kumpulan soal tes buatan guru; lembar observasi (catatan lapangan/jurnal harian).
buku catatan yang berisi tentang refleksi dan perubahan-perubahan yang terjadi di kelas.
Cara pengambilan data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. Data hasil belajar diambil dengan memberikan tes pada siswa. Data tentang proses belajar mengajar pada saat dilaksanakannya tindakan diambil dari lembar observasi (catatan lapangan). Data tentang refleksi diri serta perubahan-perubahan yang terjadi di kelas diambil dari jurnal dan catatan hasil diskusi dengan teman sejawat yang membantu sebagai observer. Prosedur kerja dalam penelitian tindakan kelas ini ditempuh secara siklus dan setiap siklus terdiri dari  empat tahap. Tahapan tersebut meliputi tahapan perencanaan, tahap pelaksanaan atau tindakan, tahap pengamatan atau observasi, dan tahap refleksi. Dalampenelitian ini terdiri dari tiga siklus.
Yang menjadi tolok ukur keberhasilan pada penelitian tindakan kelas ini adalah bila hasil belajar siswa pada materi pecahan dapat meningkat atau mengalami peningkatan, yakni kemampuan siswa dalam mengerjakan soal tes formatif mencapai nilai rata-rata 8,0 dengan prosentase ketercapaian 85%  dari jumlah siswa.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Hasil Penelitian
Berikut adalah tabel partisipasi siswa dalam proses pembelajaran dan tabel prestasi siswa dalam menyerap materi pelajaran selama diadakan penelitian yang terdiri dari 3 siklus dan ditempuh sebanyak 6 kali pertemuan dengan alokasi waktu 12 jam pelajaran.
            Tabel 1. Partisipasi Siswa dalam Proses Belajar Mengajar
Partisipasi
Siswa    Siklus I    Siklus II    Siklus III
    Jumlah
Siswa    persentase    Jumlah
Siswa    persentase    Jumlah
Siswa    persentase
Acuh     5     41,7%     3     25%     2     16,66%

Sedang     4      33,3%      5    41,7%     2    16,66%

Aktif     3     25%     4    33,3%     8    66,66%

Jumlah     12      100%     12    100%     12     100%

              Tabel 2.Prestasi Siswa dalam Menyerap Materi Pelajaran
Partisipasi
Siswa    Siklus I    Siklus II    Siklus III
    Jumlah
Siswa    persentase    Jumlah
Siswa    persentase    Jumlah
Siswa    persentase
Nilai
< 7,5    5    41,7%     3     25%      2    16,7%
Nilai
≥ 7,5    7    58,3%     9     75%     10    83,3%
Tuntas
Belajar    7     58,3%     9     75%     10    83,3%
Tidak
Tuntas     5    41,7%     3     25%     2     16,7%
Nilai
Rata-rata    72 : 12 = 6,0    89 : 12 = 7,4     107: 12 = 8,9
Daya
Serap    60×100% = 60%    74×100% = 74%    89×100%= 8,9 %
Pembahasan
Dengan melihat tabel hasil penelitian di atas dan dari perolehan data hasil observasi teman sejawat serta hasil refleksi maka perlu peneliti jelaskan bahwa:
1.Siklus I
Uraian pembahasan pada siklus I yang diperoleh dari hasil pengamatan dan refleksi diperoleh kesimpulan bahwa ternyata masih banyak kendala yang ditemui, materi pecahan agaknya masih dipandang sebagai materi yang membingungkan. Ini dapat dilihat dari ekspresi siswa yang agaknya kurang menyenangi materi pecahan sehingga banyak siswa yang tidak memperhatikan penjelasan guru. Selain itu ada beberapa siswa yang mengulang dan menurut hasil pengamatan, siswa tersebut lamban dalam menangkap materi pelajaran yang diterangkan dan siswa tersebut merupakan biang kejelekan yang dapat mempengaruhi siswa lain menjadi malas dan enggan belajar.
Dari hasil tanya jawab tentang materi yang sudah dijelaskan, ternyata dari 12 siswa yang berani menjawab pertanyaan dengan benar hanya ada 2 anak saja, 5 anak diantaranya terlihat asyik bermain sendiri tanpa menghiraukan proses pembelajaran yang sedang berlangsung. Sedangkan yang lain diam memperhatikan namun dengan pandangan yang kosong.
Sehingga hasil pembelajaran pada siklus I ini tidak dapat tercapai dengan baik. Disamping itu, peneliti masih memiliki banyak kekurangan dalam menyajikan dan memberikan materi serta penggunaan alat peraga kurang menarik perhatian siswa. Sehingga semangat belajar siswa tidak dapat termotivasi dengan baik. Selain hal di atas rupanya peneliti juga perlu memperbaiki suasana ruangan kelas yang kurang mendukung sehingga suasana pembelajaranyapun tidak berjalan dengan kondusif. Peneliti juga perlu meningkatkan gairah belajar siswa yang rupa-rupanya hampir hilang dari dalam diri siswa yang mungkin timbul akibat kurang senang dengan materi yang diajarkan.
Dari faktor-faktor penghambat yang peneliti peroleh di atas sangat mempengaruhi hasil pembelajaran sehingga pembelajaran pada siklus I ini belum dapat berjalan dengan baik. Setelah diadakan tes formatif pada akhir pembelajaran diperoleh nilai rata-rata hanya 6,0 dari 12 siswa, hanya 7 siswa yang tuntas belajar sedangkan 5 siswa lainnya tidak tuntas, sedangkan persentase keaktifan siswa hanya 35 % saja. Untuk itu peneliti akan terus berusaha lebih keras lagi pada pembelajaran di siklus berikutnya.
Peneliti masih memiliki banyak kekurangan diantaranya dalam menyediakan alat bantu pembelajaran, penggunaan fasilitas belajar, kemampuan mengimplementasikan pemberian bimbingan, kemampuan mengkondisikan kelas, kemampuan memotivasi, mengaktifkan siswa dan masih banyak lagi yang belum bisa peneliti wujudkan dalam pembelajaran di siklus I ini. Untuk itu semua kekurangan yang ada di siklus I akan peneliti perbaiki pada siklus II 
2.Siklus II
Kegiatan pembelajaran pada siklus II ini sudah mulai mengalami kemajuan. Keaktifan siswa sudah mulai terlihat, kesiapan siswa dalam mengikuti pelajaran serta kekondusifan suasana pembelajaran sudah mengalami peningkatan yang cukup berarti, seakan siswa telah mempunyai semangat belajar baru yang selama ini telah hilang. Mungkin karena adanya suasana baru yang telah diberikan pada siswa yang agak sedikit berbeda.
Keberanian siswa dalam mengemukakan pendapat, dalam menyajikan temuannya, dan keberanian siswa dalam mengerjakan tugas di papan tulis sudah mulai terlihat. Selain itu siswa sudah mulai berani bertanya dan menjawab pertanyaan dari guru, suasana diskusi antar siswapun sudah terlihat baik. Semua kelompok terlihat kompak dalam mengerjakan tugasnya, hanya ada beberapa anak saja yang terlihat kurang aktif karena memang dari faktor pembawaan yang kurang sehat sejak lahir. Sikap masa bodoh yang ada pada siswa mulai berangsur-angsur hilang.
Pada saat pembahasan contoh soal-soal banyak siswa yang berani bertanya dan mengungkapkan pendapatnya. Beberapa siswa sudah berani memperlihatkan hasil pekerjaannya dan bahkan di antara mereka masih ada yang terus menggunakan alat peraganya untuk mengecek dari hasil pekerjaannya itu. Ini membuktikan bahwa alat peraga benda konkret yang disediakan dapat membantu mempermudah siswa dalam memecahkan masalah pecahan.
Hal ini dapat dilihat dari perolehan hasil tes formatif yang diperoleh siswa di akhir pembelajaran pada siklus II yang telah mencapai rata-rata 7,4 dengan persentase ketuntasan belajar 75 %. Dari 12 siswa hanya 3 % saja yang tidak tuntas. Namun selain kekurangan yang ada pada siswa, guru pengajar juga masih mempunyai banyak kekurangan diantaranya dalam penggunaan alat bantu pembelajaran seperti alat peraga benda konkret yang digunakan harus dikembangkan lagi, serta kekreatifan guru dalam menggunakan alat peraga dan variasi mengajar yang digunakan perlu ditingkatkan agar siswa lebih termotivasi sehingga siswa lebih aktif dan antusias dalam mengikuti pelajaran. Selain itu guru juga harus terampil dalam memberi pertanyaan pada siswa sehingga materi pecahan yang disampaikan dapat berkembang terutama yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari. Semua itu dilakukan agar tingkat pemahaman siswa terhadap materi akan berubah manjadi lebih baik dan nilai hasil belajar yang diharapkan dapat tercapai sesuai dengan apa yang diharapkan.
Walaupun hasil pembelajaran pada siklus II ini sudah terlihat baik, namun dari hasil analisis dan refleksi pada siklus II ini ternyata belum memperoleh hasil yang sesuai dengan harapan peneliti, sehingga peneliti akan terus mencoba dan berusaha memperbaikinya pada siklus berikutnya.
3. Siklus III
Berkat dari perbaikan-perbaikan yang terus peneliti lakukan serta dari pengembangan alat peraga benda konkret yang peneliti coba terus perbaharui pada setiap pertemuannya, alhamdulillah semua yang peneliti lakukan dapat membuahkan hasil yang cukup membuat dada peneliti menjadi lapang. Siswa kelas III yang sebelumnya mati tidak mempunyai semangat dan gairah belajar, kini telah kembali bersinar dan mempunyai semangat belajar baru. Pelajaran matematika yang sebelumnya membosankan dan materi pecahan yang sebelumnya membingungkan kini berubah menjadi menyenangkan dan selalu dinanti-nantikan sebagaimana layaknya seperti yang harus dialami oleh siswa kelas tiga pada umumnya.
Sehingga hasil belajar yang diperolehpun meningkat drastis. Rata-rata nilai yang diperoleh pada siklus sebelumnya sampai siklus III ini meningkat hingga daya serapnya mencapai 89 %. Semula hanya mencapai rata-rata 6,0 kini meningkat menjadi 8,9. peningkatan ini telah melebihi dari yang peneliti targetkan (KKM). Sehingga, melihat dari hasil penelitian yang cukup baik pada materi pecahan ini dapat  dikatakan bahawa penggunaan peraga benda konkrit dapat meningkatkan  prestasi belajar siswa dan dari hasil ini maka peneliti akan melanjutkan dan menggunakan cara-cara yang sudah peneliti tempuh pada materi-materi lainnya tentunya disesuaikan dengan materi yang akan diajarkan.
PENUTUP
Simpulan
Berdasarkan pada hasil penelitian dan pembahasan dapat ditarik simpulan sebagai berikut. Hasil belajar materi pecahan pada siswa kelas III SD Negeri Karakan  01 Kecamatan Weru Kab. Sukoharjo Semester I tahun  pelajaran  2013/2014, dapat meningkat melalui bantuan alat peraga benda-benda konkret. Telah dibuktikan pada akhir siklus III, skor rata-rata yang diperoleh 8,9 dengan daya serap 8,9%. Ini berarti, alat peraga benda konkret yang peneliti gunakan sebagai media perantara dalam menjelaskan materi pecahan ini, sangat membantu dan dapat menumbuhkan semangat belajar siswa serta memacu guru untuk lebih kreatif dan inovatif dalam mengembangkan proses pembelajaran yang lebih baik lagi. Dengan bantuan alat peraga benda konkret ini telah membuktikan bahwa hasil belajar pada materi pecahan dapat meningkat sesuai dengan yang diharapkan.
Saran
Untuk membantu mengungkap dan menjelaskan materi pecahan pada siswa kelas III agar memiliki pengetahuan dasar yang kuat khususnya pada materi pecahan ini, disarankan untuk menggunakan bantuan alat peraga benda konkret dalam menanamkan konsep-konsep pecahan. Hal ini disesuaikan dengan tingkat pemikiran dan usia siswa kelas III yang masih berada dalam tahap realistik (tahap nyata) dan belum memahami hal-hal yang abstrak. Sehingga diharapkan materi dapat lebih mudah dipahami oleh siswa.
Selain itu guru juga hendaknya memiliki pengetahuan dan pengalaman yang cukup tentang alat-alat peraga apa saja yang dapat digunakan sebagai alat bantu komunikasi yang sesuai dengan materi pecahan yag nantinya tidak akan membingungkan siswa melainkan dengan adanya bantuan alat peraga benda konkret ini akan lebih membantu siswa untuk menguasai materi sehingga proses pembelajaran akan berjalan lebih aktif dan efektif.
DAFTAR PUSTAKA
Nasution. 1982. Didaktik Asas-asas Mengajar. Bandung: Janmer. .
Sugiarto. 2005. Matematika Sekolah II. Semarang: FMIPA Universitas Negeri Semarang.
Sugiarto dan Isti Hidayah. 2004. Workshop Pendidikan Matematika. Semarang: FMIPA Universitas Negeri Semarang.
Suyitno, Amin. 2004. Matematika Sekolah I. Semarang: FMIPA Universitas Negeri Semarang.
Suyitno, Amin. 2005. Pendidikan Matematika I. Semarang: FMIPA Universitas Negeri Semarang.


Posting Komentar

0 Komentar